Hari yang menyenangkan
ketika teman saya menelepon. Seperti yang sudah-sudah kami ngobrol panjang
tentang banyak hal. Tapi diantara semua hal yang ia ceritakan ada satu yang
menarik perhatian saya yaitu berita soal (sebut saja namanya) Bunga.
Bunga yang sekarang jauh
berbeda dari Bunga yang dulu saya kenal. Gadis cantik, pintar dan baik itu
telah bermetamorfosis menjadi orang yang suka omong besar. Mengaku punya usaha
ini-itu dengan skala mencengangkan, tapi ketika dibuktikan tidak sesuai sama
sekali. Maka bisa dibayangkan apa yang
terjadi kemudian—di jaman dimana komunikasi itu berada di ujung jari. Tak perlu
telepon, tak perlu kirim surat. Tinggal buka saja BB atau WA maka berita itu
menyebar dan akhirnya justru mengungkap hal lain yang lebih
mencengangkan—seperti tidak bayar barang
yang ia pesan pada X padahal si barang sudah diterima, bertanya soal
beberapa produk tetapi ketika diberikan contohnya dia menghilang tanpa jejak
dan sebagainya.
Pertanyaannya sekarang ,”Kenapa melakukan kebohongan?”
Ada beragam alasan yang
kenapa seseorang melakukan kebohongan. Salah satunya adalah ingin terlihat
hebat di mata orang.
Kalimat terakhir itu
akhirnya membuat saya melongok diri sendiri dan bertanya ,”Pernah nggak sih
kamu berpikir untuk melakukan hal semacam ini?
Sebagai manusia biasa
bukan tak pernah saya tergoda untuk menyombongkan diri. Membesarkan situasi,
supaya dimata orang lain saya terlihat glossy. Bohong sana, bohong
sini...supaya orang melihat betapa “Wah!”-nya saya.
Agar kebohongan itu bisa
diterima, diperlukan seni tersendiri. Seni tingkat tinggi. Sebab kalau tidak
kau hanya akan mendapatkan kegagalan. Seni berbohong membuatmu memperhitungkan
segala hal. Mencocok-cocokkan segala hal agar orang yang diyakinkan percaya
bahwa segala omonganmu adalah benar.
Tapi kenyataannya
tidaklah gampang, semakin kita berbohong semakin kita sulit mencocokkan segala
hal.
Taruhlah contoh begini :
Demi terlihat keren di
Reuni SMA (sebut saja namanya) Afin
Yulia yang jelita (ngoook), berniat mengaku bahwa dia adalah seorang penulis
terkenal yang karyanya sudah banyak masuk koran, majalah, dan penerbitan. Plus
ditambahi bumbu ini itu yang mengesankan bahwa dia sudah sukses besar dan punya
duit milyaran yang intinya bikin orang terkagum-kagum sampai liuran (maklumlah,
dia tak ingin kalah dari teman-temannya yang rata-rata sudah jadi orang).
Keren kan?
Tapi segera setelah
skenario kebohongan dibikin, Afin Yulia menyadari bahwa perkara
cocok-mencocokkan keadaan dengan omong besar itu tidak gampang. Seperti
keterangan berikut ini :
1.
Pekerjaan
Mengaku
Penulis besar. Tapi begitu di cek via Mbah Google, tidak ada tulisan satu pun yang menunjukkan
kebesarannya. Novelnya baru tiga biji terbit, selebihnya belum ada. Jadi yang
besar apanya? Badannya? OMG!
2.
Penampilan
Mengaku
penulis besar dengan duit milyaran. Selalu menyombongkan bahwa dia biasa
nyalon juga merawat diri di spa sekali
sepekan. Kenyataannya kok mukanya ala kadar? Macam orang yang tak pernah
melakukan perawatan. Pertanyaannya salon atau spa mana yang dituju? Dan ngapain
dia disana? Ngepel?
