Kawangsari masih terdengar asing di
dunia wisata Banyuwangi. Terletak di kampung Kawangsari, desa Wringin Putih,
kecamatan Muncar, blok mangrove ini belum banyak dikenal oleh masyarakat luas.
Berbeda dengan Pulau Merah, Teluk Ijo, atau justru Kawah Ijen yang sudah
mendunia, kawasan ini baru saja muncul ke permukaan.
Untuk mencapainya Anda harus melajukan
kendaraan menuju desa Tembokrejo, langsung menuju desa Wringin Putih. Dari
jalanan beraspal desa ini, Anda akan diarahkan menuju Kawang, melewati
rumah-rumah penduduk yang berselang-seling dengan areal persawahan. Perjalanan
mendekati akhir bila Anda mendapati deretan tambak-tambak yang memanjang di kiri-kanan
jalan.
Di terik siang itu, tambak-tambak tampak
lengang. Tidak ada aktivitas apapun karena sudah lama ditinggalkan. Di masa
silam tambak-tambak ini pernah berjaya. Setiap hari dipenuhi aktivitas dari
pemilik dan pekerja tambak yang sibuk mengurusi benur hingga jadi udang siap
ekspor. Tetapi, fenomena penyakit “white
spot” yang menyerang tambak-tambak udang bertahun-tahun silam, membuat usaha ini mulai ditinggalkan. Untuk membangunnya kembali butuh biaya yang
mahal. Sehingga banyak pemilik tambak
yang kemudian menonaktifkan lahan tambak miliknya. Tetapi, beberapa bertahan.
Dan tetap mengurusi tambaknya hingga sekarang.
SUDAH
BANYAK PERUBAHAN
Setahun lalu tak ada apapun disini, sejauh mata memandang hanya sunyi |
Setahun silam saat saat saya dan
teman-teman datang, yang kami temui di Kawang hanya kesunyian. Tak ada apapun
kecuali geliat bakau dihembus angin, rumput-rumput liar, serta cemara muda yang
sengaja ditanam untuk program reboisasi pantai. Sesekali kesunyian dipecah oleh
suara burung-burung yang tak nampak wujudnya. Tersembunyi diantara lebatnya
kanopi bakau, hingga hanya kepak dan suaranya saja yang tersampai pada kami.
Kadang terdengar kaok-kaok burung entah jenis apa, menyelusup diantara sunyi. Meski tidak sering
terdengar tetapi suaranya yang keras terdengar dominan. Tak jarang, beberapa
kadal dan kepiting kecil bertangan merah muncul menjadi teman sembari kami
mengipas-ngipasi ikan yang tengah kami bakar.
Areal yang dulu sunyi kini menjadi kawasan Konservasi Mangrove dan Cemara Kawang |
Tetapi, kini Kawangsari atau Kawang sudah
banyak berubah. Blok mangrove yang kini dikenal sebagai Kawasan Konservasi
Mangrove dan Cemara Kawang tak lagi sunyi. Perawan yang dulu tersembunyi di
antara tambak-tambak yang terbengkalai itu kini telah menunjukkan tajinya.
Menggeliat dan berangsur menjadi primadona wisata baru di kawasan Banyuwangi.
KAWANGSARI,
SEMAKIN MOLEK KINI
Berada di teluk Pang-pang, kawasan konservasi
Kawang semakin menarik hati. Jika dulu nampak kotor dan tak tertata rapi, kini
kondisi tempat wisata ini telah berubah.
Rumput-rumput liar sudah dibabat. Cemara-cemara muda telah tumbuh dan
memayungi sebagian besar dataran kosong yang ada di area ini. Fasilitas dasar seperti kamar mandi dan
mushola, juga dibangun disana, meski sederhana. Warung-warung makan yang
menjajakan menu-menu sederhana pun sudah tersedia.
Sekumpulan orang sedang berteduh dibawah naungan cemara |
Yang paling mengasyikkan adalah
kemudahan bagi pengunjung untuk menjelajahi kawasan ini. Jika dulu harus
menanti air laut surut untuk bisa menjelajahi Kawang, kini tidak lagi. Orang
bisa menjelajahi hingga tepi pantai Kawang dengan jembatan bambu yang sengaja
dibangun untuk menghubungkan areal hutan cemara hingga ke ujung hutan mangrove.
