KARENA SUKSES ITU BUTUH PROSES



Suatu hari saya duduk dengan teman. Dia tengah memulai usaha baru, setelah memutuskan untuk tidak lagi bekerja di perusahaan tempatnya bernaung dulu. Ia memutuskan hal ini bukan tanpa perhitungan. Ia merasa  memiliki ilmu dan pengalaman, jadi kenapa tidak dicoba. Tetapi, ternyata  menjadi seorang enterpreneur memiliki banyak cobaan. Teman saya mengaku ilmu dan pengalaman yang ia miliki tak semua bisa diterapkan pada usaha barunya itu. Saya memahaminya, sebab meski kami terjun di dunia yang berbeda (dia kuliner dan saya menulis), situasi yang terjadi kurang lebih sama.

Saya ingat saat memutuskan terjun bebas di dunia menulis lima tahun lalu saya pun membawa semangat yang sama. Saya yakin mampu dan bisa. Dalam perjalanan saya menyadari “amunisi” saya masih kurang dalam menghadapi merah-birunya dunia penulisan. Buat anak baru dan unyu seperti saya, dunia menulis itu belantara. Saya tergagap-gagap mencari jalan yang mana. Saya benar-benar tidak tahu harus apa. Selama itu pula saya juga harus menghadapi kenyataan dunia menulis itu tidak memberikan janji keindahan finansial. Haduh, saya pontang-panting demi terus menulis dan mengirimkan naskah yang ujungnya tidak ada kabar. 


Ketika teman saya bercerita ia mengalami masalah finansial, saya juga pernah merasakannya. Saya pernah tidak memiliki uang sama sekali. Punya sisa uang lima ribu di dompet itu sudah juara euy! Bahkan bisa beli pulsa saja sudah untung-untungan. Sampai di titik ini saya dan kawan saya itu terbahak bersama.

Sepulang dari sana hanya satu yang saya ada di kepala saya ,”“Semua kesulitan itu mengajarkan kita untuk tangguh. Menjadikan kita untuk nggak gampang merengek saat kondisi tak sebaik yang kita harapkan.”

Saya kembali teringat proses panjang menembus dunia penerbitan. Saya mulai dengan lomba-lomba kecil. Lalu lomba-lomba disusul lomba-lomba yang lebih besar. Semisal menulis novel. Novel-novel itu memang gagal jadi finalis, tetapi kemudian diterima penerbitan. Hanya prosesnya juga tidak segampang makan kuaci (makan kuaci aja ribet, apalagi nembus penerbitan).  Nunggu berbulan-bulan sampai lupa kalau pernah ngirimin naskah. Dan begitu buku terbit penjualannya hasilnya tak secantik penampakan model iklan krim wajah. 

Tetapi, itulah hidup. Saya belajar banyak dari situ. Bagaimana mengelola emosi di tengah naik-turunnya kondisi ekonomi dan harapan yang sepertinya jauh panggang dari api. Disaat itu hanya ada dua jalan, mundur atau terus jalan. Tapi, mundur setelah sekian waktu terbuang itu gila. Jadi yang kulakukan adalah maju saja. Peduli amat nantinya bagaimana. 

Finally saya hanya ingin bilang ,”Terkadang dalam hidup kita tak selalu mendapatkan kesuksesan yang kita inginkan. Butuh proses panjang hingga bisa mencapai harapan. Tetapi, selama itu banyak pengalaman kita dapat. Yang harganya bahkan lebih mahal dari emas batangan.”

Hug, hug.

Salam dari kejauhan.
sumber gambar : https://pixabay.com/

Komentar

  1. Setujuuuu, dna selama proses itu bakal buanyaaakk bgd pelajaran hidup yg nantinya bs jadi bekal bwt ngejalanin masa depan nanti, plus bs berbagi pengalaman jg kpd org2 yg tengah berada dlm posisi yg sama,
    Nice share mbk, semoga proses yg mbaknjalani plus temen mbak sukses yak amiinnn

    BalasHapus
  2. sukses selalu mba dan teman mbanya.. Aamiin.. terimakasih sudah sharing :))
    rodhiyatummardhiyah.blogspot.com

    BalasHapus
  3. Dan proses itu yang akan membuat kita makin menghargai diri sendiri :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benuuul, dan tidak gampang nyinyir saat orang lain berada di posisi seperti ini.

      Hapus
  4. Mbaa,.. ceritain lbih detail ttg prosesmu dari ngirimin naskah, ditolak, ikut lomba, diterima penerbit, dan seputar itu doong :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. InsyaAllah Mbak Dipi, saya akan cerita suatu waktu

      Hapus
  5. Perlu proses panjang untuk mencapai harapan...Setuju sekali! Saya suka tulisannya, saya follow blognya ya Mbak..:)

    BalasHapus
  6. ”Terkadang dalam hidup kita tak selalu mendapatkan kesuksesan yang kita inginkan. Butuh proses panjang hingga bisa mencapai harapan. Tetapi, selama itu banyak pengalaman kita dapat. Yang harganya bahkan lebih mahal dari emas batangan.” Suka kata katanyaaaa.

    setuju mbak. ayoo semangat kitaaa

    BalasHapus

Posting Komentar