KUPU-KUPU DI ATAS KAPAL
19 April, sepanjang penyeberangan Gilimanuk-Ketapang…
Zwing! Mata-mata mahkluk berjenis kelamin pria mendadak terfokus ke satu titik saat seorang perempuan berpenampilan menyegarkan memasuki ruangan. Sihir! Semua orang seolah terpaku saat menatapnya berjalan. Saya tertawa diam-diam menyadari mengapa pria-pria seperti saya enggan menundukkan pandang. “ Sungguh, meski sampeyan tidak menyodorkan senyum menggoda, tapi rok mini yang sampeyan kenakan benar-benar sulit dilewatkan mata,” batin saya sambil menatap kagum pada sepasang kaki jenjang yang tengah berjalan mencari-mencari tempat duduk yang nyaman.
“ Coba ya tiba-tiba dia duduk di sebelah ini,” pikir saya tanpa melepas pandangan ke arahnya.
“ Maaf…disebelah Mas, kosong ya?” saya mendongak, setengah gelagapan karena ia datang sebelum saya sempat mengalihkan pandang.
” Ii…iya,” jawab saya salting sambil beringsut memberinya tempat duduk. Dalam kesempatan itu, lewat ekor mata, sempat saya menangkap wajah cantiknya yang ringan tanpa hiasan tebal. Seulas bedak dan lipstik warna merah muda ternyata cukup membuatnya berpendar dalam kabin kapal yang mulai gelap dihantam senja.
“Permen?” perempuan itu mengangsurkan permen rasa mint seraya tersenyum tipis.
“Terimakasih…saya sudah punya kok, Mbak.”
“Masnya darimana?” ia bertanya lagi, mengusung pertanyaan basa-basi yang biasa digunakan orang untuk memulai percakapan.
“Denpasar, Mbak.”
“ Kerja atau liburan nih?”
Saya tersenyum.” Liburan tapi sambil ngurus kerjaan. Lha Mbaknya?”
Entah karena suasana yang mulai remang atau hal lainnya, binar cerah di matanya meredup dan menghasilkan seutas senyum kecut. “Hmh…liburan? Betapa nyamannya bisa merasakan liburan,” gumamnya seolah untuk dirinya sendiri.
Saya mengernyit heran. “ Kenapa?” pertanyaan itu terlontar tanpa bisa ditahan. Ups!
“Waktu kecil saya bermimpi jadi putri, dipuja banyak orang, dengan baju bersayap bidadari. Tapi begitu saya merasakan bagaimana dipuja bak putri, saya baru tahu semua nggak sejalan dengan nurani.”
Hah? Kok nggak nyambung gini? Aneh banget nih orang.
“Ulat yang sudah jadi kupu itu ternyata tak menghasilkan keindahan. Ia justru merusak pandangan ,” katanya tanpa peduli pertanyaan saya tadi.
“Maksudnya?” saya menyipitkan mata.
Ia menoleh dengan muka rusuh, tersenyum sekilas tanpa makna, seolah ingin menutupi kesedihan yang mulai merebak dimatanya. Ia lantas mengeluarkan sebatang rokok dari tas mungilnya, dinyalakannya dan dihisapnya dengan tergesa, seperti ingin menghapus sesuatu seiring dengan hembusan asap rokok ke udara.
“Tahukah Mas, profesi saya?” ia menolah pada saya tanpa peduli dengan tampang keheranan yang dari tadi terpampang.
“Kupu-kupu malam, istilah halus untuk orang yang menjajakan badan, seperti saya,” lanjutnya sambil menyunggingkan satu senyum pahit
Shitt! Terus terang banget sih perempuan ini? Lagian siapa yang tanya? Apa pentingnya buat saya? Mau kupu-kupu malam atau pelacur jalanan kan bukan masalah saya. Bah anehnya, gumam saya tak suka.
“Aneh ya, kenapa saya berterus terang pada orang asing?”