Jangan lupa mengabadikan perjalanan Anda disini. Percayalah, tempat yang alami
ini memiliki banyak spot yang asyik untuk dijadikan obyek fotografi!
Jembatan cinta dari atas menara |
Di ujung hutan mangrove, jembatan tak
berhenti. Tetapi dibangun menyerupai bentuk love.
Anda bisa berselfi disini, berlatarkan lebatnya hutan mangrove atau justru
pemandangan laut lepas, sementara angin laut dan sinar matahari menerpa wajah.
Tak puas berada disini Anda bisa berpindah ke menara pandang. Dari atas menara
ini, Anda bisa memotret jembatan cinta tersebut secara penuh. Tidak perlu takut
jatuh. Menara ini cukup kokoh untuk menopang
selagi Anda memotret. Ukurannya tak terlalu besar, tetapi tersedia cukup
ruang bagi Anda untuk bergerak bersama beberapa teman. Akan lebih menyenangkan
jika acara duduknya diselingin dengan makanan. So, jangan lupa bawa perbekalan.
Entah berupa makanan kecil atau makanan berat. Malas bawa dari rumah? Beli saja
di bagian depan, tepat di sisi kiri pintu masuk. Disana tersedia makanan yang
Anda butuhkan.
Oh ya, bagi Anda yang tak terbiasa
dengan ketinggian, menaiki menara pandang memang bikin gamang. Jadi, jika Anda
tak berani lebih baik berada di dasar saja. Ini lebih aman bagi Anda. Tak perlu
cemas tak ada tempat untuk duduk di lantai dasar menara. Bagian ini cukup
lapang juga. Sepuluh orang duduk disini pun masih bisa.
BANJANG-BANJANG
NUN DI KEJAUHAN
Banjang-banjang dari atas menara, hanya nampak serupa garis-garis panjang tipis di kejauhan |
Dari ujung jembatan cinta, Anda akan
disuguhi pemandangan berupa konstruksi bambu di tengah lautan. Konstruksi macam
itu tidak aneh bagi penduduk lokal, tetapi jelas asing bagi para pelancong.
Oleh penduduk lokal konstruksi tersebut dinamai banjang. Banjang merupakan alat
penangkap ikan secara tradisional, dimana bambu sebagai tiang dan jaring
sebagai pembatas. Biasanya terdiri dari beberapa bagian yaitu kantongan, kamar
satu dan kamar dua, pani, serta penaju. Pani merupakan berfungsi sebagai mulut
banjang, sedangkan penaju berguna sebagai penggiring ikan untuk masuk ke dalam
banjang. Sementara kantongan beserta kamar satu dan dua merupakan tempat
nelayan memanen ikan.
Tak semudah kelihatannya, berjalan menyusuri pantai Kawang yang surut butuh usaha tersendiri |
Untuk mendekatinya, Anda bisa turun
melewati undakan kecil di ujung jembatan cinta, dan berjalan menyusuri pasir
pantai Kawang. Tidak seperti berjalan di pantai biasa, berjalan di pesisir
pantai Kawang butuh effort lumayan.
Pasalnya dataran yang terhampar merupakan campuran lumpur dan pasir yang
ketebalannya bervariasi, antara 10-50 cm. Kondisi ini membuat dataran di tepi
bakau itu tidak mudah dilalui. Bila Anda memakai sandal jepit sebaiknya dilepas
saja, sebab kalau terjeblos dalam lumpur akan sulit diambil. Kalau dipaksa,
sandal malah bisa putus dan tinggallah Anda gigit jari. Selain itu Anda juga harus hati-hati, sebab
ada ranjau disini. Bukan ranjau betulan, melainkan pecahan kerang pantai yang
tajam. Jika Anda tak hati-hati, wew...bisa menggores kaki, euy!
