INUYASHA BERNAMA BUKU UNIK YANG TERBUKA

Photobucket

Bukankah hati itu harusnya merdeka dan tidak terpaksa?
Maka begitulah yang dipinta
Dan jika hati itu bukan milik siapapun juga
Biarkan ia tetap mengembara dihabitatnya
Meski kau ingin meraihnya
Mungkin saja kau pernah terpesona
Tetapi ingatlah olehmu agar tetap berpijak di bumi
Luruhkan hatimu sayang kembalikan pada Empunya Bintang
Lihatlah kenyataan yang terbentang
Mampukah kau mewadahi energi yang sedemikian besar
Memberinya ruang luas untuk bergerak dan berkembang
Bukannya menghentikan dan jadi perintang?
Ia adalah ia dengan seluruh kebebasan hati dan pikiran

Jika kau tanya mengapa aku menyukainya, bahkan lebih, aku juga tak tahu mengapa. Ia kurang ajar, suka ngumpat dan menyebalkan. Lalu kenapa? Karena ia punya begitu banyak dolar, ia punya rumah dan seluruh kemapanan yang perempuan cari dari seorang pria? Kurasa bukan. Aku justru ketakutan karenanya, karena tahu aku akan terbanting sekerasnya jika hanya itu yang kulihat darinya. Siapa aku? Aku ini hanya perempuan biasa, dengan wajah dan tubuh jauh dari sempurna dan lebih suka tenggelam dalam hamparan buku di kamar. Aku tak punya kehebatan apapun untuk mengejarnya. Ndeso, begitu kata orang.

Kurasa semua mengalir begitu saja dari berbagai pembicaraan ringan yang tersemat lewat dunia maya. Impianku tentang seorang lelaki seringkali terasa mirip dengan tokoh komik Inuyasha. Dan ialah dia, Inuyasha yang menjelma dalam alam nyata meski bukan dalam bentuk Inuyasha yang sebenarnya tapi justru keunikan sifatnya.

“ Aku takut jika dia kaya dengan uang bertebaran, terlalu pintar atau terlalu tampan. Kurasa aku hanya ingin pria biasa saja, yang tak segan menyusut ingus anak-anaknya, menggendong mereka di pundak, meninabobokkan anak-anak dengan denting gitarnya dan suaraku yang sumbang, bekerjasama memasak di minggu siang, dan menghabiskan waktu dengan saling memijat,” begitu selalu candaku pada diriku sendiri, pada ibuku, juga kepada sahabat dekatku, Na, tentang pria yang kuinginkan sebagai bapak RT alias Bapak Rumah tangga dirumah sederhanaku kelak.
Lalu dia datang dengan jiwa petualang yang tak kupunya, beterbangan kemana-mana dan aku menyukai cerita-ceritanya seperti gadis kecil yang mendengar cerita ayahnya sebelum tidur. Mendadak saja aku jadi kecanduan, berpikir terus menerus agar bisa mendengar ceritanya tanpa ku sadar. Aku merasa telah menemukan dunia yang kucari padanya, sebuah kenyataan, bukan sekedar petualangan yang kulakukan melalui buku-buku di tanganku. I think he was the one! Then I said to my self,” Finally I find the world I’ve been waiting for so long.”

Aku selalu menyebutnya sebagai buku unik yang terbuka, yang disodorkan Tuhan bukan sekedar untuk dibaca tapi juga harus dipelajari dan dinikmati.
“ Jika buku itu hanya ditunjukkan sekilas oleh Sang Pengarang Besar untuk menjadi salah satu warna pelangi dalam hidup si pembaca maka buku itu hanya akan menjadi bagian dari sejarah hidupnya. Jika buku itu dipinjamkan, ia harus mengembalikan buku itu tepat pada waktunya, paham atau tidak, selesai atau tidak selesai dibaca. Namun jika buku itu diamanahkan padanya, berarti masih panjang waktu untuk menelusuri halaman demi halamannya, menemukan banyak kejutan lain (yang baik atau yang menyebalkan), belajar dan berkembang bersamanya,” begitu kutulis dalam bukuku tentang maksud kedatangannya dalam hidupku yang biasa.

Dan Tuhan, Sang Pengarang Besar, menjawab dengan hanya menjadikannya sebagai warna pelangi, yang hilang tak berbekas setelah kusaksikan keindahannya. Apa aku merasa kehilangan? Kurasa ya, takkan mudah bagiku menghapus lukisan yang pernah kugoreskan pelan-pelan. Sebuah kerelaan mendoakannya berbahagia dengan bunga dalam genggamannya saja aku tak punya.



“Kita begitu berbeda dalam semua kecuali dalam cinta,” begitulah bunyi akhir syair Ost. Gie yang sering kudengarkan. Tetapi dalam keluhku aku justru berkata ,” kita begitu berbeda dalam semua terlebih dalam cinta”.

