SANG PEJALAN JAUH PART 10




Senang juga melihatnya datang. Sudah lama tak bersua. Banyak perubahan padanya. Bukan hanya muka yang tampak lebih dewasa tapi juga pola pikirnya. Pengalaman hidup rupanya berperan menjadikannya sedemikian rupa.

Ha oh ya, ia juga lebih tambun dari yang kuingat. Bila duduk nampak ada yang menyembul di balik kausnya. Ular naga, katanya bercanda tiap kali seseorang menyentil gelambir di perutnya. “ Beginilah. Terlalu banyak makan fastfood dan jarang olahrga,” cetusnya santai mendengar celetukan kecil sang kakak atas bentuk tubuhnya sekarang.

Kok tahu? Iya, sebab jika kemari ia suka duduk bersamaku dan menceritakannya di laptop itu. Lantas di posting di blog pribadi yang kini jarang diambahi.

Sibuk, banyak waktu dihabiskan dijalan. Nggak sempat lagi ngurusin yang begituan. Begitulah alasan yang terlontar seiring dengan kesibukan kerja yang sulit ditinggalkan. Tapi ada satu yang tak berubah. Kesukannya memetik gitar. Kapanpun ada kesempatan. Seperti sekarang.Seuntai lagu mellow mulai dimainkan. Dua tahun lampau lagu itu diciptakan. Lukisan seluruh keperihan sewaktu kekasih melepaskan jalinan tangan. Ia ingat malam-malam itu ia habiskan tanpa arah. Berkawan sunyi dan denting gitar. Meluapkan seluruh kedukaan. Disaksikan gemintang dan desau angin malam. Berbumbu kegetiran. Sedang saya? Cuma duduk diam mengawasinya tanpa berbuat apa-apa. Ingin juga mengelus rambut cepaknya, tapi tak saya lakukan. Buat apa? Lagian siapa saya? Bisa dikira hendak macam-macam kalau saya melakukannya. Padahal saya berharap. Ah, edan! Kenapa sih begitu? Psst, jangan bilang-bilang. Ini rahasia…saya memang naksir dengannya. Padanya atau permainan gitar ciamiknya? Entahlah, pokok men saya sukaaa.

Dia berhenti. Sekeping rindu melintas cepat-kemanakah ia sekarang, perempuan yang gelombang rambutnya pernah memakukan kerinduan? Tapi segera hilang. Digelontor himpitan rasa rindu lain yang susah di hadang. Pada kampung halaman, pada tanah basah dan bau hujan, pun pada kembang-kembang liar yang menghiasi pinggir sungai dan persawahan. Sejurus kemudian ia kembali tenggelam. Begitu asyik hingga tak memperhatikan sekitar. Kesepuluh jemari ia benamkan di senar-senar gitar. Menunduk serius pada nada-nada yang ia mainkan. Membiarkan orang-orang lalu lalang mendekat perlahan. Menikmati iramanya dan bergoyang. Dari sekedar anggukan hingga akhirnya terprovokasi untuk meliukkan badan. Semangat melingkupinya, jemarinya terus menari dihamburi ketukan sepatu dan jentikkan jemari dari sana-sini.

Tes...tes! Mendadak air langit turun menetes. Membuyarkan penikmatnya, pun ia yang tengah larut dalam keasyikannya. Berlari kecil ia menjauh. Tanpa sepatah kata atau sekedar lambaian saja. Sekilas nyeri merasuki hati. Selalu begini melihatnya pergi. Sekelumit harap bertahta di hati agar esok berjumpanya lagi. Di sini. Dan menikmati petikan gitarnya kembali. Ah, tapi tak mungkin. Sebentar lagi ia harus ke bandara. Mengejar penerbangan berikutnya. Kalau begitu kapan-kapan saja ya. Bila kau tiba.

Tes…tes…tes! Air langit kian meluap. Membabi buta membasah semak, pepohonan dan aku-bangku taman yang acap ia duduki saat senggang. Saat ia ingin menikmati kesendirian sembari melampiaskan rindu lewat denting gitar.

Thanks to petikan gitarnya Raka X-Man and Andy Mc. Kee (Rylynn)
May 3, 2010 ; 05;00

pic taken from http://musformation.com/

Komentar