QUESTION OF LIFE : APAKAH PENDEK DAN BERWAJAH BIASA ITU MENYAKITKAN?




(Source : Sheila books)

Badan boleh pendek, tapi percaya diri jangan sampai sependek badan ini. Tinggi boleh kurang, tapi kita tak boleh kurang keistimewaan. Kebaikan hati dan senyum tulus dalam diri kalian sering kali menutup segala jenis kekurangan.”

Itulah kalimat tertulis di lembar terima kasih yang tertera dalam novel  Short Story Girl : Pendek Itu Menyakitkan?” yang terbit November lalu. Ih gaya banget ya, sok pake nulis kayak gitu segala. Tapi bukan tanpa alasan saya mengatakannya. Saya berharap siapapun yang tinggi badannya aduhai semampai kayak saya berhenti membenci kekurangannya. Malahan mereka harus berbahagia dengannya.
Kenapa? Mari kita mulai saja ceritanya.
Saya terlahir sempurna, tidak kurang suatu apa. Kecuali dua, tinggi dan muka biasa saja. Saya bersyukur otak saya tidak bebal-bebal amat, sehingga saya bisa menyelesaikan sekolah dengan nilai yang cukupan. Pokoknya nggak memalukan kalau dipamerin di meja makan (lha itu apaan? Taplaknya apa sendoknya hahaha). 

Back to the topic, my height and face yang biasa aja itu  seringkali bikin saya minder. Mungkin orang tak tahu itu, karena saya terlihat normal. Terlihat acuh saja setiap kali ada mengolok saya sebagai  Rambut Megaloman
, si Pesek, si Pendek, si Gendut...padahal aslinya dongkol. Tega amat orang ngomong gitu, mbok  yao...mbok yaoo pake ayakan dikit kenapa sih?
Itu masih diperparah dengan sulitnya saya mendapat pekerjaan. Sudah banyak lamaran pekerjaan saya kirimkan lengkap dengan rayuan mautnya (CV dst), tetapi jarang sekali panggilan wawancara saya dapatkan. Sekalinya dapat eh posisi yang ditawarkan adalah sales panci atau kompor. Huhu. Dunia memang tidak adil kawan!

Benefit Punya Penampilan Fisik Ciamik 


 Elle and Jessica Yamada—young, famous, and beauty fashion blogger from Indonesia. Do you envy with their beauty? No, it’s not necessary (source : http://www.ellejess.com/)



Memang tak bisa dipungkiri memiliki penampilan fisik mengesankan itu memiliki keuntungan. Menurut Bussines insider wanita cantik lebih sering mendapatkan panggilan wawancara kerja. Persentasenya 54%  untuk si cantik dan 7% untuk sebaliknya. Bahkan dalam artikel lain bussines insider juga mengungkapkan bahwa seseorang yang secara fisik menarik digaji lebih tinggi dari yang wajahnya biasa aja.

Setelah membaca hal tersebut pasti kalian bertanya-tanya apa faktor penting yang mendorong kesuksesan mereka?
Sex appeal. Secara gamblang Dario Maestripieri (Profesor dari Chicago University) dalam Psychology Today mengatakan bahwa wajah yang menarik itu bikin banyak orang terutama lawan jenis berinteraksi  dengan mereka (entah itu sekedar ngobrol, menghabiskan waktu, membeli asuransi atau bahkan menjadikan mereka pegawainya).
Daniel Hamermesh, ahli ekonomi dari University of Texas pengarang buku Beauty Pays: Why Attractive People Are More Successful, lebih jauh menjelaskan bahwa tidak hanya sex appeal yang berpengaruh. Menurutnya, orang yang memiliki wajah good looking cenderung punya kepribadian yang diinginkan para pencari kerja. Apa tuh? Rasa percaya diri yang besar. Hal itu terlihat pada perilaku mereka, bagaimana mereka membawakan diri, sehingga mereka terlihat lebih menarik dan diinginkan. Secara khusus Rick Wilson dari Rice University mengungkapkan bahwa semakin bagus looks seseorang, semakin banyak orang yang percaya. Dimana kepercayaan adalah modal utama seorang pemimpin sukses.