Lalu hatiku yang memerah api berbisik ,” Bangun! Percikkan air ke mukamu ! Berhentilah berhayal tentang buku unik yang terbuka itu, Nona. Kau hanya sepenggal kisah yang takkan diingatnya. Lihatlah kenyataan, kau bahkan tak berarti apa-apa.”
Aku hentikan langkah, aku menjauh dan memasang garis batas. Kukembalikan remukan harapanku dalam kotaknya lagi sembari berkata,” Aku butuh jeda untuk kembali mengangkasa luas.”

Photobucket

Dalam sunyi kubiarkan sisi jernih hatiku berkata ,” Kurasa aku harus membiarkannya terbang, membangun sarang di satu sudut jalan, dengan beranda kecil di halaman belakang yang menghijau, untuk minum kopi bersama kekasihnya, pelabuhan terakhir yang dicarinya.
Aku harus mampu melepaskan impian menari dan berpetualang di hutan dengan kamera bersamanya, sesuatu yang hanya ada di otakku dan bukan padanya.”
Bendera hitam telah berkibar, kelebatnya telah menyeruak di dalam jiwa. I lost it beforeI fight for it…Tiba-tiba saja aku enggan bertemu dengannya, enggan sebelum hati yang kelam ini padam.

Beribu bintang yang berkelip riang
Tak satu pun tersenyum padaku
Kosong terasa di dalam relung hati dan jiwaku
Kosong didalam hidupku
Kosong di dalam hati
Kosong di dalam jiwaku

Kunyanyikan lagu Kosong-nya Astrid itu dalam tarian gelisah ketika dengan malu aku sadari aku masih memikirkannya hingga kini. “Why does it hurt me so?” gugat hatiku, mempertanyakan haru biru perasaanku atas seseorang yang tak pernah berdiri begitu dekat denganku, yang hanya bisa kutemui selama aku ada dan bermain di dunia maya. Dan aku terdiam, tak tahu bagaimana memberi jawaban.

Ah, ya…pada akhirnya sebuah kesadaran menyeruak, aku mengerti apa yang terjadi, seringkali kita melakukan kesalahan dalam membaca tanda, lalu berharap sesuatu yang Tuhan jawab dengan kebalikan. Aku ingat ibuku berkata kebijakan akan muncul ketika kita bisa melewati suatu kejadian, ia akan mendewasakanmu meski terasa pahit saat ditelan. Dan kehilangan itu, meski terasa menyakitkan, ingin kumaknai sebagai anugerah Tuhan saat ia ingin melihat kesungguhan hambanya belajar memahami bahwa dalam hidup tak semua hal bisa kita dapatkan.

“Innamaa amruhuu idzaa aroda syaian ayyaquula lahuu kun fayakuun, sesungguhnya apabila Allah menghendaki sesuatu hanya dengan perintahnya:” Jadilah” maka jadilah ia.”
Maka aku kembalikan semua kejadian dalam hidupku pada-Mu, Tuhan, karena Engkau Maha Tahu apa yang terjadi di depan. Padamkanlah badai di hatiku yang kelam, karena ia menutupi kejernihan hati, menghalangi seluruh ketulusan, merintangi keikhlasan dan membuat hatiku penyakitan.

Done, February 5th, 2008, 21.55 J


“ akhirnya siapakah samurai yang kemudian datang dengan jiwa petualang dan kearifan pada penyuka Inuyasha itu? Diakah?

Photobucket

Tunggulah sambungannya setelah dia temukan, kalo belum nemu juga wah berarti sambungannya belum akan ditulis dalam waktu dekat

Sendiri dalam sunyi, bersama derai hujan dan berteman :
Ost Ayat-Ayat Cinta…Namun harus kutinggalkan cinta ketika ku bersujud
Ost Gie (Puisi Cahaya bulan…bener gak nih judulnya ya?)
Ost heart ( Kehilangan), Putih ( Sampai Mati), Denting gitar klasik (endless love), Dream Theatre (Spirit Caries On), Nicka Costa ( First Love)
Lagu rock Jadul Powerslaves (Jika Kau Mengerti) & Grass Rock (Masih Adakah)
Garry Barlow “ Love, it has so many beautiful faces-Forever Love”
Buku-buku berjudul Ini Rumah Kita Sayang…nya Gola Gong dan Tyas Tatanka serta Sabda-Sabda Cinta-nya Najib Kailany













Komentar

  1. Firman??jauh sekali dari Inuyasha deh mbak..

    BalasHapus
  2. Inuyasha bukannya sampe sekarang masih bingung?
    pilih Kagome ato Kikyo .. ^^

    BalasHapus

Posting Komentar