SURAT TERBUKA UNTUK BAPAK PRABOWO SUBIYANTO



Assalaamu’alaikum Bapak Prabowo yang terhormat,


Saya bukan siapa-siapa dan tidak berniat mencela keputusan yang Bapak sampaikan di televisi tanggal 22 Juli 2014 pukul 15.00. Saya sadar apalah saya. Tak pantas saya mencela sementara saya ini masih banyak melakukan dosa.


Saya justru hendak mengajak Bapak duduk dan merenungi peristiwa yang baru-baru ini terjadi lewat Kisah Imam dan Jamaah. Di dalam kisah ini Bapak  adalah imam, saya serta rakyat lainnya adalah jamaah, partai-partai yang ada adalah surau-suraunya, dan negara ini adalah masjidnya.


Sebagai Imam Bapak adalah orang yang mumpuni dan jelas punya kemampuan. Itu sudah dibuktikan oleh jamaah Panjenengan. Menurut mereka Bapak adalah imam yang hebat dan punya visi ke depan.


Pada akhirnya kemampuan Panjenengan itu menarik minat banyak kalangan. Tak  hanya jamaah dari surau lain yang terpukau oleh Panjenengan,  bahkan imamnya pun  merasa demikian. Maka tak heran ketika sebuah masjid besar mengadakan pemilihan imam baru Panjenengan dicalonkan.



Tetapi sebagaimana sebuah pemilihan, tentu saja tak hanya satu calon yang muncul ke permukaan. Bersamaan dengan niat mulia Panjenengan untuk menjadi imam masjid besar, dimana jamaahnya lebih kompleks dan mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, muncul juga calon Imam lainnya.

Hebatnya ternyata Panjenengan dan calon imam lain itu sama-sama dicintai banyak orang. Sama-sama memiliki kekhasan tersendiri yang membuat mereka rela membela Panjenengan atau calo lain itu. Mendadak suasana memanas, dua kubu pendukung dua calon imam (Panjenengan dan Pak Jokowi) saling serang di dunia maya. Sampai-sampai yang tak ikutan jadi terkena imbasnya.


Sayangnya Pak, ketika selesai dilakukan pemilihan bukan Panjenengan yang dinyatakan sebagai pemenang. Namun justru calon lain. Panjenengan tidak terima. Sebab  menurut Panjenengan pemilihan tersebut tidak fair. Ada kecurangan yang massive, sistematis, dan terstruktur meliputinya.


Semula saya tidak sepenuhnya mengerti kenapa Panjenengan berkata demikian. Tetapi ketika saya menempatkan diri jadi Bapak saya mulai bisa memahaminya mengapa Bapak dan orang-orang yang mengusung Bapak tidak terima.


Bapak Prabowo yang terhormat, yang dirahmati Allah di tempat.


Marilah kita berandai-andai sejenak sekarang. Berandai-andai Bapak adalah seorang rakyat biasa, datang ke masjid hendak menunaikan shalat. Begitu sampai disana ternyata terjadi perseteruan karena salah satu pihak meng-klaim tidak puas atas proses pemilihan imam. Jika hal tersebut terus dilangsungkan kira-kira kapan shalat dilaksanakan? Menurut Bapak mana yang harusnya didahulukan? Shalatnya atau justru membahas klaim tersebut? Jika pilihannya adalah nomer dua dan ternyata tidak selesai sampai batas waktu shalat berakhir, siapa yang rela menanggung dosa?


Maaf, Pak. Kalau saya yang notabene orang kecil ini  terkesan sok tahu, sok pintar, sok menasehati orang sehebat Panjenengan. Tapi saya sudah bosan melihat perseteruan  terjadi. Saya dan berjuta rakyat Indonesia maunya sederhana, Pak. Ndak neka-neka. Tidak penting siapa pemenangnya yang penting  bisa membawa kebaikan bagi bangsa. Menjamin keamanan saat kami menjalankan keyakinan kami. Menjamin agar kami tidak kurang sandang, pangan, dan papan. Itu saja.