Terus gue gimana? Gue kan nggak punya penampilan fisik oke? Aduh, keknya gue kudu operasi plastik sama operasi meninggikan badan deh!
Ide bagus tuh! Saya setuju. Tapi sebelum itu yuk mari kita baca yang berikut ini :
>> Operasi Plastik (Plastik Surgery)
Operasi plastik memang bisa mengoreksi kekurangan diri secara instan. Salah satu tempat yang sedang trend untuk melakukan hal semacam ini adalah Korea. Saya sempat tuh iseng nyari tahu soal operasi plastik dan ketemulah dengan web ID Hospital. Hasilnya seperti berikut ini.
 Park Hwa Sung, before and after (Source : http://eng.idhospital.com/). She is pretty, isn’t she?

Sekarang mari kita omong-omong soal biaya. FYI, harga operasi membuat lipatan mata alias eyelid harganya 30 juta. Jika operasinya dilakukan secara menyeluruh seperti ini silakan bayangkan sendiri biayanya. 

 (Source : http://eng.idhospital.com/)

Itu baru soal biaya. Belum resiko setelahnya. Seperti halnya operasi apapun, operasi plastik ini juga mempunyai resiko. Kamu takkan pernah tahu kesulitan apa yang terjadi. Selain resiko, operasi ini bisa saja menimbulkan adiksi alias ketagihan. Plastic surgery mungkin bisa membenahi wajahmu, tapi tidak dengan self esteem dan persepsi.

>> Operasi Meninggikan Badan (Limb Lengthening Surgery)
Operasi ini menjamin kamu untuk bertambah tinggi. Nggak perlu repot olahraga, diet, minum susu, dan sebagainya. Tapi harus diingat! Harganya mahal, dan yang penting harus kamu pikirkan adalah prosedurnya panjang, berat, menyakitkan, dan beresiko tinggi.

 (Source : http://growtallerreport.com)

Prosedurnya dimulai dengan mematahkan tulang kering, dan memasang telescoping rod. Telescoping rod ini akan menarik tulang 1 mm perhari. FYI dalam prosesnya penyembuhannya tidak digunakan obat anti inflamatory, sebab obat semacam ini akan memperlambat proses pertumbuhan tulang. Jadi selama proses fisioterapi berlangsung pasien harus bertahan dengan pengobatan sakit yang minimum.
Berapa lama recovery berlangsung? Normalnya proses recovery berlangsung antara 3-6 bulan, tetapi bisa lebih. Tergantung berapa panjang yang ingin dicapai.
Apa resikonya? Macam-macam, bisa infeksi tulang, atau bisa juga luka pada syaraf dan tendon, atau perpanjangan yang tidak seimbang (unequal lengthening)
Harganya berapa? Laporan lama, di US bisa mencapai $85.000, di Rusia atau China lebih murah, mencapai $15.000-$30.000. Kalikan dengan rupiah sekarang.

Mahal ya? Tapi gue tetap pengen deh ngelakuinnya.
Yakin mau? Operasi ini bukan untuk orang yang mentalnya lemah, sayang. Coba bayangkan lagi, apakah kalian tahan berbaring atau di kursi roda selama 3-6 bulan yang menyakitkan? Itu kalau semua berjalan lancar? Bagaimana jika prosesnya berlangsung lebih lama? Setahun misalnya. Selama itu kalian nggak bisa kerja, nggak bisa ngapa-ngapain lho *fuuh, whatta boring situation!
Jika kalian tetap nekat melakukannya kedua operasi diatas, silakan. Nggak dilarang kok. Tetapi satu saja pertanyaannya : Jika suatu hari terjadi sesuatu dalam hidup kalian dan rasa percaya diri kalian hancur, apa yang akan kalian rubah? Apa yang akan kalian operasi lagi? 