Sayangnya Anda tak bisa melakukannya di
saat pantai rob seperti sekarang. Jika Anda ingin mendekat banjang-banjang ini,
pastikan laut dalam kondisi surut. Sehingga Anda bisa berjalan tenang menyusuri
pantai hingga ke areal tersebut.
MENARA
KEMBAR, SPOT BARU YANG MENAWAN
Kini tak hanya jembatan cinta (atau
aslinya bernama jembatan anti galau) yang jadi destinasi utama disana. Tetapi,
ada juga menara kembar yang baru saja dibangun sebagai tujuan melancong
lainnya. Dari pintu masuk, Anda akan menemukan sebuah jembatan lain yang
menghubungkan daratan kawasan Kawang, yang sengaja dirancang berliku, membelah
kelebatan hutan bakau.
Jembatan bambu diantara bakau di kawasan Konservasi Mangrove dan Cemara Kawang |
Di awal, deretan pohon bakau yang menjulang akan menyambut Anda. Seperti biasa, sepanjang alur jalan, suara “krek-krek” khas jembatan bambu,
akan menemani sepanjang perjalanan. Bersama kesiur angin yang berhembus,
aduh...rasanya perjalanan jadi kian menyenangkan.
Seperti halnya di jembatan pertama,
disini pun rasanya tak lengkap jika tak selfie atau wefie bersama teman. Tak lupa
pula mengabadikan keindahan Rhizopora sp.,
yang menaungi jembatan. Dimana ranting-rantingnya yang terjulur dipenuhi oleh
daun berwarna hijau segar. Mendekati ujung hutan bakau, terdapat peristirahatan
yang dibangun di kiri dan kanan jembatan. Anda dan sejawat bisa beristirahat
disini, menikmati semilir angin sembari menyesap minuman.
Namun, jika Anda ingin cepat sampai ke
menara kembar, terus saja jalan. Di ujung jembatan ada dua buah menara pandang,
yang sengaja dibangun untuk kenyamanan para wisatawan. Jika malas naik ke
lantai atas, Anda bisa duduk di bagian lantai dasarnya, sembari menikmati ombak
yang bergerak pelan ditiup angin siang. Tak hanya ombak yang senang ditiup
angin, Anda pun demikian. Berasa betul sejuknya duduk di tempat ini. Segenap
letih dan penat serasa kabur tatkala wajah dan tubuh dibelai angin-angin
pantai.
Rhizopora sp., yang tumbuh lebat di kawasan Kawang |
Tetapi, tidak hanya pemandangan indah
saja yang bisa Anda dapatkan di kawasan Konservasi Mangrove dan Cemara Kawang.
Anda juga bisa sekalian belajar disini. Di beberapa tempat Anda akan melihat
papan nama yang menjelaskan bahwa pohon bakau yang Andai lewati adalah jenis Rhizopora apiculata. Di tempat lain, ada
juga papan yang menunjukkan jenis rajungan atau kepiting apa yang menjadi
penghuni pantai Kawang. Bahkan terpajang pula papan yang berisi penjelasan
tikus jenis apa yang ada di wilayah tersebut.
Nah, kawan tunggu apalagi? Ajaklah teman untuk
menerobos firdaus mini di Kawangsari.
Segera pesan tiket pesawat atau kereta api
serta tempat menginap via tiket.com untuk liburanmu nanti. Dan rasakan sendiri betapa
menakjubkan pemandangan di areal Konservasi Mangrove dan Cemara Kawang ini.
Subhanallah, indahnya... tfs Maak
BalasHapussama-sama Mbak Sandra
Hapusapike fin jembatan dengan view laut lepas ituuuh
BalasHapusiya Mbak, bagus banget memang
Hapuswaa ada menara eifel :D
BalasHapusHehehe....menara eifel konstruksi lokal
Hapuskangen ke banyuwangi lagi :)
BalasHapushayuuuk, kemareeey Mbak Avy. Jalan-jalan lebih jauh lagi.
HapusAku penasaran pgn rasain jalan di pantai kawangnya itu. Beneran susah ya mba... Kapan2 hrs didatangi sepertinya :)
BalasHapus