Bapak Prabowo yang dicintai Allah.
Semua yang terjadi sekarang adalah ketentuan Allah. Mungkin kelihatannya tidak adil, tetapi bukanlah Allah tak pernah serta merta menunjukkan maksud tiap kejadian yang menimpa manusia (dalam hal ini Panjenengan). Maka itu hormati keputusan yang ada. Biarkan imam yang ada sekarang menjalankan tugasnya. Tak usah dipertanyakan lagi bagaimana, kenapa, atau kok bisa?
Ikutlah jadi  makmumnya. Makmum yang mulia, makmum yang bersedia menegur dengan baik ketika Imamnya melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugasnya. Bacakan tasbih untuknya, untuk mengingatkan “Ah, ada kesalahan yang kau lakukan barusan, Saudara”.


Percayalah bahwa sesungguhnya itu Allah punya rencana yang indah buat Panjenengan. Saya teringat guru saya pernah berkata ,”Jika impian atau cita-citamu tak dikabulkan, bukan berarti Tuhan tidak cinta kepadamu. Tetapi justru Ia memilihkan yang baik bagimu. Tidak hanya baik, bahkan mungkin yang terbaik.”


Saya bahkan berpikir jangan-jangan Allah ingin menghindarkan sampeyan terperosok dalam perbuatan atau dosa besar yang kelak akan membuat sampeyan menyesal telah menjadi Imam di masjid besar.


Saya justru berpikir bisa jadi ketika anda tidak jadi Imam masjid besar, Panjenengan justru leluasa berkontribusi bagi kemajuannya. Mungkin Panjenengan bisa menjadi guru-guru bagi calon Imam yang baru. Membagikan ilmu yang panjenengan miliki agar para calon Imam masa depan itu punya bisa berkaca dari Imam sehebat sampeyan.  Imam yang mumpuni, berilmu tinggi namun berjiwa besar dan  penuh keikhlasan.


Bapak Prabowo yang diberkahi Allah.


Alangkah baiknya sebelum melangkah lebih jauh Panjenengan berdiam diri di sudut yang tenang.  Sudut yang tidak dipenuhi suara orang. Sudut dimana Bapak bisa berdialog dengan diri sendiri dan Tuhan. Agar Bapak bisa mendengar suara hati yang terdalam dengan penuh kejernihan. Sehingga Panjenengan—yang sangat peduli pada rakyat—bisa mengambil langkah-langkah bijak.


Demikian “Surat Terbuka Untuk Bapak Prabowo Subiyanto” saya tuliskan. Sekaligus saya juga meminta maaf jika kata-kata saya kurang berkenan. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1435 H. Semoga Bapak senantiasa dalam lindungan Allah.

Wassalam,

Afin Yulia

Komentar

  1. Ahhai...lagi marak banget ya, bikin surat terbuka begini. Jadi pingin dapet surat #eh *salah fokus..hahaha

    Btw, saya setuju tuh...menurut saya...kekalahan ini bisa diartikan sebagai bentuk "penyelamatan" Alloh utk Om Wowo loh...hihihi. Krn menjadi imam tidaklah mudah, beliau tengah diselamatkan dari amanah yang begituuuuu beraaattttt...:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya sih mikirnya begitu juga, tapi mungkin beda lagi sama Om Wowo

      Hapus
  2. Ahhh. Mari kita berdoa bersama untuk Indonesia :)
    Persatuan Indonesia!!

    BalasHapus
  3. Tumben postingannya ciyus gini :D Nice Letter mbak Afin

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha, sama-sama mbak
      saking saya sedih aja lihat orang besar ribut

      Hapus
  4. klo memang pihak prabowo ingin menempuh jalur hukum enggak apa2 sih, dijamin sama konstitusi, dia berhak mengadukan kecurangan yang dia duga terjadi, tapi bukan berarti pengajuan itu menihilkan kemungkinan kecurangan yang dilakukan sendiri oleh kubu prabowo, saya yakin kubu jokowi pasti juga punya data dugaan kecurangan yang dilakukan kubu prabowo, cuma karena mereka udah menang ya ngapain repot2.

    Dari sekian banyak pemilihan langsung seinget saya yang tanpa suara sumbang dari pihak yang kalah pas pilwalkot jogja. Karena masing2 calon sudah menyadari, untuk mengabdi tidak selalu harus jadi pemimpin :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya sampeyan bener. Cuma saya kok ngeri ya lihat kubu mereka kalo diwawancarai berapi-api.
      Ah dasar nggak ngerti politik

      Hapus

Posting Komentar