Saya selalu bingung kalau ditanya soal pria idaman. Kalau sekedar bilang
saya bisa aja secara klise berkata, pria
idaman itu harusnya :
“Yang pantes dibawa ke
kondangan”
|
Tapi kemudian saya batalkan karena ketika saya berpikir kalimat itu
terdengar seperti bingkisan. Kalau bingkisan berarti saya harus siap menghadiahkan
pada orang suatu hari kelak *gleg!
Oke, kali ini saya akan bilang :
“Yang pantes dipamerin di meja
makan...”
|
Masalahnya saya merasa kalimat itu menunjukkan pria saya kelak semacam
hidangan. Semua orang boleh mencicip dan dibawa pulang. Oh, tidak!
Atau mungkin malah semacam barang pecah belah dan teman-temannya, seperti
sendok, garpu, atau malah pisau roti? Lho, ndak bener ini. Maka saya pun nggak
jadi mengatakannya.
“Yang tinggi besar, tinggi
derajatnya
besar pangkatnya.”
|
Dereng, dereng, dereng, dereeng...Pertanyaannya adalah : Siapa elu?! *nunjuk
diri sendiri.
So, saya coret kalimat itu dari daftar jawaban. Sebab pada kenyataannya
saya tidak punya semuanya. Toh kalau pun punya nanti di akhirat Allah yang
dihisab adalah amal kita, bukan derajat dan pangkat to?
Terus piye? Saya garuk-garuk kepala. Lalu berbinar-binar
waktu menemukan kalimat klise lain yang berbunyi :
“Yang sedang-sedang saja. Sedang ingin beli mobil, ada. Sedang ingin
liburan ke luar negeri, ada. Sedang pingin bela-beli-belu perhiasan, ada...”
|
Jreeeng! Woi, woi lagi-lagi pikiran sehat saya bertanya ,”Nah lu gimana?
Kira-kira kalau harapan itu dilontarkan oleh seorang pria, lu masuk kriteria
nggak?”
Hihi, enggak! So, kembali jawaban ini saya buang.
Baiklah, kalau begitu saya akan bilang :
“Yang berakhiran -an
saja...Tampan, mapan, menawan, hartawan.”
|
Hak preet! Di dunia mimpi kali ye...di dunia nyata yang begitu biasanya
juga milih dari kalangannya sendiri bukan?
Ah, pusing saya. Terus pria idaman saya itu macam apa? Saya merenung,
mencari kalimat paling tepat. Setelah membaca sono-sini, akhirnya jawabannya
justru ada di buku saku pramuka, yaitu pria idaman saya adalah yang
ber-DASADHARMA PRAMUKA!
Yang didalamnya memuat butir-butir seperti di bawah ini :
1. Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia
3. Patriot yang sopan dan ksatria
4. Patuh dan suka bermusyawarah
5. Rela menolong dan tabah
6. Rajin, terampil, dan Gembira
7. Hemat, cermat, dan bersahaja
8. Disiplin, berani, dan setia
9. Bertanggung jawab dan dapat dipercaya
10. Suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan
Gimana keren ‘kan?
Tapi itu sebelum saya sadar betapa saya sendiri tidak memenuhi seluruh
butir itu. Kalaupun memenuhi standarnya nggak sampai bernilai 70, jangan-jangan
50 pun enggak ada *ngoook.
Lha terus piye? Kalau ndak
punya kriteria kesulitan dong biro jodoh mbantuin kamu, Fin...
Muahahaha, iya juga ya *garuk-garuk kepala.
Kriteria itu nggak bisa sembarangan. Kudu serius
lho kamu! Kudu jelas, jangan asal.
Ini perkara seumur hidup.
Oke, oke...Hmm...(kelop-kelop). Nganu...(bingung jelasinnya).
Ah, ngona-nganu! Tak jual
di E-bay juga lo kamu kalau begitu!
*Ngakak guling-guling
So, kriteria pria idaman saya itu bagaimana? Rasanya saya harus angkat
tangan kalau disuruh mengatakannya. Meski terkadang kalau ada yang tanya saya
akan bilang seperti Brad Pitt, tapi saya mengatakannya semata bercanda. Sekedar
lucu-lucuan doang.
Nggak tahu kenapa jauh dalam hati saya merasa tidak pantas sebegitu
kukuhnya menetapkan kriteria, sementara pada kenyataannya diri sendiri jauh
dari sempurna.
Dan saya pun ngakak ketika teman saya berkata ,”Boleh saja kamu menetapkan
kriteria. Tetapi kamu juga harus ngaca, diri kamu sendiri gimana? Minta yang
soleh, yang kaya ilmu dan kaya harta, yang nggak memalukan kalo dipamerin
dimana-mana...tapi diri sendiri ajrut-ajrutan itu namanya dodol jaya! Oh, iya. Kalo kamu berdoa baiknya yang wajar
aja, nggak usah sok-sok maksa! Misal dengan bilang ‘Saya mau saya dia aja,
Tuhan! Nggak pakai lainnya, karena cuma dia yang bisa bikin saya bahagia’.”
“Emang kenapa?”
“Pertama, kamu itu hanya manusia, nggak pantes maksa Tuhan. Masih untung
kamu dikasih nyawa gratisan. Kedua, karena kamu belum tentu sanggup menempuhi
ujiannya ketika doamu dikabulkan.”
“Jadi gimana?”
“Berdoa ya berdoa aja, jangan mikir bagaimana-bagaimana. Perkara dikasih seperti
apa seterah Allah dah ya...Dia lebih tahu yang pantas buatmu.”
Saya nyengir kuda. Dan pada akhirnya saya tetap membiarkan titik-titik di
belakang kalimat “Pria Idaman Itu
Harusnya...” tidak berisi apa-apa.
Salam sayang.
Hug, hug dari kejauhan.
heheheh..kok ada dhasa dharmanya pula xixixixxi
BalasHapusHahaha, mbak Hanya jadi bikin saya ketawa lagi
HapusKalau saya Mak, yang bisa menggetarkan hati saya. Kalau dia memang jodoh saya, bel-bel di hati saya berdentang dan bergetar..hihihi..Alhamdulillah, dapat yang menggetarkan hati.
BalasHapusahihihi, iya ya mbak Rizka siapapun dia, pokoknya klonengan di hati berbunyi berarti itulah tandanya
BalasHapusHahahaha... Jadi keinget masku mbak... Udah umur 30 lebih, hadehh nyari cewek milih milih banget gak ngaca,, iya sih dia pinter tapi pinter aja apa cukup ckckckckck karena ternyata para wanita juga punya kriteria pria idaman yaaa heheheheh
BalasHapussebenarnya milih itu wajar kok Neng Icha. Lha kalo ndak milih lak yo sembarangan jadinya hihi.
HapusTapi saya sepakat tuh dengan MBak Rizka, ketika dia berhsail membunyikan klonengan di hati mungkin itulah jawabaannya. Bahkan ketika dia tak sesuai dengan kriteria. Lha soalnya banyak temen yang meski punya pasangan ideal, cocok kriterianya, tapi begitu masuk ke gerbang pernikahan ternyata malah berantakan. Entah kenapa
Membaca tulisanmu membuatku teringat masa ababil dulu..... : )
BalasHapusAhahah, pasti sambil cekikikan ya?
Hapus