Menaikkan Rasa Percaya Diri
Suatu ketika seseorang mengatakan betapa beruntungnya saya. Bahwa saya punya hal-hal yang ia tidak punya : kulit saya lebih terang dari kulitnya, saya lebih pintar (darinya), saya bisa banyak hal bla..bla...bla...segala hal yang semula tidak saya pikirkan. Meski saya bertanya-tanya apakah benar yang dimaksud itu saya, tak urung besar kepala. Jarang loh ada yang bilang gitu sama saya, hihihi. Dari situ saya jadi kepikiran, betapa bagusnya efek sebuah kalimat positif. Efeknya luar biasa, bisa mendongkrak rasa percaya diri secara cepat. 

Masalahnya kita nggak mungkin mengharap orang mengatakannya saban hari. Lha siapa kita? Lalu apa kunci memiliki rasa percaya diri?
Tak ada lain selain berbahagia dengan apa yang kita miliki. Berhenti mengeluh dan jangan terlampau fokus kekurangan. Takkan ada habisnya kekurangan itu bila terus dicari. Sekarang saatnya fokus pada pada kelebihan. Tulis apa kebisaan, hobi, dan kesukaanmu. Jika sisi jahat hatimu mulai berkata “Ah, itu kan hal biasa” abaikan saja. Terus tulis saja.  Kamu akan menemukan bahwa kamu ternyata punya keistimewaan yang nggak disadari sebelumnya. Lalu teruslah tekun dan jadilah ahli dengannya. Satu ketika orang akan mencarimu, membutuhkanmu, lebih dari orang-orang yang pernah mengolokmu. 

Tapi Fin aku tak punya kebisaan. Sungguh! Aku nggak punya skill apapun!
Sungguh begitu? Tiap orang pasti punya punya kebisaan. Hanya kamu tidak sadar. Mungkin kamu nggak bisa bikin kue, benahin motor atau apalah. Namun kamu punya kebaikan hati yang mengesankan. Kamu ringan tangan, selalu bersedia membantu orang. Dan suatu hari kau akan terkejut bagaimana orang-orang mencatat hal-hal yang menurutmu takkan dikenang orang. Ingat Ibu Theresa? Dan bagaimana orang mengenang di akhir hayatnya? Nah!

Iyuuh, enaknya kamu ngomong. Kamu sendiri udah ngelakuin apa?
Prosesnya panjang. Tapi singkatnya begini...Saya suka menulis sejak kecil. Tapi saya menyia-nyiakannya karena saya pikir menjadi pintar dan jadi bintang kelas itu hal yang paling utama selain ketakutan tulisan saya  akan dicela atau ditolak. Kenyataan berkata, saya tak cukup mampu mengejar bintang-bintang kelas di atas saya. Kebetulan sekolah SMA saya dulu adalah sekolah  tua sekaligus favorit sejuta umat, semua orang pengen jadi lulusannya. Jadi bisa dibayangkan orang yang masuk ke sana itu pasti otaknya encer semua. Jadi kalaupun kamu jagoan di sekolahmu yang dulu, di SMA itu kamu bukan apa-apa. Saya ingat, saya susah payah banget masuk sepuluh besar di kelas. Sementara  saya berjibaku jadi anak pintar, saya juga harus berjibaku dengan rasa pede yang kurang efek postur pendek dan wajah yang biasa ini. Saya ngerasa saya tuh ugly duckling. Saya nemu aja alasan untuk ragu dan mundur sebelum melakukan sesuatu. Jadi banyak kesempatan terlewatkan  karena itu. Termasuk mengembangkan kesukaan saya menulis. 

Tahun berlalu, saya mulai back to write again di saat saya sudah bekerja. Alasannya sederhana, saya butuh media buat ngumpat dengan elegan (hahahaha). Dan saya memilih blog, karena saya bebas menulis tanpa melalui penolakan editor. Tapi lama-lama saya jadi bosan. Gitu-gitu aja. Nggak ada menariknya. Lalu saya melihat orang-orang ikut lomba. Saya terpacu juga. Menangkah? Enggak! Ketika akhirnya kemenangan itu tiba waduh rasanya gimana gitu. Saya bangga dan terus terang hal itu memberikan rasa penting bagi diri saya. Setidaknya saya bisa menunjukkan ke diri sendiri bahwa saya itu punya sesuatu. Nggak sekedar pendek, gendut, dan nggak bisa apa-apa. 

