SEKEPING PELAJARAN LEWAT SEONGGOK TAS




Saya memang tergolong orang yang cuek soal tas. Ketika banyak teman perempuan berlomba membeli tas kece, saya justru jarang sekali. Saya bukan nggak doyan lihat tas caem, masalahnya tas caem itu nggak mungkin saya bawa sembarangan. Oleh karena itu saya lebih memilih tas ransel atau tas-tas selempang murah tapi fungsional. Bisa bawa kamera saku, ponsel, flashdisk, dompet, dan charger.

Meski begitu saya punya juga tas yang berharga lumayan. Kurang lebih setengah juta. Saya beli itu dengan pertimbangan bahwa saya butuh tas yang kuat, yang besar, dan muat untuk membawa banyak barang. Sebelumnya saya beli paling mahal seratus ribuan, tapi karena bolak-balik talinya putus akhirnya nekatlah saya membeli tas itu. Maklum saat masih ngantor dulu saya sering kali bawa kerjaan kantor pulang yang beratnya aduhai benar.

Oke deh, tasnya memang sesuai harapan. Satu hal yang diluar prediksi saya adalah tas itu ternyata berat sekali. Itu  dalam kondisi kosongan, belum berisi barang-barang. Kalau berisi barang, waduh! Pundak saya sampai memble sebelah. Bayangkan coba! 

Dan repotnya lagi nggak bisa saya bawa semau-maunya. Saat hujan turun, saya kerepotan menyembunyukannya. Maklum tas mahal, mana boleh sembarangan kena hujan. Alhasil dengan pertimbangan eman-eman saya jadi jarang memakainya. Dan malah pakai tas lain yang lebih murah, yang nggak bikin saya khawatir kalau terkena hujan.
Aih, tapi apa lacur saudara? Tas setengah juta itu tetap butuh perawatan meski tidak saya pakai. Dia harus sering diangin-anginkan, supaya tidak gampang jamuran. 

Sementara tas-tas saya yang lain nggak pernah sampai segitunya. Ck, ck... itu baru tas yang harganya setengah juta. Kalau yang harganya berjuta-juta sampai milyaran pastilah lebih sulit merawatnya.
Ah, meski begitu perkara tas ini memberi pelajaran besar pada saya. Belilah semampu dan sebutuhnya. Kalau belum mampu membeli sekaligus merawat tas mahal, baiknya beli tas biasa saja. Yang penting fungsinya terpenuhi. Jangan membeli hanya karena prestise di mata orang. Efeknya panjang, terutama buat saya yang kemampuan finansialnya alhamdulillah masih dalam taraf biasa saja. Saya justru akan kerepotan membayar cicilannya, padahal kebutuhan lain mendesak. Kalau sudah begitu saya akan pusing dikejar-kejar hutang. 

Ya, ya...terkadang cara Allah memberi pelajaran itu tak terduga. Hanya lewat tas ada banyak catatan baik yang bisa kita petik.

Salam dari kejauhan.

Hug, hug.

source image : unsplash

Komentar

  1. Betul banget. Jadi inget dulu Aa Gym pernah ngomong. Dikasih pulpen mahal tapi terus repot sendiri. Mo dipake sayang, mo dipinjam orang takut... Pas jatuh ma anak marah.
    Padahal dengan pulpen biasa, tidak seperti itu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lha iya itu ya Mbak Tanti, ternyata barang mahal merepotkan juga. Jadi susah ngapa-ngapain. Alhasil gaje sendiri kita, hahahaha

      Hapus
  2. Tasku paling mahal 300 rb. Itu pun bentuknya koper dan tas hiking �� klo dipake sehari2 paling yang 70 rb an. Beli karena motifnya cute, shabbychic dan ternyata awet sampe sekarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lha ya itu yo neng, biar murah yang penting fungsional dan tahan lama. Punya yang mahal fine aja, tapi jangan lupa perawatannya lebih ribet dari yang biasa *aish bilang aja nggak bisa ngerawat

      Hapus
  3. Pelajaran yang menarik mbak. Belilah semampu dan sebutuhnya. Saya jg cuek soal tas dari dulu. Mau nyonya sebelah rumah punya koleksi 10 LV, hehe saya gak tertarik. Tas saya murah2 itupun saya pakai lama. :) Thanks for sharing..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama Mbak Harjanti Dede, beli tas mahal bukannya nyantai malah repot mayungi ntar. Lha piye? Hahahah...Biarlah murah yang penting fungsional dah.

      Hapus
  4. Semua hal bisa menjadi pelajaran ya, bahkan dari sebuah tas.

    BalasHapus

Posting Komentar