Sudah biasa mendengarkannya cerita. Panjang lebar. Lagi-lagi tentang perempuan. Membosankan, hanya sekedar ham-hem saja reaksi yang keluar. Sementara mata tetap menatap ke depan, pada layer computer sambil mengetikkan angka-angka. Biasalah, mengerjakan nota. Si pencerita tak sadar si pendengar tak benar-benar mendengar. Pikirannya sibuk melayang-layang, menuliskan satu persatu paragraph tentang bagaimana harusnya menilai perempuan.
“ Menilai perempuan harusnya jangan hanya dari ukuran dada dan pinggang. Mana bisa itu jadi patokan. Sebab perempuan lebih kompleks dari sekedar ukuran. Bisa jadi ukuran si perempuan ideal seperti model-model iklan. Tapi adakah semua itu mencerminkan bagaimana si perempuan? Tidak. Ukuran dada dan pinggang hanya akan menimbulkan ketercengangan, decak kekaguman. Namun sesungguhnya ukuran yang harus diperhitungkan adalah di bagian dalam. Ketika ia tersenyum melihatmu datang. Sabar menghadapi omelanmu sewaktu mantel hujan yang kau pakai kemarin lupa ia bersihkan. Tetap mendampingimu bahkan ketika kau jatuh dan kebingungan mencari pekerjaan. Tak pernah mengeluh walaupun umpatanmu tiap hari melayang padanya dengan ringan. Selalu melayanimu tak peduli betapa capeknya ia. Yang melahirkan anak-anakmu dan mengasuhnya sementara kau sibuk dengan duniamu dan menolak saat kau mintai bantuan memegang mereka dengan alas an- aku telah capek bekerja seharian.”
“ Menilai perempuan juga tak bisa diukur dari kemulusan kulit tubuh dan wajah semata. Memang tak bisa disangkal jika faktor itu adalah daya tarik perempuan. Tapi sampai berapa lama bisa bertahan. Pada satu masa nanti toh kulit itu akan mengerut juga, putih wajahnya akan dipenuhi bintik-bintik selayaknya nenek-nenek seusianya. Pssst…jangan mudah terpesona dengan hal-hal sedemikian rupa. Cobalah cari tahu lebih dalam berapa harga yang ia butuhkan untuk kulit bening cling serta wajah bebas minyak, komedo apalagi jerawat?
Lalu bandingkan dengan istrimu yang kulitnya katamu kasar dan kusam. Kemudian tanyakan pada dirimu sendiri jika kau tuntut istrimu secantik dia pernahkah kau memberinya uang lebih untuk itu? Pernahkah?
Jika belum lakukanlah, dan lihat apa yang terjadi kemudian. Aku ingin tahu apa reaksimu melihat istrimu secantik perempuan yang kau kagumi itu. Masihkah kau mencela atau justru berbalik termehe-mehe padanya. “
“Jika kau selalu menyanjung perempuan itu karena tubuh langsingnya, kenapa kau tak melakukannya untuk istrimu juga? Jangan hanya mencela karena ia telah menjadi sedemikian bengkaknya tak seperti dulu kala saat ia masih remaja. Well, itu adalah proses alam kawan. Cobalah cari tahu lewat internet atau bacaan, agar kau berpengetahuan mengapa tubuh perempuan jadi kendor setelah melahirkan. Setelah itu sarankan dia untuk ikut senam. Mungkin hal itu tak membuat berat badannya turun mendadak tapi bisa membuatnya jauuuh lebih kencang.”
“Tapi jangan heran setelah semua tawaran untuk merawat diri dan senam itu ia tolak dengan halus. Ia melakukan itu bukan karena tak ingin menyenangkanmu, tapi justru berpikir simple saja. Ketimbang uang dihamburkan untuk hal-hal semacam itu bukankah jauh lebih baik jika disimpan. Barangkali sewaktu-waktu dibutuhkan. Bukankah anak-anak mulai besar. Sebentar lagi akan kuliah dan membutuhkan dana lumayan besar? Dan sebagainya dan sebagainya…”
“ Maaf jika aku sok tahu ya. Aku tahu usiaku jauh dibawahmu, belum menikah apalagi punya anak. Belum merasakan asam garam kehidupan seperti yang orang-orang katakan, tapi aku banyak melihat dan mendengar. Karena itulah aku mengatakan balik padamu apa yang kuketahui itu. Syukur jika kau mau mendengarku bicara, jika tidak pun taka pa-apa.”
Paint It Black-nya Apocalyptica mengalun kencang dari ponsel-ku. Membuyarkan angan, mengajakku kembali dari pikiran yang melayang-layang.
“ Hallo?” aku terima telepon itu. Ternyata dari seorang sales kanvas, menanyakan berapa harga mitu clean wipes box. Tak butuh waktu lama percakapan itu usai juga.
Kulihat ruangan kosong. Hanya aku, komputer, suara desis printer, meja-meja dan kursi. Si pencerita sudah pergi. Aku kembali berkonsetrasi pada pekerjaanku lagi.
picture taken from www.fotokita.net
Komentar
Posting Komentar