Tadinya aku membawa harapan besar saat diterima di salah satu restoran di Bali. Mimpi indah untuk sukses segera terbentang di depan mata. Siapa yang tahu aku akan bernasib sama dengan kawan-kawanku yang sukses di sana. Tetapi apa yang terjadi? Let see...
Minggu-minggu pertama tinggal di Bali aku merasa sangat tersiksa. Aku harus selektif mencari makanan yang tak mengandung babi. Sementara mayoritas warung terdekat menjual makanan khas Bali seperti babi guling atau sate dan gulai erwe. Iya erwe...bukan Rukun Warga tapi anjing lho.
Masalah beribadah pun jadi agak kacau karena suara adzan seringkali tak terdengar.Tiba-tiba kau baru sadar waktu shalat hanya telah berkahir saat kau melihat jam ditengah-tengah waktu kesibukan. Suara adzan baru terdengar jelas di subuh hari, menenangkan sekaligus pelampiasa rasa rindu pada kampung halaman.
Di kantor, Angela Si Mak Lampir Itali, selalu pasang muka masam jika memergoki aku sholat. Maklum sejak bom bali bisnis resto jadi lebih sepi. Dia memang berhak jengkel dengan Amrozi cs., tetapi tak adil rasanya bila dia bersikap begitu lantaran aku muslim. Tapi sudahlah, tanpa masalah itupun Angela akan menemukan hal lain un tuk disewoti. Jadi anggap angin lalu saja.
Suaminya, Fabio, nggak kalah reseh. Ada saja hal-hal kecil yang salah dimatanya terutama kalau di depan istrinya. Anehnya bila Angela tak ada dia jauh lebih santai. Saking santainya sampai rayuan mautnya pun ditebarkan pada semua orang yang berjenis kelamin perempuan. Kata Nes, anak kambing dibedaki pun jadi kalau Angela balik ke Itali.
Dan hari itu aku yang kebagian apes. Aku naik keatas tepat saat maghrib menjelang. Fabio terlihat asyik di depan kompie-nya sementara aku sibuk mengecek pembukuan. tiba-tiba Fabio berdehem dan mulai bertanya-tanya aneh soal pacar. Aku mengernyit, apa sih maksudnya bule satu ini?
" Kalau kamu mau sama aku pasti kamu bakal bahagia. Swear! Sayang lho kamu kan cantik," katanya dengah tatapan menjelajah.
Aku mulai merasa gerah.
"Ayolah...Mau kan? Sekarang aja, mumpung Angela nggak ada."
Aku melirik gerakan tangannya. Hah? Resletingnya sudah separuh terbuka? Mati aku! Tanpa ba-bi-bu lagi aku langsung menerjang pintu dan berlari keluar. Aduh maak mimpi apa aku semalam kok bisa-bisanya aku mengalami kejadian semaca ini.
"Kenapa kok kayak baru lari jauh?" Mbok Kadek dan Achi menepuk pundakku.
"Nggak.."
"Bener? Kamu nggak ketemu dengan hal aneh di atas?" Mbok Kadek tersenyum penuh arti.
Melihatku keheranan Achi langsung bercerita. Katanya di jam-jam seperti ini Bos punya kebiasaan aneh mengunci diri di kamar. Semedi? Bukan...Saat itu ia akan bercinta dengan kompienya. Makanya para karyawan tak boleh kesana saat ia sedang melakukan ritualnya itu.
"Masa?
"Nggak percaya?Mbok Kadek tuh yang suka bersihin muntahannya di lantai. Meskipun merasa jijay tapi mau gimana lagi," jelas Achi.
Kulihat Achi mengangguk-angguk meyakinkan. Haduh! Pantas sikap Fabio tadi aneh. Jelas sudah kalau aku masuk di saat yang salah. Huff! Huff! Jadi ngeriii...
Akhirnya karena selalu ketakutan aku memilih resign dari resto itu. Banyak yang menyayangkan keputusan ini tetapi mau giman lagi? Mereka tak tahu apa yang kualami. Udah segitu aja. Bubbye...Dan akupun kemblai jadi pengangguran lagi. Gelar pengacara kusandang lagi. Beli koran tiap sabtu pagi, cari lowongan lag, dan begitulah seterunya....
Minggu-minggu pertama tinggal di Bali aku merasa sangat tersiksa. Aku harus selektif mencari makanan yang tak mengandung babi. Sementara mayoritas warung terdekat menjual makanan khas Bali seperti babi guling atau sate dan gulai erwe. Iya erwe...bukan Rukun Warga tapi anjing lho.
