Alkisah kuda tua itu disebut Jaka Lara. Maklum didapat kala lara(=sakit) atau sengsara jaman baheula. Kata Bapak sih sebelum muncul kuda-kuda baru yang lebih keren, sepeda itu adalah pangeran di jamannya. Tapi semakin kesini semakin kesini, kuda tua itu tambah keriput, sudah nggak jaman dengan warna yang hitam pudar. Ketika saya tanya kenapa Bapak tidak membeli adik baru buat kuda kami, beliau menjawab,” Nunggu sawah di atas pohon bendho panen.”
Lha iya memangnya ada sawah nangkring diantara ranting pohon bendho? Mbok nunggu sampai kiamat ya nggak ada. Jadi intinya kata-kata Bapak itu kiasan dari hil yang mustahal….
Terus terang, Bapak menyayangi betul kuda tuanya. Dengan tangan dinginnya beliau menjaga agar si kuda tetap sehat di masa tuanya, sehingga bisa terus menjalankan kewajibannya sebagai tunggangan kami sekeluarga. Wajar, soalnya tanpa dia kami nggak bisa kemana-mana. Ialah yang berjasa mengantar kami pergi ke sekolah, dan seabreg kegiatan lainnya.
Tapi bagaimanapun juga hari perpisahan itu tiba juga. Dasar nggak rejeki si butut malah dicuri orang. Ck, ck, ck…apes betul pencuri itu, masa ndak lihat kalau si tua itu sudah sakit-sakitan. Jelas dia itu pencuri yang baru dapat SIM (surat ijin mencuri). Saya yakin dia bakal keteteran campur ngos-ngosan plus misuh-misuh (baca mengumpat) membawa kuda curian berbahan bensin campur (campur dorong maksudnya). Jujur saja cuma kami yang bisa membujuknya berjalan kencang, karena cuma kami yang paham seluk beluk si kuda tua. Tahu sendiri kan kalau kami sudah bersama-sama sejak dia baru lahir dari dealer hingga akhirnya dia dicuri orang. Ah akhirnya tutuplah kisah kuda pusaka kami, semoga si pencuri tidak menjualnya sebagai besi tua gara-gara putus asa. Semoga dia tetap menjualnya utuh sebagai penghormatan atas jasa-jasanya sebagai tunggangan kami sekeluarga.
Sekian lama berlalu…Thok! Thok! Seorang petugas berdiri di depan pintu kami. “ Oh ya Pak, kok pajak sepeda Bapak tidak pernah dibayarkan?” katanya setelah kami persilakan masuk. Semua langsung celingukan.
“Lho Pak…mau bayar pajak gimana? Lah wong sepedanya sudah digondol orang lama.”
“Oh…”
Hahahahaha….kami langsung terbahak begitu si petugas melenggang pergi. Oalah hitam, hitam meski sudah nggak ketahuan dimana kamu merumput kini, ternyata pajakmu masih ditanyakan.
Lha iya memangnya ada sawah nangkring diantara ranting pohon bendho? Mbok nunggu sampai kiamat ya nggak ada. Jadi intinya kata-kata Bapak itu kiasan dari hil yang mustahal….
Terus terang, Bapak menyayangi betul kuda tuanya. Dengan tangan dinginnya beliau menjaga agar si kuda tetap sehat di masa tuanya, sehingga bisa terus menjalankan kewajibannya sebagai tunggangan kami sekeluarga. Wajar, soalnya tanpa dia kami nggak bisa kemana-mana. Ialah yang berjasa mengantar kami pergi ke sekolah, dan seabreg kegiatan lainnya.
Tapi bagaimanapun juga hari perpisahan itu tiba juga. Dasar nggak rejeki si butut malah dicuri orang. Ck, ck, ck…apes betul pencuri itu, masa ndak lihat kalau si tua itu sudah sakit-sakitan. Jelas dia itu pencuri yang baru dapat SIM (surat ijin mencuri). Saya yakin dia bakal keteteran campur ngos-ngosan plus misuh-misuh (baca mengumpat) membawa kuda curian berbahan bensin campur (campur dorong maksudnya). Jujur saja cuma kami yang bisa membujuknya berjalan kencang, karena cuma kami yang paham seluk beluk si kuda tua. Tahu sendiri kan kalau kami sudah bersama-sama sejak dia baru lahir dari dealer hingga akhirnya dia dicuri orang. Ah akhirnya tutuplah kisah kuda pusaka kami, semoga si pencuri tidak menjualnya sebagai besi tua gara-gara putus asa. Semoga dia tetap menjualnya utuh sebagai penghormatan atas jasa-jasanya sebagai tunggangan kami sekeluarga.
Sekian lama berlalu…Thok! Thok! Seorang petugas berdiri di depan pintu kami. “ Oh ya Pak, kok pajak sepeda Bapak tidak pernah dibayarkan?” katanya setelah kami persilakan masuk. Semua langsung celingukan.
“Lho Pak…mau bayar pajak gimana? Lah wong sepedanya sudah digondol orang lama.”
“Oh…”
Hahahahaha….kami langsung terbahak begitu si petugas melenggang pergi. Oalah hitam, hitam meski sudah nggak ketahuan dimana kamu merumput kini, ternyata pajakmu masih ditanyakan.
Afin, ini kisah nyata? Kapan itu terjadi???
BalasHapus