Lihat
jilbabnya. Sumpah deh itu jilbab Rp 15.000,00. Bukan jilbab mahal. Bajunya juga
murahan. Aiih, gitu ngaku penulis terkenal?
Penulis
terkenal dari HONGKONG?!
3.
Isi dompet
Masa iya
seorang penulis besar kok isi dompetnya cuma dua ribu perak? Mana mungkin
keles?
4.
Alas Kaki
Omong
kalau duit milyaran, tapi alas kakinya dong hanya sandal jepit warna-warni yang
dibeli saat obralan.
Jelas
tidak cocok dengan situasi yang dia gambarkan.
5.
Tasnya
Ngaku
kaya, bahkan berkata bisa beli tas mahil harga berapa saja dengan hasil
menulisnya. Tapi kenyataannya tidak pernah sekalipun dia kelihatan memakai
tas-tas itu. Yang selalu terlihat dipakainya justru tas rajut ini, yang
dibikinnya sendiri. Luntur lagi.
6.
Makanan
Sebagai
orang (terlanjur) kaya, Afin Yulia mengaku tidak bisa makan makanan kampung.
Tapi yang mengenaskan doi kepergok makan oseng-oseng pepaya. Bohong besar dia!
Jadi begitulah, kawan. Ternyata berbohong itu tidak gampang. Perlu
kecermatan, perlu kemampuan mencocokkan segala hal. Kalau tidak, jangan
coba-coba daripada kerepotan.
Seorang bijak berkata :
Setiap kali kita berbohong sebenarnya yang kau
bodohi adalah dirimu sendiri. Bukan orang lain.
Kau bisa saja menceritakan hal-hal yang tak sesuai
keadaan untuk mengesankan orang. Tetapi semakin dalam kau berbohong, maka akan
semakin banyak kebohongan kau ciptakan. Jika sudah begini, sama saja kau
menciptakan jerat bagi lehermu sendiri. Satu saat jerat itu akan mencekik dan
membuatmu mati.
“Eh, Fin...kau punya BB tidak?” mendadak teman
saya bertanya. Dan buyarlah lamunan saya. Hihi saya lupa teman saya masih di
ujung telepon sana, belum bubar dan masih bicara.
“Enggak,” kata saya.
“WA?”
“Enggak juga. Wong aku pakai semarphone kok (a.k.a
plesetan smartphone alias ponsel jaman
jebot). Mana bisa dipasang aplikasi kayak begitu?”
“Waduh, kalau ada kan bisa gabung sama teman-teman
alumni jurusan kita.”
Saya nyengir kuda. Berpikir-pikir, kalau nanti
saya punya smartphone yang bisa diisi aplikasi BB dan WA, perlu gabung sama
mereka atau grup-grup lainnya nggak ya? Eh bukan soal sombong atau bagaimana.
Tapi saya agak takut juga jika nanti gabung saya jadi dengar-dengar gosip yang
lebih heboh lainnya.
Lha wong nggak gabung BB atau WA saja gosip panas
yang masuk ke telinga ini sudah luar biasa. Bikin saya jadi ikut sebel, bikin
saya jadi ngomel, bikin saya jadi ngomongin orang. Widih, padahal kalo dipikir
diri saya sebenarnya nggak bisa disebut baik juga. Lebih pinter ngomongin orang
ketimbang menyadari kekurangan diri sendiri *elap ingus.
Aih, mungkin inilah maksud Tuhan kenapa saya masih
belum diberi rizki untuk membeli ponsel smartphone dan saudaranya itu yang bisa
diisi aplikasi BB dan WA. Sebab Dia tahu akibatnya untuk saya, si dodol jaya.
Klik, beberapa detik kemudian percakapan terhenti.
Saya kembali sendiri.
Terlepas bagaimana perilaku (sebut saja namanya)
Bunga kini, saya berterima kasih padanya. Ia secara tidak langsung telah
menjadi guru saya.
Ah, sudahlah. Mari kita akhiri saja ceritanya.
Semoga sampeyan dan saya selalu diingatkan Allah setiap kali pikiran melencong
kemana-mana. Selamat akhir pekan!