Masalah beribadah pun jadi agak kacau karena suara adzan seringkali tak terdengar.Tiba-tiba kau baru sadar waktu shalat hanya telah berkahir saat kau melihat jam ditengah-tengah waktu kesibukan. Suara adzan baru terdengar jelas di subuh hari, menenangkan sekaligus pelampiasa rasa rindu pada kampung halaman.
Di kantor, Angela Si Mak Lampir Itali, selalu pasang muka masam jika memergoki aku sholat. Maklum sejak bom bali bisnis resto jadi lebih sepi. Dia memang berhak jengkel dengan Amrozi cs., tetapi tak adil rasanya bila dia bersikap begitu lantaran aku muslim. Tapi sudahlah, tanpa masalah itupun Angela akan menemukan hal lain un tuk disewoti. Jadi anggap angin lalu saja.
Suaminya, Fabio, nggak kalah reseh. Ada saja hal-hal kecil yang salah dimatanya terutama kalau di depan istrinya. Anehnya bila Angela tak ada dia jauh lebih santai. Saking santainya sampai rayuan mautnya pun ditebarkan pada semua orang yang berjenis kelamin perempuan. Kata Nes, anak kambing dibedaki pun jadi kalau Angela balik ke Itali.
Dan hari itu aku yang kebagian apes. Aku naik keatas tepat saat maghrib menjelang. Fabio terlihat asyik di depan kompie-nya sementara aku sibuk mengecek pembukuan. tiba-tiba Fabio berdehem dan mulai bertanya-tanya aneh soal pacar. Aku mengernyit, apa sih maksudnya bule satu ini?
" Kalau kamu mau sama aku pasti kamu bakal bahagia. Swear! Sayang lho kamu kan cantik," katanya dengah tatapan menjelajah.
Aku mulai merasa gerah.
"Ayolah...Mau kan? Sekarang aja, mumpung Angela nggak ada."
Aku melirik gerakan tangannya. Hah? Resletingnya sudah separuh terbuka? Mati aku! Tanpa ba-bi-bu lagi aku langsung menerjang pintu dan berlari keluar. Aduh maak mimpi apa aku semalam kok bisa-bisanya aku mengalami kejadian semaca ini.
"Kenapa kok kayak baru lari jauh?" Mbok Kadek dan Achi menepuk pundakku.
"Nggak.."
"Bener? Kamu nggak ketemu dengan hal aneh di atas?" Mbok Kadek tersenyum penuh arti.
Melihatku keheranan Achi langsung bercerita. Katanya di jam-jam seperti ini Bos punya kebiasaan aneh mengunci diri di kamar. Semedi? Bukan...Saat itu ia akan bercinta dengan kompienya. Makanya para karyawan tak boleh kesana saat ia sedang melakukan ritualnya itu.
"Masa?
"Nggak percaya?Mbok Kadek tuh yang suka bersihin muntahannya di lantai. Meskipun merasa jijay tapi mau gimana lagi," jelas Achi.
Kulihat Achi mengangguk-angguk meyakinkan. Haduh! Pantas sikap Fabio tadi aneh. Jelas sudah kalau aku masuk di saat yang salah. Huff! Huff! Jadi ngeriii...
Akhirnya karena selalu ketakutan aku memilih resign dari resto itu. Banyak yang menyayangkan keputusan ini tetapi mau giman lagi? Mereka tak tahu apa yang kualami. Udah segitu aja. Bubbye...Dan akupun kemblai jadi pengangguran lagi. Gelar pengacara kusandang lagi. Beli koran tiap sabtu pagi, cari lowongan lag, dan begitulah seterunya....
- inspired by Daily stories (Eudora's File)
Wah, saya sih setuju ama keputusan kamu. Jangan sampe kejadian deh, mendingan cari pekerjaan lain yang lebih 'aman'. (ngomong gampang, prakteknya susah tauk, Gar!!)
BalasHapusHehe.. keep fighting!! Salam kenal. Makasih udah mampir di blog saya. Blog kamu seru banget. Boleh di link kan?
katanya c orang bisa dipandang hebat kl bisa bertahan di situasi n kondisi yang sulit. hehehe...
BalasHapustapi ntah knapa, kali ini aku mendukung keputusanmu. hohoho. Butuh keberanian juga untuk keluar dari situasi yang sulit, di saat kita tau, di luar pun situasi gag kalah sulit.
Keep fightingggg.... hehehehe
medeni ceritone.. ono sing ga medeni gag? :D
BalasHapus