"SKM Bukan Susu" Harus Digalakkan Agar Masyarakat Kian Paham

SKM Bukan Susu (Pexels/Anna Tis)


Siapa yang tak kenal dengan susu kental manis (SKM)? Bertahun-tahun lamanya kita termakan iklan yang menunjukkan bahwa SKM bagus untuk dikonsumsi dalam keseharian.  Tak heran jika orang tua acap menjadikan cairan manis ini minuman bagi anak-anaknya.

Susu kental manis sendiri dibuat dengan cara menghilangkan sebagian besar air dari susu sapi.  Cairan kental yang tertinggal kemudian ditambah dengan gula dan dikalengkan. 

Perlu diketahui meskipun merupakan produk susu,  kental manis justru bukan minuman yang baik untuk mendukung kesehatan dan pertumbuhan anak. Terlebih bagi balita. Bahkan tidak dianjurkan untuk mengkonsumsinya setiap hari karena mengandung kadar gula yang tinggi.

Mengapa demikian? Jawabannya karena kandungan gula yang tinggi dalam kental manis bisa mendorong terjadinya kenaikan berat badan jika dikonsumsi anak secara rutin. Dampaknya anak akan mengalami obesitas, yang berefek buruk bagi kesehatan.

Kondisi semacam ini tentu tak bisa dibiarkan. Masyarakat harus mendapatkan pengetahuan yang benar bahwa susu kental manis yang tinggi kandungan gula tersebut bukan minuman untuk anak.

Oleh sebab, itu Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) tak tinggal diam. Mereka memilih bergerak ketimbang menunggu pemerintah   dan produsen SKM melakukan sosialisasi mengenai SKM bukan susu. YAICI kemudian berkeliling ke delapan propinsi di Indonesia untuk melakukan edukasi mengenai hal ini. Setelah sempat terjeda karena pandemi, pada tahun 2022 YAICI mulai melanjutkan kembali program edukasi ke berbagai daerah seperti yang dilakukan di Banyuwangi pada hari 
Sabtu, 5 Maret silam.

YAICI dan PP Muslimat NU berkomitmen lakukan edukasi tentang gizi dan cara tepat konsumsi kental manis


Dalam kesempatan ini, Arif Hidayat selaku Ketua Harian YAICI  menjelaskan bahwa program edukasi di Banyuwangi  dilakukan bersama PP Muslimat NU. Diantaranya adalah edukasi dan sosialisasi melalui kader, edukasi langsung ke masyarakat, penelitian hingga penggalian data langsung ke masyarakat yang mengkonsumsi susu kental manis. 

Lebih lanjut Arif menjelaskan bahwa mereka menemukan persoalan-persoalan yang yang beragam di lapangan terkait konsumsi susu kental manis. Ada orang tua yang memang tidak tahu mengenai kandungan susu kental manis, sehingga memilih SKM bagi anaknya. Namun, ada pula yang sudah tahu, tetapi masih memberikan juga. Selain harga murah, kesukaan anak terhadap kental manis menjadi pertimbangan orangtua tua dibalik alasan mengapa memberikan SKM yang jelas-jelas bukan susu.

Arif juga menambahkan, dalam kunjungan YAICI ke desa adat Kemiren di Banyuwangi, YAICI melakukan penggalian kebiasaan konsumsi susu kental manis oleh masyarakat. Dalam perbincangan tersebut YAICI mendapati bahwa masyarakat di sana sudah mengetahui bahwa susu kental manis ini tidak boleh diberikan kepada anak. Mereka juga mengaku tidak ada yang mengkonsumsinya.

Namun,  fakta berbeda justru diperoleh dari anak-anak.  Ditemui kala sedang bermain, anak-anak tersebut mengatakan tahu tentang produk susu kental manis. Mereka  mengaku suka mengkonsumsinya sebagai minuman.

Masih di hari yang sama, YAICI juga melakukan wawancara sekaligus sosialisasi mengenai SKM bukan susu di kecamatan Banyuwangi. Martina, perempuan 30 tahun yang ditemui YAICI siang itu mengatakan anak-anaknya mengenal SKM dan meminumnya.  

Yuli Supriati menyampaikan SKM bukan susu yang tepat untuk dikonsumsi oleh anak-anak


Disinggung soal alasan pemberian SKM pada anak, rupanya jawaban Martina tak jauh beda dengan  alasan yang disampaikan warga Kemiren. Perempuan lima anak ini menjelaskan jika harga yang terjangkau  dan kesukaan anak  menjadi bahan pertimbangannya.

