Bulan itu tak ada pemasukan bagi saya. Dompet saya kering kerontang,
bagaikan sawah yang enam bulan tak dialiri hujan. Memang sih ada uang, tapi
hanya Rp 50.000,- saja. Duh, bagaiman saya bertahan hingga sebulan?
Seminggu, dua minggu...saldo tak bertambah juga. Uang pun semakin menipis
saja. Hutang? Jelas tidak mungkin. Saya takut tidak bisa bayar. Minta
uang sama ortu? Aduh, kok malu. Seharusnya saya sudah mandiri, tak perlu
menyusahkan mereka lagi.
Menangis pun saya tak berani, takut kebablasan dan nggak berhenti. Curhat
sama teman? Apalagi ini. Nggak berani kuadrat! Sederhana saja, saya tak ingin
menyusahkan orang lain dengan permasalahan saya. Sementara mereka juga punya
permasalahan yang harus mereka tangani.
Menjadikannya status di fesbuk? Mungkin melegakan perasaan. Tapi apa iya
akan memberi saya jalan keluar. Saya tak ingin dikasihani orang. Alih-alih
dikasihani bisa-bisa mereka malah berpikir saya lebay. Bagus jika mereka hanya
meng-hide status saya, jika saya di delete dari daftar pertemanan mereka?
Waduuh, enggak banget ya?
Duh, stress deh saya. Nggak ngerti lagi mesti gimana. Eits, tapi dunia
belum berakhir kawan!
Satu waktu saya bertemu orang. Nah, orang itulah yang mengajari saya secara
tidak langsung bagaimana cara membuat stress berkurang yaitu dengan :
1.
Berdoa
Dalam sebuah hadist dikatakan doa itu senjatanya
orang-orang beriman. Bahkan Allah pun berfirman
Ud’uni astajib lakum....artinya
“Berdoalah Kepadaku maka akan kukabulkan”. Jadi meski nggak tahu kapan
terkabulnya, pokoknya doa aja. Hajar bleeh! Tak usah malu atau malas berdoa,
sebab doa bisa membawa perubahan kearah hidup yang lebih baik.
2.
Inventarisasi Nikmat
Semula saya lebih suka mengeluh. Kalau sudah
mengeluh bisa panjang kali lebar kali tinggi. Tapi efeknya malah nggak bikin
plong perasaan saya. Akhirnya alih-alih ngeluh, saya pun mencontek cara yang
dilakukan itu setiap kali mendapat kesusahan. Yaitu bersyukur. Maka mulailah saya
mendaftar nikmat yang diberi Tuhan. Misalnya :
·
Saya sehat,
seluruh tubuh saya kuat.
·
Saya punya
dua kaki yang bisa diajak jalan.
·
Tangan yang
bisa berkarya entah menulis atau membuat tutorial kerajinan.
·
Hidung meski
kata orang pesek alias atret ke belakang tapi berfungsi normal.
·
Mata
bagus dan terang meski saban hari harus
berkutat di depan komputer.
·
Telinga yang
bisa mendengar dengan baik, tak perlu pakai alat bantu.
·
Dan
sebagainya
Kenapa sih saya perlu meng-inventarisasi nikmat?
Inventarisasi nikmat membuat kita
sadar betapa banyaknya hal baik yang kita dapat secara gratisan. Dari situ saya
jadi mikir, seandainya Allah
memberlakukan sistem jual beli untuk nikmat yang ia berikan berapa kita harus
bayar. Apa kira-kira kita mampu bayar kalau misalnya kita disuruh beli mulai
dari ujung rambut sampai kaki?
Nah dengan cara itulah rasa syukur pun tumbuh di hati. Efek-nya pikiran negatif
seperti rasa iri pada keberhasilan orang, penyesalan, menyalahkan keadaan, dan
sebagainya ter-counter dengan sendirinya.
Lalu kenapa pikiran negatif harus disingkirkan dari kepala?
Sebab ia berpotensi membuat manusia
jadi depresi—yang ujung-ujung bisa menyebabkan berbagai penyakit fisik.
Kalau sudah begini siapa yang rugi?
Sudah nggak punya duit, eh malah sakit.
Nah, sekarang anda pasti pengen tahu dong nasib
saya dengan uang Rp 50.000,- itu?
Alhamdulillah, Allah mencukupkan rezeki itu sampai akhir bulan. Entah
bagaimana saya kerap dapat rizki yang nggak disangka. Mendadak ada yang ngirim
makanan, mendadak ada yang ngajak traktiran. Rajutan yang semula sepi eh
tiba-tiba ada yang pesan. Soal nulis pun dilancarkan. Padahal semula saya
sampai pusing kepala, soalnya tiap kali nulis nggak ngasilin apa-apa.
Kalau dipikir-pikir dengan logika sih nggak mungkin itu terjadi. Secara
hitungan matematika pun dengan uang segitu pasti saya sudah habis. Tapi Allah
memang ruar biasa, ngasih rizki besar banget padahal kalau dinilai dari banyak
segi rasanya saya nggak pantes dapat semua itu. Abis gimana, lah wong nilai kebaikan saya lebih
rendah dari keburukan saya.
Nah, bagaimana dengan anda? Apa yang anda lakukan saat stress melanda?
Apakah anda meng-atasi stress dengan berdoa
dan inventarisasi nikmat seperti saya atau justru dengan jalan lainnya? Sharing yuk sama-sama, siapa tahu
bermanfaat buat lainnya.
Hug, hug.
sumber gambar : http://muslimvoices.org
Saya setuju dengan doa . semua dikembalikan pada Alloh aja ya
BalasHapushihihi, cucok mbak Hana. La semakin kita ngeluh, biasaya semakin berat saja
Hapussetuju mak, Tuhan itu memelihara umatNya jadi ga perlu stress karena hdp ini sudah ada yang mengatur kita tinggal jalani aja,. kayaknya kmrn aku juga posting tentang Tuhan yang pegang kendali hidupmu :)
BalasHapuswalah jangan-jangan kita lagi terkoneksi mbak Susan, jadi posting hal yang sama.
Hapustapi emang bener kata sampeyan, Allah memelihara umatnya
ah...jd senyum2 bacanya. saya jg lg stres nih...hehe...semoga Alloh angkat kesusahanku, semoga Alloh membuka jalan alternatif bagiku.
BalasHapusaih, ati-ati kalo senyum sendiri hihi
HapusInsyaAllah, dibukakan jalan buat sampeyan
urusan kita memang berdoa alias meminta ya mak ... soal jalannya itu urusannya Allah ya mak :)
BalasHapusbener Mbak Astri, jalan itu urusan Allah, bukan pemerintah apalagi saya
HapusEh joking ding
dengan doa semua menjadi tenang
BalasHapusya begitulah mbak Lidya, doa itu sederhana tapi bikin tenang hati
HapusHmm.... pas bgt nih bertamu ke blog mak Afin... makasih mak ats inspirasinya :)
BalasHapussama2 mbak khurie
BalasHapus