TENTANGNYA, PELUKIS CAHAYA




Aku burung kecil dan ia angin
Bertemu di satu jalan, pada sebuah persimpangan hutan kehidupan
Aku lupa seperti apa awalnya
Kurasa karena aku mengagumi apa yang dilakukannya : melukis cahaya
“Aku menyukainya, aku menikmatinya,” katanya satu ketika
Menjawab tanyaku mengapa ia melakukannya selepas aku berkeliling menikmati galeri rumah mayanya

Maka sejak itu kami bicara
Tak lama, hanya sekilas-sekilas
Tentang hal remeh-temeh yang kau temukan dijalan
Tidak lebih tidak kurang

Hingga kemudian percakapan berkembang
Tentang langit, tentang hujan, tentang malam, tentang apa saja yang jarang di bahas dengan sembarang orang
Aku merasa menemukan teman yang asyik untuk berbincang
Sembari mendengarnya berkisah tentang impiannya, passion-nya
Diselingi cerita tentang kupu-kupu dan wangi bunga dalam pengembaraan

“Kepada kupu-kupu mewangi yang bertebaran,
Yang kerling dan harumnya menghembus pelan,
Aku bisa meraih semudah membalik telapak tangan,
Semudah itu kupu jatuh dan bersarang dalam genggam tangan,” ucapmu ringan.

Hanya gelengan kepala yang kulontarkan
Dalam hati berucap pelan :
” Aku tahu kenapa semudah itu mereka jatuh padamu.
Kau hangat dan menyenangkan
Bahkan teramat manis bagi sebagian orang
Tak disangkal banyak yang terlena oleh baiknya perlakuan
Bagaimana kau menjadi pendengar, membuat kupu dan bunga merasa dihargai olehmu
Tak sadar terjebak oleh luapan rasa “lebih dari suka”
Tak peduli meski hatimu telah kau tambatkan
Padanya, si jelita bermata bola.”

Main hati kau itu pelukis cahaya, batinku tak terkata
Jika begini yang kau lakukan, kau hanya akan berakhir dengan kehilangan

Lalu
Satu ketika dengan hati kusut ia datang
Mengisahkan sebuah kehilangan yang tak bisa disangkal
Berusaha tampak riang, mengisahkan perihnya dengan cara teringan
Tentangnya, si jelita bermata bola yang memilih terbang sendirian
Setelah lelah mengawaninya dalam pengembaraan
“Kurasa aku yang salah,” keluhnya,” Aku yang bodoh.”

Aku mengusap jidat tak sabar
“Memang! Kenapa baru sadar?”
“Kau benar-benar kehilangan kali ini kawan!”
Semburku keras seolah aku berhak mengatakan


Tapi kemudian aku diam
Mungkin harusnya begitu manusia belajar
Sesekali perlu pukulan keras untuk menyadari sebuah kesalahan
Cara yang menyakitkan sebenarnya
Apa boleh buat?
Jika itu bisa membuat pikiran seseorang terbuka lebar


While hearing Kehilangan (Ost Heart), Main Hati (Andra & The Backbone)
A friend in need is a friend indeed

pic belong's to www.superstock.com



Komentar