Apakah kamu menang terus?


Lebih banyak kalahnya ketimbang menangnya. Tapi bagusnya saya jadi punya keberanian, terlepas dari hasil yang saya terima. Secara tidak langsung terbiasa dalam situasi kalah dan menang memberi saya banyak pengalaman baik. Belakangan saya menyadari saya jadi lebih percaya diri *krik, krik. Saya mungkin tidak cantik mereka, tapi Allah memberi saya keistimewaan lainnya, begitu kesimpulan saya. 

Pendek dan Berwajah biasa itu Anugerah!
Nggak percaya dengan kalimat itu ya? Coba deh pikir kalau nggak ada yang pendek, mana mungkin orang tahu ada yang panjang. Kalau nggak ada yang pendek, mana mungkin kata “tinggi atau ketinggian” muncul dalam bahasa di berbagai belahan dunia. Selain itu, kalo buatin baju nggak butuh bermeter-meter, cing! Dua meter itu udah jadi long dress buat kite yang mungil begini. Ya kan?
Buat kamu yang doyan bikin cerita,  kenapa kamu nggak nulis aja pengalaman hidupmu sebagai orang yang berpostur pendek menjadi sebuah novel atau cerpen misalnya? FYI, Short Story Girl muncul justru karena postur pendek ini lho, hihihi.

Ck, tetep aja pendek itu nggak nyenengin. Yang tinggi cakep pasti lebih bahagia.
Eh, jangan berpikir kalau orang yang tinggi dan cakep itu selalu bahagia dalam hidupnya. Nggak juga. Banyak orang cakep yang harus terus-menerus diyakinkan bahwa dirinya cantik dan berbakat. Pressure untuk tetap mempertahankan kecantikan itu tetap seperti semula bikin mereka menghabiskan banyak uang untuk beragam krim, diet, dan hal-hal lain yang nyatanya nggak murah. 

Ah, tapi tetep itu lebih baik Fin? Coba lihat gue,  karena gue  pendek dan biasa nomer ponsel gue tuh nggak laku di kalangan cowok? Kesihan kan gue...
Hihihi, iya ya. Nomer saya juga nggak pernah ada yang minta tuh. Tapi saya punya cerita buat kamu. Jaman masih kuliah ada teman yang menarik banget di mata pria. Baru ketemu sekali, wah doi bisa ngintilin teman saya. Sekali dua kali, mungkin oke lah ya. Kalau keseringan ternyata bikin ngeri juga. Nggak enak bo, diikutin penggemar terus-terusan. Hidup jadi nggak tenang.

Tapi Fin...Hidup gue itu terlalu biasa, nggak ada kejutannya. Jangankan kerjaan, nyari cowok pun kesulitan. Coba gue tinggi and cakep.
Oke. Saya memahami itu. But, but..I have a story that you should hear and think. Suatu hari sohib gue bilang ,”I wish I was her. Udah cantik...dapat suami keren dan kaya pula. Fuh, kayaknya hidupnya bahagia.”
Maka bertanyalah saya ,”Lu yakin mau jadi dia? Lengkap dengan penderitaannya?”
Lalu berceritalah saya betapa perempuan cantik yang bikin dia envy itu punya kehidupan serumit sinetron. Sementara ia menampilkan bahwa hidupnya baik-baik saja di depan orang, di dalamnya remuk redam. Di saat ia berjibaku dengan penyakitnya, suaminya yang keren dan kaya itu punya affair dimana-mana. Kalau gitu ceritanya, kamu yakin kamu masih menginginkannya?