Salam.
makasih diingatkan mak, mmm...better jujur ya lebih aman di hati :)
BalasHapusIya mbak Kania, kita gak repot cari alasan
Hapuslebih baik jujur aja ya
BalasHapusTop, Mbak Lidya! Daripada mumet
HapusJleb banget ini tulisannya mbak....
BalasHapusTp skrg bukannya lg musim pencitraan emang ya hihi
Hihi, iya...lagi musim yang beginian memang
HapusJadi apa adanya saja itu lebih menenangkan. Bahkan seorang teladan Rasulullah pun menjalani hidup dg sederhana ^_^
BalasHapusBenar sekali mbak Sie-thi, kita lebih bebas. Tidak pusing mencocokkan segala hal
HapusSubhanallah, aku pikir hanya tulisan biasa. Ternyata mengandung banyak manfaat, nasihat dan pencerahaannya. Hihii...
BalasHapusTerima kasih mba Afilia :))
terima kasih Mbak Nurliana, alhamdulillah jika memberi manfaat
Hapuskebohongan biasanya bikin kebohongan lagi untuk menutupi kebohongan sebelumnya ....dan itu yang bikin makin tidak gampang karena hati berontak hrs boong terus jadi memang ga gampang bohong itu, ga gampang membohongi hati
BalasHapuslha semakin banyak bohong, make-up nya semakin tebal. Jadi susah menghapus nantinya ya Mbak Rina
HapusSatu kebohongan muncul, kebohongan lainnya akan bermunculan.
BalasHapusTerima kasih mbak untuk sharingnya.
benar mbak ika, akhirnya memusingkan kepala
HapusAfiiin... selalu tulisanmu banyak mengandung petuah yang gak muluk tapi jeruuu... thanks sobat
BalasHapussama-sama mbak nungki, bisanya cuma gini
HapusAfiiin... selalu tulisanmu banyak mengandung petuah yang gak muluk tapi jeruuu... thanks sobat
BalasHapusYa
BalasHapusDemi pencitraan ato malu karena anggapan aib bohong
Salam
@guru5seni8
Penulis di http://hatidanpikiranjernih.blogspot.com atau www.kartunet.or.id
ah, mungkin dua-duanya Mbak Tya. Entahlah
HapusLebih baik jujur meski menyakitkan ya mbak...
BalasHapuslebih enteng mbak ika, meski jujur bikin kita dicela
Hapusbohong aja belepotan palagi jujur yaaa...banyaaak bener makhluk-makhluk sejenis hobby ngayal yang tercipta di jaman smartphone ini.
BalasHapushahhaha, mungkin aslinya pengen jadi pemain sinetron mbak. Karena belum kesampaian ngayal dulu boleh
HapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusHihihi...paling nyaman dan aman ya jdi diri sendiri, pribadi yang sederhana. Ketimbang bohong2 tapi ngga realistis ya, Mbak. :D
BalasHapusha bener Mbak Idah, sesuatu yang tidak realistis efeknya merepotkan :)
HapusTerkadang ada rasa bangga yang berlebihan dalam diri kita ya, Mbak.. Makasih banget uda diingetin :D
BalasHapusHei, Beby. Saya yang terima kasih karena sampeyan juga ngingetin saya lewat kalimat ini "Terkadang ada rasa bangga yang berlebihan dalam diri kita", dan itu bahaya
HapusSemoga tiap kali itu terjadi, kita diingatkan Allah
Bagus mbak,, cm yang sekarang banyak sy jumpai, kebanyakan orang berbohong bukan untuk pamer lagi mbak tp untuk dikasihani n menarik simpati (membumi untuk meroket). Ini tidak hanya di dunia pengemis tp banyak terjadi di lingkungan kerja.
BalasHapushwahaha...iya emang. Aduh, dunia kebalik sekarang ya Mas Firman. Dikasihani kok malah jadi kerjaan.
Hapus