CANTIK ITU (NGGAK) SERAGAM




Satu hari di salon….
“Mbak potong rambut?”
Ya iyalah, masa potong kambing. Kalo potong kambing nggak disini kali, batin saya sambil ngangguk.
“Nah sini dulu, dicuci dulu (rambutnya ya bukan orangnya),” kata si mbak kapster sambil nunjuk ke kursi  item yang ada kobokannya (yang sering nyalon pasti paham, kalo gak paham nanya aja ke mbah google yah hehehe).
Saya manut aja. Pasrah pokoknya meski rambut saya diucek-ucek seenak udelnya. Asal gak udel saya aja. Bisa repot kalo gitu. Ya nggak sih?
Abis rambutnya dicuci saya digiring ke kursi listrik…sorry, kursi cukur. Apa sih namanya yang enak? Kursi itulah pokoknya, dimana kita disuruh diem dan dipakain celemek kayak bayi. Cuma fungsinya buat nadahin rambut bukannya iler.
Srat, sret…rambut dibabat sesuai keinginan. Begitu selesai rambut dikeringin pake hair dryer.
Abis itu disuruh ngaca. Jiaelaaah kecenya sayaah *sambil kedip-kedip. Sumpe belum pernah ada loh pelanggan sekece itu (mbak kapster semaput hahahah). Nah pas mau berdiri, si mbak kapster yang atu nanya ,”Nggak di rebounding sekalian, Mbak?”
Saya geleng kepala. Eh, buseeeet….si Mbak malah nyeletuk ,”Iiih, si Mbak…gimana sih? Kok sukanya rambut brekele?”
Twiiiing! Jengkol saya jadinya, jengkel bin dongkol. Brekele pale lo peang? Rambut saya ini ikal, kok dibilang brekele. Gimana sih?
Emang kenapa gitu kalo saya nggak mau di-rebounding? Saya emang nggak sreg dengan rambut hasil rebounding. Saya bangga dengan rambut ikal warisan dua orang tua saya. Saya suka dengan ikal-ikalnya yang jatuh ke punggung atau ke muka.
Rambut lurus rebounding mungkin bagus bagi beberapa orang. Tapi tidak saya.
Eleeuh, kok saya jadi ngeluarin es mosi ya? Hihihihi….Akhirnya saya justru diam. Langsung bayar dan ngeloyor pulang.
         Di rumah cerita itu jadi bahan perenungan. Emangnya cantik itu seragam? Enggak kan? Cobalah seandainya ukuran kecantikan itu diseragamkan seperti yang dicitrakan iklan—putih, tinggi, rambut lurus panjang. Mungkin menyenangkan dari segi kecantikan. Tapi dari segi lainnya? Mari kita telaah lebih dalam *cieh bahasanya cing!
            Konten melanin dalam tubuh manusia sangat berpengaruh pada daya tahannya menghadapi sengatan cahaya matahari. Semakin tinggi semakin tahan. Jika kulit semakin putih maka ketahanannya pada sinar matahari kurang. Kulit bisa melepuh dan kemarahan bila terlalu lama terpapar sinar. Sekarang bandingkan dengan kulit kita yang kecoklatan. Kulit semacam ini sangat sesuai dengan iklim tropis macam negara kita.
            Perkara tinggi badan, kebanyakan orang Asia memang lebih kecil ketimbang orang yang berasal dari benua Eropa atau Amerika. Secara genetika memang orang dengan ras kaukasia lebih tinggi tubuhnya karena  menyesuaikan dengan lingkungannya yang dingin, sementara orang asia berbadan lebih kecil karena kondisi lingkungan subtropis dan berbukit-bukit.
            Perkara rambut juga nggak lepas dari masalah genetika. Sudah diwariskan dari sononya.  Dalam hal ini bentuk kantong rambut dan protein di pangkal rambut (keratin) akan mempengaruhi tipe rambut kita. Jadi Seperti apapun kita merubahnya akan kembali pada asalnya.
            Dari tulisan panjang lebar itu sebenarnya pesannya sederhana "kalau semua seragam nggak ada seninya". Coba deh lihat lukisan, awalnya kanvas doang yang kelihatan. Putih dan putih yang nampang. Betapa membosankan. Lalu ketika cat sudah dicipratkan kanvas tak lagi jadi ruang kosong membosankan. Tapi mengagumkan. Begitulah maksud Tuhan. Keberagaman pada diri manusia (dalam hal ini kecantikannya) membuat dunia semakin indah dalam pandangan. Dan harusnya itun membuat manusia menyadari betapa hebat maha karya-Nya. Masing-masing diciptakan sangat istimewa, tak ada satupun yang persis sama.

 pic belong's to : www.83toinfinity.com

Komentar