So stop complaining about your height and your face from now on! Do something different. Forget the worst word they’ve said to you! Do you know, guys?
“Kecil tapi berarti, lebih baik daripada besar menyusahkan” (Short Story Girl hal 133)

Jadi kalau ada yang tanya “Question Of Life : Apakah Pendek Dan Berwajah Biasa itu Menyakitkan”
Jawab ,”No! Pendek dan Berwajah Biasa Itu Anugerah”

So guys, kamu harus bertindak mulai sekarang, jangan tunggu orang lain mengatakan kelebihanmu baru kamu berubah. Takutnya saat itu tiba, ajal sudah menjelang, dan kita nggak sempat melakukan apa-apa.  Do it now, kawan!
Jika Sasha, tokoh utama dalam novel Short Story Girl, pada akhirnya berhasil menemukan dirinya, kamu pun juga! Even kamu sejuta kali bisa lebih baik dari dia.
Salam sayang dari kejauhan.

Komentar

  1. *Ngangguk-angguk... Beneeeer... :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak Oci, lamo tak jumpo. Hihihi...
      Eh apa yang bener itu?

      Hapus
  2. Yeah, do it now! And you'll find yours...

    BalasHapus
  3. Aku justru lebih suka yang kayak diana rikasari gitu mak. Bukan tipikal yang cuantiiiiik bingits. Tapi ga tau, inner beauty-nya kentara gitu loo...
    bukanbocahbiasa (dot) com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, menurut saya Diana Rikasari pengen ngajak semua wanita itu percaya diri. Nggak perlu kece selangit buat jadi fashion blogger. Hanya kamu harus percaya diri. Saya ngelihatnya kayak gitu

      Hapus
  4. Aku kadang suka sebel dulu waktu masih jaman cari kerja baca syarat yang minta tinggi badan minimal, wajah menarik dan bla bala bla.... Tapi akhirnya bersyukur karena yang kecil itu lebih awet muda (plak). Udah kebal ditanya kenapa mungil hehehe... masih bisa diakalin pake wedges juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Allo jeng Efi, nah itu dia. Whatever they've said. Ini memang kita. ya nggak?

      Hapus
  5. cantik semua bisa dipoles mak..... hehehehe... kalau pendek bisa pake high heels & wedges tanpa takut menjulang tinggi banget. betul, yang penting kita percaya diri, punya passion, tahu potensi diri. insyaAlloh jalan pasti dimudahkan mak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener Mbak Widy, hal inilah yang kudu di share ke banyak orang

      Hapus
  6. Soal ngga pede, saya malah yg termasuk tinggi (172cm) dulu tuh sangat minder juga loh, mak. Sering bungkuk2in badan spy terlihat 'sejajar'. Nah, cara spy pede-nya adalah 'pura2 pede', dgn 'sok cuek' ada berasa peragawati pdhl malu juga menjulang sendirian (kl upacara n duduk dikelas pasti ngga boleh didepan, hiks). Lama2, 'pura2 pede' itu menjelma jd 'terbiasa (sok) pede'. akhirnya sekarang kepedean deh, huahaha!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak Putu Ayu, ternyata orang itu saling melihat ya satu sama lain. Yang pendek pengen tinggi, yang tinggi pengen terlihat mungil. Hihihi.Ah salam kenal

      Hapus
  7. Maaak, tinggiku mentok gak nyampe 160cm, tapi Alhamdulillah bisa nembus kerjaan yg di persyaratannya harus tinggi minimal 160 disebuah Bank, walau sekarang saya sudah resign dan berkeluarga, tapi pengalaman itulah yg membuat saya yakin bahwa fisik bukanlah segalanya, dan betul sekali.. justru saya menganggap semua kekurangan saya adalah anugerah dariNya.
    Mari bersyukuuuuur.. hihi..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini nih mbak yang seringkali nggak ada dalam diri kita, bersyukur, dan mengakui kekurangan adalah kelebihan. Justru karena nggak pede, performance jadi kurang. Alhasil meski pintar dan kompeten jadi nggak keliatan ya

      Hapus
  8. Pendek itu anugerah loh mbak, saya 150 cm ga nyampe haha tp suami saya 174. Nah loh, tp justru dia memang cari yg imut. Dia ga suka cewek tinggi. Suami dan saya nikah pas sama2 kuliah, baru 4 bulan nikah ni dan amazing bgt gmn perbedaan justru bikin makin saling sayang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. aih sedaaap, iya ya jeng agia, pokoknya pede itu kuncinya kan?

      Hapus

Posting Komentar