Seringkali aku berbenturan dalam mencapai pemahaman. Tak jarang harus melewati waktu yang melelahkan, dengan segenap hati yang gatal dan pikiran panas demi sebuah pemahaman. Gayaku yang lugas dan cenderung keras sering membuat orang mundur ke belakang. Berpikir aku tidak bisa “disentuh” dan menyeramkan J
Seorang teman dengan keras melontarkan padaku ,”Memangnya keterbukaan dan kejujuranmu itu tidak menyakiti hati orang lain? Memangnya mereka senang dengan kejujuranmu?!”
Jika memang begitu kenapa tidak kau tunjukkan saja padaku ketidaksetujuanmu, sayangku? Bukannya diam dan membiarkanku. Peringati aku, agar aku belajar!
Memangnya aku ini cenayang, bisa baca semua pikiran orang? Kalau aye cenayang, aye akan tahu kapan hujan datang, jadi gak perlu ribut sedia jas hujan di jok mio gw. Begono…Batinku sembari menghela nafas panjang.
Tetapi tidak semudah itu. Kita dibesarkah dilingkungan dan pola pendidikan keluarga yang berbeda. Aku terbiasa dengan iklim terbuka, bicara apa adanya. Aku tidak menyimpan “sampah” di dada. Lalu ngedumel panjang lebar tak ada habisnya. Kemudian menyimpan bara kebencian di hati atas perilakunya kawanmu atau siapapun yang tak kau sukai itu.
Bukan, bukan begitu. Aku berharap dengan bicara dan terbuka akan jelas duduk perkaranya. Lalu setelahnya kita bisa tertawa. Memahami bahwa ketidaksepahaman hanyalah salah satu cara untuk saling mendekatkan satu sama lainnya
Tetapi seperti kataku dibesarkan dalam lingkungan dan pola pendidikan keluarga yang berbeda membuat cara pandang dan pola pikir kita juga berbeda. Bisa jadi yang kau maksudkan A. Diterima orang lain menjadi B
Wajar saja.
Apakah aku marah? Ya, tentu saja. Tetapi dari masalah semacam ini aku justru diajari
Jangan menyuruh orang memahami kita, tetapi pahamilah orang lain. Menempatkan diri jadi mereka akan membuat kemarahan kita luruh walau tidak serta merta (Heuuuh, damn! Sumpaaah gw gak bisa nahan tangis dalam kondisi begini).
Aku juga sadar banget cara bicaraku yang keras mungkin juga masalahnya
Maksud baik ketika disampaikan dengan gaya seperti ini seringkali ndak masuk di hati
Hehehehe
Finally, aye cuma bisa bilang ,”Memahami orang lain itu fyuuuuh… (ngusap keringet di jidat) butuh waktu dan hati yang terbuka.”
Dan aku tidak malu mengakui aku gagal melakukan itu. Means memahami. Saking jengkelnya aku pernah me-remove 2 orang dari daftar temanku. Gatal banget deeeh hatiku waktu itu. Tapi diluaran aku tetap berteman. Aku tetap mengunjungin salah satunya dan menelfon yang lainnya meski jarang. Aku tak tahu apa yang dipikirkannya, tetapi aku melakukannya saja.
Atau dalam bahasa gokil gw,
“BOLEH KAU REMOVE DIA DARI DAFTAR TEMANMU, TAPI TETAP SIMPAN IA DIHATIMU.”
*Owh, owh preeet, hwekk cuihh, ploook! (semua pada mabuk baca tulisan ini)
Dedicated to Bunda Peri, Myta Devy (thank you untuk obrolannya yang menginspirasi)
Dari umur 14 ya kita kenal, ternyata aku belum berubah juga hohohoho…teteup manis ya (triiing myta melotot)
Thank you to Ronnie, untuk kalimat “Tempatkan dirimu jadi mereka”
I think it over and over, dan hasilnya adalaaaaah…tulisan segede gaban “ PROGRESS ANDA BELUM MENCAPAI 25%”
pic taken from astroinquiry.com
Komentar
Posting Komentar