YAICI yang siang itu diwakili oleh Yuli Supriati kemudian menyampaikan padanya bahwa SKM bukan susu yang tepat untuk dikonsumsi oleh anak-anak. Bahkan menghimbau agar selanjutnya tidak menggunakan SKM lagi  sebagai minuman mereka.

Selanjutnya Yuli berharap penggunaan SKM dikembalikan sesuai peruntukannya, yaitu sebagai topping atau penambah rasa makanan. Bukannya dikonsumsi oleh balita atau malah menjadi pengganti ASI sebagaimana persepsi yang berkembang selama ini. 

SKM bukan untuk balita atau malah menjadi pengganti ASI.

"Mudah-mudahan ke depan semua sudah bisa di edukasi. Ini memang butuh perjuangan ya, karena selama saya bersama YAICI … bersama mitra 4 tahun mengedukasi ini, bahkan ibu-ibu yang sudah di edukasi pun banyak yang masih tetap memberikan anak-anaknya dengan kental manis sebagai minuman susu," ujar Yuli.

Yuli menceritakan bahwa jawaban yang dikemukakan terkadang tak masuk akal. Rasa malu pada tetangga menjadi alasan mengapa ada ibu yang tetap memberikan SKM sebagai minuman pada anak-anaknya  walaupun tahu SKM bukan susu.


Melihat kenyataan ini sosialisasi dan edukasi "SKM Bukan Susu" harus digalakkan agar masyarakat kian paham. Dengan demikian kedepannya tak ada lagi yang menyajikan SKM sebagai sumber energi dalam proses tumbuh kembang anak.

Komentar

  1. Kegiatan edukasi semacam ini sangat bermanfaat ya. Soalnya masih masyarakat yang memang belum paham kalau SKM itu bukan susu. Apalagi kaitannya dengan nutrisi dan kesehatan anak.

    BalasHapus
  2. Kalau zaman dulu memang wajar ya masih ada yg belum paham ttg gizi SKM ini, saya pun termasuk yg suka minum susu ini waktu kecil, tapi sekarang seiring dengan banyaknya informasi masyarakat harus tau ttg dampak SKM ini terutama buat anak

    BalasHapus
  3. Edukasi seperti ini memang harus digalakkan ke seluruh lapisan masyarakat terutama masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah.

    Sedih karena dalam prakteknya banyak bayi dan batita yang udah dikasih Kental manis yang kaya gula namun miskin nutrisi

    BalasHapus
  4. Sudah terlambat memang karena anggapan SKM itu minuman bergizi berlangsung semenjak saya kecildanbaru sekarang-sekarang diinfokan ternyata tidak tepat disebut susu. Namun, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Semoga banyak orang tua yang lebih teredukasi lagi akan hal ini.

    BalasHapus
  5. Salah kaprah sejak aku kecil maak dulu karena terbatas biaya konsumsi susu aku susu kental manis coklat itu sudah mewaaah dan beli kalau ada uang lebih.
    Duh duh duh ternyata yaa kandungan susunya dikit dominasi gula ya makk

    BalasHapus
  6. Kalau jaman kita dulu menganggap SKM sebagai susu ya, sekarang informasi penting seperti ini harus disebarluaskan agar masyarakat tidak salah kaprah lagi

    BalasHapus
  7. Bagus ada edukasi kayak gini, biar makin banyak orang yang tahu dan gak salah kaprah lagi. Makin penting buat para orang tua yg punya balita, maksud hati pengen anak sehat trus ngasih SKM ke anak dengan perlakuan seperti susu. Padahal kadar gula SKM lumayan tinggi, malah rentan sakit klo diberikan terlalu sering.

    BalasHapus
  8. Ini sudah pernah heboh kan ya mba, dan akhirnya FF menghilangkan kata susunya akhirnya jadi kental manis aja. Agak disayangkan sih pas kasusnya naik baru diganti, soalnya emang kadar gulanya tinggi dan kurnag bagus untuk anak

    BalasHapus
  9. Setuju kak, harus terus diedukasi ttg hal ini Masalahnya di beberapa kemasan, penamaan produknya masih ada yg SKM. Kan harusnya kental manis saja ya.

    BalasHapus
  10. Kesalahan yang turun temurun sih ini. Semoga tetap semangat tim yang mengedukasi meski tak mudah tapi InsyaAllah tetap membuahkan hasil indah ke depannya. 😇

    BalasHapus

Posting Komentar