GURU TERBAIK BERNAMA PEMATERI YANG MEMBOSANKAN



Suatu hari di sebuah pelatihan menulis yang diadakan Bekraf...
Beberapa orang keluar dan tidak kembali. Yang lain terkantuk-kantuk dan mulai sibuk corat-coret buku catatannya sendiri-sendiri. Saya sendiri tak kalah sibuk, sibuk berangan-angan sambil nengok kiri-kanan. Beberapa orang nampak tidak sabar. Berkata lirih dengan teman sebelah soal topik yang diulang-ulang dari awal sang pemateri memberi paparan soal novelisasi film.

Saat istirahat saya sempat berkata pada teman, pemateri kedua ini njomplang dibanding pemateri lainnya. Dari sisi literasi kurang, komunikasi apalagi, penguasaan medan tak bisa dibahas. Aduh Mak...pelatihan menulis yang diadakan sebuah badan pemerintahan itu jadi sia-sia saja kesannya karena membawa pemateri yang salah. Ia bahkan tidak mampu menjawab pertanyaan dengan taktis, terasa nggrambyang, dan terkadang tidak nyambung babar blas. Rasa-rasanya tidur jauh lebih baik daripada bertahan di ruangan.
Tapi, beberapa waktu kemudian saya tersadar. Okelah dia tak berhasil jadi penyampai pesan yang mumpuni pada materi yang dia sampaikan. Tetapi, saya juga tak perlu menyombongkan diri dengan berkata ia belum layak tayang. Toh, seorang pemateri handal sebenarnya juga belajar dari banyak kesalahan. Jika pemateri pertama dan kedua begitu enak menyampaikan itu juga disebabkan karena jam terbang.



Mendadak saya teringat suatu hari ketika seorang teman baik yang notabene ketua FLP Jember meminta saya menggantikan seorang pemateri yang waktu itu dikhawatirkan tidak bisa hadir karena ada halangan. Saya menolak. Saya bilang kalau sharing soal kepenulisan (itupun dengan waktu yang singkat, tidak lebih dari 30 menit) okelah, tapi lebih dari itu saya tidak mampu. Ilmu saya cethek. Ibarat bayi saya baru belajar melahap berbagai jenis makanan. Dengan kapasitas itu jelas saya belum mampu memberikan materi-materi yang dalam.

Sekedar cerita bagaimana awal nulis, motivasi, proses menulis hingga terbit jadi novel, dan hal-hal seperti itu saya tahu. Karena saya mengalaminya. Tapi, lebih dari itu manalah saya tahu. Suruh saya memberikan materi soal penggunaan ejaan yang baik, waduuuh...ampun DJ! Meneketehe! Lha wong soal itu saya masih harus belajar.
Maka jika saya bilang kehadirannya hari itu tidak memberikan sebuah pelajaran, saya jelas salah besar. Di balik kegagalannya menjadi pemateri (menurut saya), sesungguhnya ia juga menyampaikan pesan gamblang betapa menjadi pemateri itu tidak gampang. Kau harus paham benar apa yang hendak kau ucapkan. Bersiap apabila ada pertanyaan yang macam-macam. Kenali audiens yang hendak ditemui, agar lebih asyik saat berkomunikasi.
See, Allah itu memang Maha Baik. Dari hal sederhana, yang nampaknya tidak berarti, ada pesan luar biasa. Tinggal bagaimana kita melihatnya. Apakah kita menganggapnya sebagai suatu pelajaran atau justru bahan olok-olokan.

Salam.

https://pixabay.com/

Komentar

  1. aku juga males kalo widya iswara gag begitu enak
    apalagi yg model too much of himslef
    biasanya pas kayak gitu orang2 sibuk kenalan di gtup WA baru pelatihan
    tapi emang bener mbak
    gag gampang jadi guru

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lha itu ternyata, Mas, jadi guru atau pemateri ternyata susah

      Hapus
  2. Nggak semua orang mampu menyampaikan pesn. Bisa jadi dia tahu tapi tak tahu cara memberi tahu..Demikian juga pemateri acara. Sepakat, seharusnya memang jika mampu silakan..jika tidak , tinggalkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lha, itu dia! Memang susyeeh ternyata ngasih materi itu, Mbak, :)

      Hapus
  3. saya pikir memang ada benarnya kemampuan orang dalam memberi materi pun mungkin tak sama

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mas, bener banget itu. Apalagi kalau pematerinya pemula, hm...apa yang dipikir sama yang dikatakan bisa buyar kemana-mana, mungkin karena grogi juga.

      Hapus
  4. Biasanya dr sisi "penonton" kalau melihat pemateri membawakan presentasi/ materinya kyknya kok mudah. Pdhl di balik itu dia mungkin jg gugup, grogi, takut salah dll. Kalau udah berdiri pakai sepatunya baru deh kita paham #imho :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, itu dia Mbak April, saat kita jadi dirinya...sudahlah apa yang sudah terkonsep rapi entah kemana hilangnya.

      Hapus
  5. Biasanya dr sisi "penonton" kalau melihat pemateri membawakan presentasi/ materinya kyknya kok mudah. Pdhl di balik itu dia mungkin jg gugup, grogi, takut salah dll. Kalau udah berdiri pakai sepatunya baru deh kita paham #imho :D

    BalasHapus

Posting Komentar