Mana ya karyaku? *krik-krik
Prestasi nulis saya kok segini-gini aja, tanya : kenapa?
Pertanyaan itu seringkali menghampir kepala-kepala penulis pemula. Termasuk saya. Saya pernah bertanya kenapa saya tidak bisa seperti penulis-penulis yang sekarang sudah punya nama sebut saja Mbak Afifah Afra, Mbak Riawani Elyta, Mbak Leyla Hana, Mbak Eni Martini, atau Mbak Shabrina W.S (yang kesemuanya pernah jadi mentor saya).
Apa ya yang kurang dari saya?
Setelah melakukan investigasi (eciyee bahasanya) pada diri sendiri, maka saya menemukan ada lima hal yang harus ada pada penulis pemula agar bisa menjadi penulis seperti mereka:
1. Usaha
Menjadi penulis tidak cukup hanya punya bakat, tapi juga usaha kuat. Apa artinya punya bakat jika tak pernah diasah. Ibarat pedang, meski materialnya bagus tapi bila proses pengasahannya salah maka ia takkan tajam. Itulah yang rupanya kurang saya lakukan. Saya memang berusaha, tetapi untuk jadi penulis ternama usaha saya tidak ada seujung kuku jari manusia. Well, ini pukulan telak pertama buat saya.
2. Mental Baja
Saya sudah berusaha, tapi ternyata saya tidak tahan bantingan. Ketika saya mengalami kekalahan atau penolakan maka saya akan drop beberapa waktu lamanya. Recovery-nya tidak secepat yang saya duga. Saya bahkan pernah tidak bisa menulis sama sekali setidaknya dalam jangka 3 bulan. Jika saya memaksa maka hasilnya saya semakin sakit. Kepala pening, mata panas, punggung sakit.
Telaah diri sendiri menyatakan saya terbebani untuk membuat sebuah tulisan yang bagus, tetapi sebegitu terbebaninya sampai akhirnya saya justru tidak bisa menulis apapun juga.
Well, saya akhirnya stop dulu menulis. Saya bermain-main dengan kegiatan lain, kebetulan saya suka menggambar dan suka motret meski bukan profesional. Menggambar dengan Corel Draw memberikan saya sebuah pandangan baru bahwa setiap hal itu harus melalui proses. Tidak gampang meniru sebuah foto makanan menjadi gambar yang diinginkan. Hanya untuk membuat sebuah gambar makanan yang mirip dengan foto aslinya dibutuhkan beberapa proses yang ternyata menyulitkan .
Fotografi juga sama, saya ini bukan ahli. Tetapi bagaimana hasil jepretan saya yang tidak ahli itu enak dilihat? Untuk itu setidaknya saya harus mengetahui seni olah digital meski sederhana. Seperti cropping, mengubah saturasinya, warnanya, atau malah mengatur kontrasnya dan sebagainya.
Menulis pun sama, kegagalan merupakan proses biasa yang harus dialami semua penulis. Kegagalan hari ini berarti pelajaran agar esok lebih baik. Masalahnya kita jarang menyadari hal ini. Yang terpancang di kepala kita hanya bagian gagalnya saja, bukan pelajarannya.
3. Mau Terus Belajar
Belajar itu tak ada matinya. Seorang penulis harus selalu memperbaharui pengetahuanya. Tidak hanya bidang menulis tapi juga belajar banyak ilmu lain yang menunjang bagi kita semisal Biologi, Fisika, Kimia, Kedokteran, Ilmu Forensik, Psikologi , dan sebagainya. Semakin luas pengetahuan anda, maka akan terasa efeknya dalam tulisan anda. Tulisan anda akan semakin berisi. Tidak garing dan enak dinikmati. Alhasil ketika orang membaca tulisan anda rasanya akan seperti mengalami sendiri.
Jadi sebenarnya profesi menulis itu tak ubahnya ilmuwan. Anda harus menguasai banyak hal untuk membuat sebuah tulisan jadi mengesankan.
Apakah harus bersekolah untuk mendapatkan semua itu? Tidak selalu. Membaca adalah kunci utamanya. Pertanyaannya sekarang untuk anda dan saya berapa banyak anda membaca dalam sehari?
4. Berkomitmen kuat
Tanpa komitmen kuat niatan menjadi penulis akan mudah luntur. Begitu banyak halangan dan rintangan akan dirasakan seorang penulis. Bedanya, penulis hebat akan terus berjalan meski ada rintangan. Penulis angot-angotan, yang semangatnya byar pet, akan menyerah ketika sisi terjal dunia menulis menghampar di depannya *saya banget ini
Kita belum ngomong jauh soal pengalaman miris penulis yang royaltinya belum dibayar ya, tapi bagaimana tetap konsisten pada cita-cita setelah berulang kali ditolak, dikritik, dicela, dan kalah dalam berbagai lomba.
