DILANDA KESEMPITAN, NGE-BLOG TERUS JALAN



menulis-menulis apapun keadaannya 

Percayalah, saya sedang tidak dalam kondisi baik ketika menuliskan ini. Well katakan saja saya sedang dirundung problem perkara keuangan. Sejak saya memutuskan untuk hengkang dari kantor karena alasan yang tidak bisa saya kemukakan di depan umum saya memang memilih untuk berkonsentrasi di bidang yang saya sukai, menulis. Hasilnya belum seberapa. Sering saya ditanya Emak saya tercinta, besar mana perbandingan pemasukan dan pengeluaran buat menulis? Terus terang jawabannya lebih besar pengeluaran. Biaya nge-print, beli kertas, ngirim naskah,  belum lagi biaya untuk menghidupi diri sendiri terkadang bikin saya miris. Sedangkan pemasukannya wooow, fantastis! Fantastis bukan dalam artian besar lho tapi  nggak setiap bulan selalu ada (hahahaha). Maka itu dompet saya kini tidak segendut dulu kala, selalu langsing karena lemaknya sudah keluar (baca : uang ?).

Alhasil saya harus mengirit uang simpanan saya agar tetap bisa mengirimkan karya saya entah ke koran, majalah, atau malah berbagai lomba. Karena saya tak punya modem untuk koneksi dengan internet (FYI udah rusak dan eman-eman duitnya buat beli heheh), maka saya harus ngengsot ke lapangan dan memanfaatkan wifi gratisan. Tapi seperti umumnya wifi gratisan, setiap tiga puluh menit harus konek lagi-konek lagi. Jika sedang lancar sih menyenangkan tapi kalau sinyal ndut-ndutan aduh bisa pusing! Mengirim email yang harusnya tak lebih lama dari kedip mata malah bikin e(s)mosi jiwa. 

Maka jalan lain adalah memanfaatkan warnet. Dua jam Rp. 5.000,00 kawan. Terdengarnya kecil kalau lagi punya uang. Kalau lagi cekak, waduuh jangan tanya. Lima ribu bisa buat beli pulsa (hahahaha). Maka peribahasa yang berbunyi sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui berlaku ketat buat saya. Biasanya sekali online saya punya daftar yang harus saya kerjakan. Mencari data buat novel atau cerpen, dowload video penting di you tube yang saya butuhkan  buat menguatkan cerita, dowload berbagai jenis lomba menulis, kirim cerpen ke berbagai media, atau justru sekedar chat and sharing soal proyek nulis bareng teman.


Nah loooh, ketat banget kan jadwalnya? 

Tapi begitu pun demikian saya tidak akan melupakan kesukaan menulis saya di blog. Saya tetap meluangkan waktu untuk mengisi blog. Sebab dari blog inilah saya mengawali karier sebagai penulis seperti yang saya impikan ketika kecil. Meski pun hanya melalui media blog pribadi. Lewat media inilah saya berkenalan dengan orang dari berbagai penjuru Indonesia, berteman, dan juga mendapat ilmu dari mereka. 
Dari blog pulalah kepercayaan diri saya terbangun. Berbekal kemenangan menulis di blog tahun 2008 dan 2009 yang diadakan blogfam, saya menaiki tangga berikutnya. Ikut beragam lomba menulis yang berseliweran di beranda facebook saya. Padahal sebelumnya boro-boro Men, atut saya. Saya pikir siapalah saya. Saya ini fakir kata-kata *uhuk-uhuk. Saya tidak pintar mengolah kalimat menjadi sesuatu yang luar biasa! 

Terus gimana? Setelah memupuk keberanian lewat lomba blog, apakah saya lantas jadi pemenang berbagai lomba menulis itu? Jawabannya adalah jempol terjungkir. Ibarat menumpuk batu bata, maka bata bertuliskan kekalahan itu tingginya lima meter dan bata bertuliskan kemenangan tingginya hanya setengah meter. Wiiidiih, bikin nyali ciut lagi.

Tetapi menatap blog, saya jadi bangkit lagi. Seperti halnya ketika saya memulai ngeblog bertahun-tahun silam. Saya tahu bisa jadi setelah beratus-ratus tulisan saya posting, tak ada jaminan blog saya akan terkenal. Kemungkinan malah melempem dan tak ada pengunjung datang. Tetapi saya toh tetap nge-blog saja. 
Hal yang sama kini terjadi dengan pilihan saya sebagai penulis (krik, krik). Saya tak tahu akan seperti apa saya kelak. Apakah karier menulis ini akan bersinar atau justru sebaliknya.  Hanya satu harapan saya, semoga seperti blog ini, ia tetap menyala seperti apapun keadaannya. Terus-menerus memunculkan cerita di kala sempit, susah, atau justru gembira.  

Ganbatte!

Hug, hug.

Cerita ini diikutsertakan dalam 2nd Give Away Ikakoentjoro’s Blog

Komentar

  1. Semangat, Mba Afiin.. di balik kerja keras, insya Allah ada kesuksesan :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak ley makasih, itu proses yg harus dijalani *ngek bahasanya

      Hapus
  2. wah saya malah salute sama mbak... bisa tetep survive, jalan rejeki itu banyak... saya jadi banyak belajar sama blog ini.. :D

    BalasHapus

Posting Komentar