SLOGAN SAKTI IBUKU : MARI BERHEMAT, MARI MENABUNG


Ibu saya tergolong ibu yang tak pernah memanjakan anak-anaknya. Sejak kecil kami dibiasakan jajan secukupnya saja. Bahkan cenderung lebih kecil dibanding kawan-kawan sebaya. Tetapi anehnya di rumah selalu tersedia apa yang kami inginkan , entah dengan membuat sendiri atau justru membelinya dari pasar. Ketika ditanya ibu menjawab pertama ibu ingin mengajari kami untuk hemat dalam menggunakan uang dan kedua ibu tak suka melihat kami jajan di luar. Ketiga demi kebersamaan. Kok bisa? Ya sebab menurut ibu dengan cara semua anggota keluarga bisa menikmati apa yang menjadi kesukaan kami.
Hal lain yang sering didengungkan selain hidup hemat adalah slogan “ MARI MENABUNG!” yang kedengarannya menyebalkan. Coba bayangkan, dengan uang saku yang kecil bagaimana bisa menabung? Gerutu kami dalam hati. Tetapi ibu tak pernah berhenti mengatakan kepada kami agar kami rajin menabung. Katanya ini kelak bagi kami di kemudian hari.

Ibu saya juga tak pernah membedakan anak laki-laki dan perempuannya untuk tugas-tugas di rumah seperti, mencuci piring, menyapu, atau membantu ibu memasak. Sementara di keluarga lain justru yang terjadi tidak demikian. Umumnya anak-anak perempuan sudah dibiasakan mengerjakan pekerjaan rumah tangga sedangkan anak lelakinya tidak. Alasannya, karena ibu berpikir kalau perkara life skill seperti ini tak ada yang namanya laki-laki atau perempuan. Pelajaran yang sering dianggap remeh itu sangat berguna, terlebih saat kami dewasa dan jauh dari orang tua. Tetapi namanya anak-anak kami seringkali tidak paham maksud baik yang ibu tanamkan, melancarkan protes sambil memanyunkan mulut hingga semeter tak jarang kami lakukan.
Tetapi ibu memang benar. Apa yang dulu kami benci justru menjadi kenyataan saat kami besar, terutama saat kami mulai kuliah dan hidup jauh dari orang tua. Kebiasaan hemat yang telah ditanamkan pada kami sejak beliau ternyata membantu kami dalam mengelola uang bulanan yang orang tua kami berikan. Apalagi uang kuliah yang diberikan ibu juga tidak besar jika disbanding teman-teman. Kami benar-benar harus bisa membagi uang itu untuk membayar kostan, fotokopi, makan dan tetek bengek lainnya yang jujur saga memusingkan. Alhasil, kehidupan kami sebagai mahasiswa bisa dikatakan sangat sederhana, tak bisa berfoya-foya seperti lainnya. Hanya kadang-kadang saga saat uang beasiswa telah cair kami bisa bernafas sedikit lega. Maklum kantong agak tebal saudara…wajarlah jika saat itu tiba kami bisa memanjakan diri dengan membeli barang yang kami sukai. Walaupun hanya sebagian kecil saja, karena kami lebih suka menyimpannya sisanya untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu kami membutuhkan.

Bukan cuma itu, karena sudah dibekali kemampuan mengurus diri sendiri sejak di rumah, kami sudah tak canggung lagi sewaktu tinggal di kostan. Pekerjaan mencuci baju, menyetrika, atau memasak sudah tak lagi menjadi barang baru bagi kami saat itu. Tentu saga kami bukannya tak pernah mengeluhkan beratnya hidup di kostan seperti kawan-kawan yang lain, tapi karena sudah terbiasa kami tak terlalu meributkannya. Bahkan ketika teman-teman lebih suka me-laundry-kan baju-baju kotornya, kami tetap mencuci dengan tangan kami sendiri. Entahlah, rasanya kok sayang betul mengeluarkan uang untuk hal itu walau kata teman-teman laundry itu harganya tidak mahal.

Kini ketika kami besar dan masing-masing sudah mendapatkan pekerjaan. Banyak orang yang bertanya bagaimana Ibu bisa menyekolahkan kami bertiga. Kebanyakan dari mereka mengira jika kami kami berhasil menuntaskan pendidikan karena Bapak punya sawah yang cukup luas. Padahal tidak. Sebaliknya Bapakku hanyalah seorang penjahit, yang kian lama kian ditinggalkan pelanggannya karena merasa membeli baju jadi lebih murah ketimbang menjahitkan. Sementara ibuku pun hanya pegawa negeri biasa. Lalu bagaimana bisa mewujudkannya? Jawabannya sepele, BERHEMAT DAN MENABUNG!
Sepele kan? Hahaha, memang…tapi pelaksanaannya itu yang berat. Karena jika tidak punya komitmen kuat akan susah melakukannya. Beruntunglah ibu dan bapak saya seide dan seirama sehingga proses BERHEMAT DAN MENABUNG itu bisa berjalan. Waktu saya tanyakan proses detilnya ibu memaparkan jika setiap bulan mereka selalu menyisihkan uang dengan ketentuan siapapun (ibu atau bapak) tak bisa mengambilnya kecuali untuk keperluan amat sangat penting seperti biaya sekolah kami. Jika sampai mengambil uang dari simpanan tersebut dianggap sebagai pinjaman yang harus dikembalikan bulan depannya. Jadi di bulan depannya otomatis ibu dan bapak menyimpan uang dua kali lipat dari biasa. Satu karena memang keharusan untuk menabung, kedua membayar uang yang mereka pinjam tadi.

Dan tahukah kalian sampai sekarang slogan BERHEMAT DAN MENABUNG itu masih terus ibuku dengungkan. Bahkan ketika adikku yang nomer dua, yang kini bekerja di Kalimantan menawari ibu untuk membeli mobil, ibu menolak. Meski pun adikku berkata ialah yang akan membayarnya. Katanya ,” Tabung saja uangmu, tak usah beli mobil buat ibu. Kebutuhanmu kan masih banyak, kan?”
Nah tuh apa kubilang? SLOGAN SAKTI IBUKU MEMANG TAK PERNAH KETINGGALAN....Hehehehhe

Komentar

  1. hehehe..
    menabung sekarang cuman buat keamanan dan kemudahan .. klo untuk invest bisa gawat, dengan biaya ini itu

    BalasHapus
  2. Patut dicontoh nih...
    Tapi beli mobil tuh invest juga...
    But ada juga yagn bilang, mending nabung emas ketimbang duit :D hhehe... harganya naik teros! :D

    Well,

    Happy early NEW YEAR 2010! ya, Fin!
    welcome the new day full of smiles and hope,
    Wish the world of blogger still victorious,
    More friendship and brotherhood,
    Wish all the best for us,
    Happy, happy, happy new year 2010!
    SELAMAT TAHUN BARU 2010!

    -tuteh-

    BalasHapus

Posting Komentar