KEPADA SANG PEJALAN JAUH PART 4

Photobucket

Hari ini dimana, besok dimana. Teman milis sampai bertanya kenapa tempatnya selalu berganti tiap kali kirim berita.
Sebenarnya kamu dimana? Nomaden ya? Aku tertawa, percayalah itulah yang kulakukan demi sebuah tanggung jawab yang kupegang. Hari ini di KL, besok terbang ke Bali, dan esok hari sudah ada di negeri Kiwi, sebelah Australi.
Menyenangkan betul kelihatannya? Ah seringnya aku malah bosan. Rindu rumah, rindu kampung halaman acap menyesak ingin dimuntahkan tapi waktu sebanyak dua puluh empat jam terasa begitu rapat hingga sulit menyelipkan agenda pulang.
Tapi kulihat kehidupanmu menyenangkan, menantang, kawan! Aku jadi iri tiap membaca kisah yang kau pampang di blogmu itu, sungguh! Oh ya? Aku malah iri melihat kehidupan sampeyan yang tenang, tidak diburu-buru pekerjaan. Tapi begitulah manusia sawang-sinawang, selalu melihat rumput tetangga lebih hijau ya kan? Ahahahaha, apa kabarnya kopian di pojokan jalan? Sampaikan salamku pada si empunya kopian, kalau kopi buatannya kurindukan. Begitu juga dengan mendoannya.
Membuka email, muncul berbagai berita dari berbagai belahan dunia. Aku capek membacanya hingga aku menemukannya, sepotong email dari Nadia. Kubuka, dan kubaca. Berbeda dari biasa, emailnya kali ini pendek saja. Sibukkan kamu, Nadia? Atau ini balasan untukku yang selalu membuatmu kesal dengan balasan singkat, padat dan gampang dihafal di luar kepala? Kemana kisah panjang yang acap kau tuliskan, Nadia? Sungguh, meski tak kuakui caramu menulis membuatku senang. Diam-diam membuatku terkesan dan ingin membacanya ulang. Psst, ini beneran! Bukan ngasal.
Senja turun perlahan, aku sadar aku tengah berada di negeri orang. Dikelilingi gedung tinggi dan manusia-manusia yang tak kukenal. Pada satu kelokan jalan usai melakukan pembicaraan bisnis dengan seorang klien, kulihat sepasang pria dan wanita separuh baya saling memandang penuh cinta. Bergenggaman tangan sembari makan sandwich buatan sendiri. Bikin iri hati.
Kelebat bayangan orang-orang tersayang muncul membirukan perasaan. Kapan pulang? Kudengar suara cadel keponakanku mengawang, mengusik hati priaku yang dipenuhi kerinduan. Sebentar lagi sayang, jangan khawatir, Om akan pulang dan mencium pipimu yang ranum kemerahan.
Sampai di flat, maghrib sudah hampir kedaluwarsa. Cepat-cepat aku mengambil wudlu, membasuh seluruh badan yang penat karena beban kerja. Allahu Akbar, Allahu Akbar, aku mengumandangkan adzan sendirian. Lalu tunduk di hadapan Tuhan, pelan-pelan mengucap kalimah doa yang biasanya menghambur cepat, diburu-buru kesibukan. Kali ini haru terikut di dalamnya, saat doa kebaikan meluncur untuk hati-hati penyayang yang tak pernah berhenti merindukanku datang.
Selepas sholat, segelas susu coklat terhidang. Menemaniku berlayar di dunia maya, membaca berita dari kawan-kawan lama.
Ketemuan di KL yuk? Kamu di KL kan? Aku tertawa, email itu tertanggal dua minggu lalu, tepat ketika aku terbang menuju belahan dunia lainnya.
Ck, enak awakmu saiki yo? Sugih reek, isok nang endi-endi numpak kapal mabur! Hehehe. Aku meringis. Sugih, kaya apapun namanya ternyata tak seindah bayangan semula. Uang di tangan, mengalir baik air dari kran menuntut konsekwensi yang ternyata menyengsarakan. Aku juga baru tahu sekarang, ketika aku sudah kecemplung semakin dalam. Apa kamu tahu, Kawan, sering aku merindukan ketika kita berjibaku di jalan. Meraih sejumput uang untuk makan. Merindukan hari-hari saat kita kelaparan, berbagi makanan yang sesungguhnya tak bisa mengganjal lapar. Sekarang bisa dibilang hidupku nyaman, rekening di bank lebih dari sekedar aman, tapi aku sulit punya waktu luang. Selalu ada di jalan, tak berhenti ngurus kerjaan bahkan saat makan malam. Sementara kamu bahagia disisi istri yang manis tutur bahasa, dua balita yang ceria, nun jauh di desa.
Brur, si Agung kawin. Ayo datang, sekalian reunian. Ya ampun dimana aku saat berita ini dikirimkan? Duuh iya aku sedang ada di Srilanka, di satu wilayah yang sulit koneksi internetnya.
Nggak pulang? Ibu masak enak loh sekarang. Soto ayam kesukaanmu. Mataku berkaca-kaca. Terbayang wajah semua orang rumah. Tepat saat itu, mengalunlah Home-nya Michael Buble dari laptop, mengusik satu rasa yang selalu kusimpan. Aku ingin pulang. Mencium bau hujan, tanah basah, dan embun di kehijauan tanah kelahiran. Rindu merembes turun, meluap, meluber menyakitkan. Tak sadar aku meraih gitar, mendentingkannya lagu itu sembari menatap bintang berharap rindu itu segera bisa dituntaskan.
HOME

............................


Another aeroplane another sunny place
I’m lucky I know but I wanna go home
I’ve gotta go home
Let me go home I’m just too far
From where you’re, I wanna come home
Oh let me go home I’ve had my run
Baby I’m done
I wanna come home

And I feel just like
Im living someone else’s life
It’s like I just stepped outside
When everything was going right
And I know just why you could not come along with me
Cause this was not your dream
But you always believed in me

Another winter day has come and gone away
In even Paris and Rome
And I wanna go home
Oh, I miss you, you know
And I’m surrounded by a million people
I still feel all alone
Oh let me go home, I’ve had my run
Baby I’m done, Ive’ gotta go home
Let me go home, It will be allright
I’ll be home tonight, I’m coming back home


A story, Done May 22, 2009, 07;11
Inspired by silence man story
Ditemani Home (westlife version), dari awal nulis hingga buyar ^_^
Lyrics taken from Home
pic taken from

Komentar

  1. Ceritanya bagus banget, sist! Sumpeh... pilihan kata2nya keren... *terkesima*

    BalasHapus

Posting Komentar