Hari itu anak kelas 6 A, SDN 2 Genteng sedang sibuk berdandan. Hari itu mereka akan berfoto untuk ijazah kelulusan mereka. Masing-masing terlihat ceria, kecuali gadis mungil bernama Aika. Berbeda dengan kawan-kawan lainnya, nampak ada kecemasan yang ia simpan dimatanya. Tapi dengan pintar ia sembunyikan semua dibalik canda dan tawanya, hingga tak ada yang menyadarinya sampai seseorang menyeletuk ," Kemana Aika? Bukankan sebentar lagi gilirannya difoto?"
Semua tersadar. Aika hilang! Atau lebih tepatnya menghilang. Kemana dia? Wali kelas 6 A sudah berulang kali memanggilnya. Apa dia sakit? Tapi tadi dia tidak menunjukkan tanda-tanda itu?
Dua orang gadis berjalan mencari Aika dan menemukannya sedang sendirian di dalam kelas. Didatanginya gadis kecil yang sedang menangis itu dengan sapaan hangat. Aika mendongak, menatap dua kawannya. Sepasang air mata bergulir menjatuhi pipi merah mudanya.
" Kenapa, Aika?"
" Aku malu. Aku paling kecil diantara mereka."
Oh jadi ini yang membuat Aika enggan berfoto bersama? Kedua gadis itu tersenyum mahfum. Mereka bayangkan bagaimana rasanya jika jadi Aika. Betapa tak nyamannya berdiri di depan kamera, terutama di depan semua orang, dengan tubuhnya yang berukuran mini sementara teman-temannya yang lain normal (setidaknya normal menurut ukurannya)
" Tak apa... Ayolah...Kau nanti bisa foto sendiri kalau mau. Bu Guru pasti mengerti."
Percakapan antara tiga gadis itu terus berlangsung. Bujukan dan rayuan terus dilontarkan kepada Aika, hingga Aika yang tadinya bersikeras tak mau mengikuti sesi foto itu melunak dengan sendirinya. Diantar dua kawannya, ia pergi kearah utara, menyusuri kelas-kelas yang berjajar rapi untuk kemudian menuju samping perpustakaan.
Cekrek! Sang fotografer telah mengambil gambar Aika, meski kesembaban masih mengawang di matanya.
Semua tersenyum lega. Termasuk dua orang gadis yang tadi mencari dan membujuk Aika. Salah seorang diantaranya hampir menangis.
Dan tahukah kau siapa gadis yang matanya berkaca-kaca itu? Akulah dia. Aku tak tahu kenapa dulu aku melakukan itu untuk Aika, mungkin saja karena jauh di dalam hati aku berharap akan ada seseorang yang mengulurkan tangannya padaku saat aku butuh dukungan.
Lebih dari itu dimasa dewasaku, aku mengerti seringkali hal kecil yang kau lakukan dengan ketulusan lebih berarti ketimbang satu hal besar yang kau berikan dengan setengah hati.
a story (based on my childhood story)
thank's to Ka
thanks juga untuk orang-orang yang tanpa sadar telah menyemangatiku dengan hal-hal kecil itu
Semua tersadar. Aika hilang! Atau lebih tepatnya menghilang. Kemana dia? Wali kelas 6 A sudah berulang kali memanggilnya. Apa dia sakit? Tapi tadi dia tidak menunjukkan tanda-tanda itu?
Dua orang gadis berjalan mencari Aika dan menemukannya sedang sendirian di dalam kelas. Didatanginya gadis kecil yang sedang menangis itu dengan sapaan hangat. Aika mendongak, menatap dua kawannya. Sepasang air mata bergulir menjatuhi pipi merah mudanya.
" Kenapa, Aika?"
" Aku malu. Aku paling kecil diantara mereka."
Oh jadi ini yang membuat Aika enggan berfoto bersama? Kedua gadis itu tersenyum mahfum. Mereka bayangkan bagaimana rasanya jika jadi Aika. Betapa tak nyamannya berdiri di depan kamera, terutama di depan semua orang, dengan tubuhnya yang berukuran mini sementara teman-temannya yang lain normal (setidaknya normal menurut ukurannya)
" Tak apa... Ayolah...Kau nanti bisa foto sendiri kalau mau. Bu Guru pasti mengerti."
Percakapan antara tiga gadis itu terus berlangsung. Bujukan dan rayuan terus dilontarkan kepada Aika, hingga Aika yang tadinya bersikeras tak mau mengikuti sesi foto itu melunak dengan sendirinya. Diantar dua kawannya, ia pergi kearah utara, menyusuri kelas-kelas yang berjajar rapi untuk kemudian menuju samping perpustakaan.
Cekrek! Sang fotografer telah mengambil gambar Aika, meski kesembaban masih mengawang di matanya.
Semua tersenyum lega. Termasuk dua orang gadis yang tadi mencari dan membujuk Aika. Salah seorang diantaranya hampir menangis.
Dan tahukah kau siapa gadis yang matanya berkaca-kaca itu? Akulah dia. Aku tak tahu kenapa dulu aku melakukan itu untuk Aika, mungkin saja karena jauh di dalam hati aku berharap akan ada seseorang yang mengulurkan tangannya padaku saat aku butuh dukungan.
Lebih dari itu dimasa dewasaku, aku mengerti seringkali hal kecil yang kau lakukan dengan ketulusan lebih berarti ketimbang satu hal besar yang kau berikan dengan setengah hati.
a story (based on my childhood story)
thank's to Ka
thanks juga untuk orang-orang yang tanpa sadar telah menyemangatiku dengan hal-hal kecil itu
Sadar atau tidak, banyak orang yang telah menyemangati kita, membagi kekuatan pada kita... siapapun mereka, musuh sekalipun :)
BalasHapusDi mana kah Aika sekarang?
Cerita ini mengingatkan dirikyu akan masa kecil :D hehehehe.. ya, sama2 masa kecil dengan kisahmu ini, sis...