Lama tak mendengar kabarmu, Pejalan Jauh. Ternyata aku sudah ketinggalan banyak berita seberapa jauh engkau telah tumbuh. Kudengar jejak langkahmu kian mantap. Goresan-goresannya prestasi yang kau bangun berkembang, menyeruak diantara segenap banyak orang yang berkemauan. Kau memang hebat, Pejalan Jauh. Kau selalu tak mudah menyerah, maju terus pantang mundur demi sepotong cita-cita yang kau gantungkan setinggi bintang.
Tetapi menyaksikanmu bersimpuh di hadapan Tuhan, jauh lebih mengesankan ketimbang berita kesuksesanmu yang sering terdengar. Kau tampak menyatu dan jauh dari kesan sulit dijangkau saat berhadapan dengan Sang Pencipta Alam. Seluruh kesah kau haturkan dalam nada lirih penuh perasaan.
Kau sama sekali tak tampak garang, tapi justru kesan lembutlah yang tersembul jika demikian. Betapa berbedanya engkau kini, Pejalan Jauh. Tak sama lagi seperti lelaki kecil yang kutemui beberapa tahun lalu.
Ingatkah kamu ketika syair-syair patah hati merasukimu. Kau jadi sedemikian sentimentilnya, membuatku tertawa saat melihatnya. Ajaib betul melihatmu selemah itu, kukira kau setegar batu karang. Takkan terhanyut perasaan saat dihempas gelombang kekecewaan.
Dari denting gitar yang kau petik dalam sunyi, aku menangkap sejumput kesan kesedihan namun tak ingin kau tampakkan.
Dan melihatmu sekarang, maka hanya ucapan selamat dari seorang sahabat yang bisa kuhaturkan, serta sepotong doa kecil dari kejauhan. Tak usah pake traktiran, toh aku takkan bisa makan semeja denganmu. Kamu ingat kan siapa aku? Ya, ya, kau benar sobat. Aku adalah seekor pipit kecil yang dulu suka nangkring di pohon dekat kamarmu lalu mencicit membangunkanmu.
Done, 080509; 03:37
Tetapi menyaksikanmu bersimpuh di hadapan Tuhan, jauh lebih mengesankan ketimbang berita kesuksesanmu yang sering terdengar. Kau tampak menyatu dan jauh dari kesan sulit dijangkau saat berhadapan dengan Sang Pencipta Alam. Seluruh kesah kau haturkan dalam nada lirih penuh perasaan.
Kau sama sekali tak tampak garang, tapi justru kesan lembutlah yang tersembul jika demikian. Betapa berbedanya engkau kini, Pejalan Jauh. Tak sama lagi seperti lelaki kecil yang kutemui beberapa tahun lalu.
Ingatkah kamu ketika syair-syair patah hati merasukimu. Kau jadi sedemikian sentimentilnya, membuatku tertawa saat melihatnya. Ajaib betul melihatmu selemah itu, kukira kau setegar batu karang. Takkan terhanyut perasaan saat dihempas gelombang kekecewaan.
Dari denting gitar yang kau petik dalam sunyi, aku menangkap sejumput kesan kesedihan namun tak ingin kau tampakkan.
Dan melihatmu sekarang, maka hanya ucapan selamat dari seorang sahabat yang bisa kuhaturkan, serta sepotong doa kecil dari kejauhan. Tak usah pake traktiran, toh aku takkan bisa makan semeja denganmu. Kamu ingat kan siapa aku? Ya, ya, kau benar sobat. Aku adalah seekor pipit kecil yang dulu suka nangkring di pohon dekat kamarmu lalu mencicit membangunkanmu.
Done, 080509; 03:37
Lagi bikin proyek tulisan, sis? Hehehehe... bagus2 lho ceritanya ini. Mo dibukukan kah?
BalasHapusahahaha, gag teh. Buat seneng2 ajah, mumpung terbayang man behind the wall. Hahahaha, howdy sista?
BalasHapuswah,wah.. saya baru sekali mampir kemari dan langsung disuguhi tulisan yang menakjubkan. oke, ditunggu lagi tulisan2 berikutnya. akan saya baca sampai tuntas, insya Allah. : D
BalasHapus