Komitmen kuat akan membuat seorang penulis punya waktu kapanpun untuk menulis meski orang bilang waktunya sesempit lubang jarum sekalipun.
5. Berpikir Optimis
Waah, mind set berpikir optimis ini yang sulit dirubah. Kebanyakan setelah gagal berkali-kali, biasanya kita akan berpikir ya udahlah mungkin saya emang gak bakat. Bukannya berpikir sebaliknya, bahwa bila satu pintu tertutup maka seribu pintu terbuka.
Perasaan seperti ini akan lebih parah lagi bila kita memperhitungkan berapa banyak yang waktu, tenaga, dan biaya yang sudah kita korbankan.
Hal itulah yang saya alami. Saya kerap merasa sebaiknya saya menyerah saja dan berhenti karena ternyata karya saya ndak nyangkut sama sekali di hati para editor majalah, koran, atau bahkan penerbitan. Maka saya bisa memahami bila ada penulis yang patah hati dan memilih stop menulis.
Semoga sekelumit pengalaman saya menjadi bahan belajar buat anda semua, yang justru membuat anda terpikir untuk mencari cara bagaimana memecahkannya dan mengaplikasikannya untuk kemajuan menulis anda. Semangat!
Salam.
Saya terus berusaha menulis artikel yang lebih menarik... ganbate !
BalasHapusitu yang benar mas Adi, mencoba terus
HapusAku termasuk penulis pemula... Sebagai pemula aku merasakan kurang tekun dlm menulis..kurang merhatiin dan mempelajari apa maunya media.. Kalau tulisanku ditolak media seringkali aku uring2an patah semangat dlm wajtu yg lama.. Mksh ya atas pencerahannya.. Nice post...
BalasHapusSemangat terus Mbak Rita, wah kita mah sama. Saya nulis ini biar semua yang sedang belajar nulis pada tahu apa sih sisi beratnya jadi penulis.Semoga ketika mereka mengalami ini mereka langsung bisa mencari jalan keluarnya
Hapusharus terus berusaha dan pantang menyerah ya...
BalasHapusAih benar banget Jeng Santi, coba lagii sampai dapat hadiahnya
Hapusassalamu'alaikum ... salam kenal, dik. Ini mah saya banget hehe... Nulis sekali, alpanya banyak kali. Makanya gak tembus tembus. Beberapa menang lomba, GA, seneeeng ... eh selanjutnya mati gaya lagi. Baca ini jadi malu.
BalasHapushahahaha, sama Mbak Ani. Perkara sering mati gaya sehabis gagal itu sering saya alami
HapusHarus menempa diri biar bermental baja ^^
BalasHapuswuuf, saya masih perlu belajar soal ini Mbak. sumpee
HapusSebagai penulis pemuulaaaa bgt aku jg gitu mak..semangat naik turun, ga tahan banting jg. Jd penulis emang ga gampang ya mak.
BalasHapusSemoga bisa terus semangat ... :)
hnaaah cucok banget Mbak, ha saya sering tarik napas panjang. Berasa udah capek banget padahal baru segitu-gitunya usaha
HapusSemangat, semangat, semangaaat...! Makin semangat setelah baca tulisan ini :-)
BalasHapussemangat, semangat! Sebagai pemula kita memang kudu punya banyak stok semangat ya?Heheh
HapusKonsisten menulis... semangatttt! :)
BalasHapushehe iya mbak Zakia, konsisten dan konsisten. Begitu kata orang-orang hebat itu untuk jadi penulis keren
Hapussepertinya saya belum punya 5 hal tersebut, memang benar ya kesuksesan yang besar membutuhkan energi yang besar. terima kasih sharingnya mbak
BalasHapuswah sama aja mbak wida, saya ini masih harus belajar banyak. Ha wong nyatanya juga segitu-gitu aja
Hapussemangat. :)
BalasHapusayo semangat Mbak Uwiien, mbuh gimana pokokny hajar aja. semoga sukses ya
Hapusmental baja harus diterapkan ya
BalasHapusiya mbak Lidya, duuh karo kurang dari baja belum tahan bantingan *ngomong apa sih saya hehe
Hapuswah saya juga masih harus banyak belajar juga nih :)
BalasHapusberkunjung kemari ya mbak Kunci Sukses Menulis 1 Menit & Fakta Dunia Bahasa Kita
ah, sama mas Rifai. saya apa lagi
HapusWaaah, main vector juga sekarang? Asyiiiik. . .
BalasHapussedikit, sedikit mbak. Lha daripada bengong, main Corel aja
HapusSaya terus menulis, menulis dan menulis, niatnya buat pembelajaran diri dan bonusnya kalau ada yang baca :)...
BalasHapuswah saya setuju tuh sama komentar mbak Tian, pembelajaran diri perkara nanti ada yang baca dan dibayar pula itu bonusnya.Jadi tetep semangat belajarnya
Hapus