TIDAK APA TAK BISA MENGUPAS SALAK, YANG PENTING PANDAI MENGUPAS KESALAHAN SENDIRI DAN BUKAN ORANG LAIN
Gara-gara Mbak Nia Ramadhani, salak mendadak viral. Bukan
salaknya langsung sih yang viral, tetapi yang lain, yang masih terkait
dengannya. Apa itu? Mbak Nia ketahuan tidak bisa mengupas salak! Itu yang bikin
orang-orang termasuk saya tersenyum geli melihat videonya yang tersebar di lini
masa. Komentar-komentar lucu terkait hal itu semakin menyemarakkan suasana. Tak
urung jadi trending topik yang bikin banyak orang tertawa, termasuk saya salah
satunya.
Akan tetapi, tak lama setelah itu saya jadi berpikir
"Apakah mengupas salak itu mutlak harus dikuasai orang seseorang?". Setelah
sejenak semedi di peraduan, pertanyaan yang saya lontarkan ke diri sendiri itu
akhirnya mendapat jawaban ,"Tidak.”
Lalu apa yang penting?
Diri yang tengah bijak menyahut mantap ,”Justru yang paling
penting itu pandai mengupas kesalahan sendiri dan bukannya orang lain.”
Acap tanpa sadar kita justru lebih pandai mengupas kesalahan
orang lain daripada kesalahan milik sendiri. Mula-mula diawali oleh prasangka.
Lalu tak segan mengorek dan mencari tahu apakah benar si A melakukan hal-hal
sesuai persangkaan kita. Ternyata ada yang membenarkan, meskipun baru katanya.
Wah, ini dia! Pucuk dicinta ulam tiba! Tanpa pikir panjang kita mulai membangun
narasi berdasarkan "katanya", lalu dibumbui hal-hal lain yang
menyudutkan si tersangka.
Akan tetapi, itu masih kurang. Ada saja
penambahan-penambahan. Yang semula tidak ada diada-adakan. Yang tak ada
hubungan, bahkan disangkutpautkan. Tanpa sadar, kita sudah menjadi pabrik hoak
lokal. Sumber berita menyesatkan yang segalanya diawali oleh persangkaan tanpa
dasar.
Atau jika tidak begitu, kita membanding-bandingkan betapa
si A, si B, atau si C tak becus seperti kita. Apa yang mereka kerjakan selalu
salah, tidak pernah ada benarnya. Setiap kali bicara siapa yang paling benar,
paling mumpuni, dan paling mengerti yang ditunjuk tak lain adalah diri sendiri.
Padahal bisa jadi kenyataannya kebalikan. Kita yang tidak paham banyak hal,
akan tetapi merasa paling pintar. Lalu mengecilkan orang lain agar terlihat
besar. Menuding orang lain tidak benar, padahal kita yang penuh kesalahan. Yang
mengesalkan, begitu diminta mencontohkan yang benar malah menolak. Itu namanya
minta dicium truk manggis, Bambang! *Looh Bambang ikut jadi sasaran dah ...
Lalu apa yang harus dilakukan agar terhindar dari hal
demikian?
Berpikir dua kali sebelum menyiarkan hasil kupasan kita atas
kesalahan orang. Bertanya balik pada diri sendiri apakah benar selama hidup
kita ini sudah kalis dari kesalahan? Jika merasa demikian (sudah kalis dari
salah dan lupa), coba tanyakan pada orang-orang di sekitar kita. Dengan
demikian kita akan berpikir ulang, apabila hendak mengupas kesalahan orang.
Kalau sampai kita kelolosan dan terbukti tidak benar, kita
pula yang kelak kerepotan. Harus klarifikasi sana-sini atau yang lebih buruk
karena gemar mengupas kesalahan orang dan menyebarkannya, aib kitalah yang
tersebar ke mana-mana. Menjadi konsumsi publik, tanpa kita sanggup mencegahnya.
Kalau sudah begini, apa yang bisa kita buat? Rasanya menyesal juga takkan
berarti. Iya ‘kan?
Lho, siapa kira-kira orang yang gemar melakukan hal-hal
begini? Pandai mengupas kesalahan orang dan bukannya diri sendiri?
Tak perlu jauh menunjuk siapa pelakunya. Karena orang itu
adalah kita, terutama saya.
Maka satu saja kesimpulan setelah menulis panjang lebar ini
kawan :
“Tidak apa-apa tidak bisa mengupas salak, yang penting pandai mengupas kesalahan sendiri dan bukannya orang lain.”
Bagaimana? Setuju? Wo, kalau begitu tos dulu kita!
Salam.
Wah judulmu sangat uwuwuwuwu mbak. Sekali baca langsung saya bilang "iya bener juga ya" pada diri sendiri. Terimakasih atas evaluasinya. Salam kenal.
BalasHapusHahaha sama-sama Kakak. Ini juga ditulis dalam rangka ngingetin diri sendiri.
HapusCucok sekali ni Mbak. Tak apa tak tahu mengupas salak yang penting bisa mengupas kesalahan sendiri. Jadi reminder nih buat saya pribadi.
BalasHapusHaha, sama Mbak. Saya nulis ini juga dalam rangka self reminder. Takutnya pinter ngupas salak, tapi lupa ngupas kesalahan sendiri.
Hapus