Saya meringis, sembari menggaruk kepala saya yang berambut cepak. Sumpah deh, Mbak, apa maksud sampeyan? Saya yang goblok atau sampeyan yang kurang kerjaan berkata nggak karuan?
“Mungkin saya hanya ingin didengar. Sudah lama saya tak bisa bercerita panjang lebar..” ia menghela nafas berat .” Saya ingin pulang, ingin bertemu ibu yang sakit-sakitan. Saya tak ingin kehilangan kesempatan meminta maaf sebelum beliau meninggal, seperti saat Ayah saya dipanggil Tuhan. “
Suasana sunyi. Hanya bunyi ketukan jemari lentiknya mewarna. Rokok yang perlahan susut terus saja dihisapnya dengan cepat, sekedar lewat dan tak terlihat menikmati.
“Andai saya punya kesempatan mengulang kembali, saya tak ingin melalui jalan yang sama yang telah saya lewati. Saya akan menghindari Yu Sumi, saya juga tak ingin datang ke Bali .”
Traffic King! Itulah yang pertama kali terlintas di benak saya usai mendengarnya berbicara. Saya bisa bayangkan bagaimana seorang gadis polos yang bermimpi merubah nasib ternyata hanya jadi komoditi orang-orang yang tak peduli darimana uang datang.
“Saya lelah….Saya ingin pulang dan tidak kembali lagi,” wanita cantik itu mengusap sudut matanya, sementara saya hanya terdiam dan menyimpan rasa kasihan dalam-dalam agar tak terbaca lewat mata.
“Oh kapal sudah merapat. Masnya nggak turun?” tanyanya saat orang-orang beranjak meninggalkan tempat duduknya masing-masing dan meninggalkan kabin kapal.
Tanpa pamit, ia lalu bangkit, menerobos kerumunan orang-orang dan disambut tatapan sinis banyak perempuan. Saya tersenyum, sembari menangkap profil cantiknya lewat beberapa kali jepretan kamera. Entah kenapa.
“Huff betapa anehnya kejadian hari ini, tanpa diduga ada perempuan cantik datang dan bercerita panjang lebar tentang hidupnya, meski saya tak merasa nyaman dengan keterusterangnya,” bisik saya sendirian.
“Aaaaaaaaaaaa!!!”
Terdengar jeritan kencang dari jalanan di depan pelabuhan Ketapang, berbarengan dengan orang-orang yang berlarian ke tempat kejadian, tak terkecuali saya yang sedang berjalan santai.
Oh ya Allah…perempuan itu! Saya terkejut melihat tubuhnya berlumur darah, sedangkan tak jauh dari tempatnya terkapar nampak dua orang pemuda tergolek tanpa daya bersama sepedanya yang ringsek.
“Sudah meninggal…”bisik seseorang saat saya mendekati tubuh perempuan cantik itu.
“Gimana kejadiannya?” seseorang bertanya-tanya.
“Dua orang itu mengendarai sepeda dengan kencang dan berniat menyalip bis yang mau berhenti. Harusnya mereka bisa lihat Si Mbake yang sedang menyeberang kalo dia nggak guyon aja. Habis itu ya pruukk! Lantas si pengendara motor terpental.”
Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raajiuun, inikah jawaban dari keanehan wanita cantik itu di sepanjang penyeberangan? Ya Allah, jika benar berarti bicaranya yang seolah meracau tadi adalah tanda saat satu nyawa takkan bisa bersama tubuhnya lagi.
“Saya lelah….Saya ingin pulang dan tidak kembali lagi,” ucapan itu kembali berdentang dalam ingatan, bersamaan dengan tubuh bekunya yang diangkut dalam ambulance. Dan takdir rupanya tak memandang hari atau tanggal, takkan ada yang bisa menghadang jika Allah memutuskan untuk memanggil seorang mahkluknya untuk pulang.
Done; 30907
picture taken from here
Komentar
Posting Komentar