Sungguh bangga menjadi
orang Indonesia. Selain memiliki keindahan alam yang luar biasa, kita juga
dikenal sebagai bangsa yang ramah.
Begitu mudah menyapa dan menyunggingkan senyum bahkan pada siapapun yang
tidak dikenalnya.
Itu sisi positifnya.
Sisi negatifnya apa? Tak
jarang keramahan itu menjadi sesuatu yang menyebalkan. Membuat orang sakit hati
dengan omongan kecil yang seharusnya tak dikatakan. Apakah mereka sadar? Tidak.
Kebanyakan orang menyamaratakan keramahan dengan kepo atau berkata yang
menyebalkan.
Seperti yang dialami oleh seorang
teman.
Ia tengah berjalan ketika
seorang tetangga menyapa. Layaknya orang yang bekerja dan tinggal di
perantauan, wajar kiranya jika si tetangga ingin tahu kabar terbarunya. Sampai
disitu semua masih baik-baik saja hingga si tetangga melihat perutnya dan
berkata ,”Lho belum hamil juga? Sampeyan itu buntu apa gimana?”
Teman saya diam, menahan
perasaan. Kalau menuruti bisikan setan maulah ia menempeleng atau mengata-ngatai
balik orang itu. Tetapi, beruntunglah ia tergolong pandai menahan emosi. Meski
mendengar komentar tak mengenakkan ia tetap bersikap biasa. Bahkan tersenyum
sebelum akhirnya ngeloyor pergi.
Tetapi bagaimana setibanya
dia dirumah? Apakah dia baik-baik saja? Tentu saja tidak, mungkin karena tak
kuat menahan kesal akhirnya ia membagi kisah itu pada saya.
Blaam! Saya seperti
dihantam pintu mendengar kisah yang ia sampaikan. Dalam hati saya berujar ,”Kok tega sih ngomong
demikian? Memangnya hamil itu prosesnya kayak bikin pisang goreng? Begitu bikin
langsung jadi? Pale lu somplak! Secara ilmiah bikin anak itu caranya berawal
dari bertemunya sperma dan ovum. Masalahnya setelah proses itu berlangsung ada
campur tangan dzat yang lebih besar, Allah. Kalau Allah berkenan, maka proses
awal tersebut akan berlanjut. Dimana istri hamil dan kemudian melahirkan.”
Ck, ck, ck...orang itu
memang minta ditimpuk truk gandengan (lhoh sadis!). Sebagai manusia yang sudah diajari sopan
santun harusnya tahu dong batasan apa yang harus disampaikan dan apa yang
tidak. Atau jangan-jangan dia telah lupa ajaran untuk menjaga mulut dari ucapan
yang menyakitkan, yang justru jadi pengantar ke belokan menuju neraka?
Lalu, deg! Sampai dititik
itu saya terdiam. Bertanya balik ke diri sendiri ,”Jangan-jangan saya pun
demikian. Acap tanpa sadar mengucapkan kalimat menyakitkan. Niatnya sih
bercanda tapi kebablasan, tidak pasang rem alias blong!”
Kepada teman saya, hanya
satu yang bisa saya katakan ,”Abaikan saja omongan itu, Neng. Jangan biarkan
rasa kesalmu jadi sampah. Percuma saja, lha wong habis ngomong begitu itu
biasanya orang itu sudah lupa apa yang dia bilang. Paling kalau ditegur
dalihnya ya joking doang.”
Weis, bijak tenan ya
kedengarannya? Tapi memang itulah yang harus dilakukan. Saya pernah
mengalaminya beberapa kali tentu dengan kasus yang berbeda, ada orang datang
tanpa pikir panjang ngatain saya sembarangan, lalu ngeloyor pergi tanpa sadar
ia sudah bikin hati saya serasa diremas-remas. Panas!
Dari situ saya belajar
mengabaikan. Wis ben, istilah orang Jawa. Atau sudahlah, Indonesianya. Kenapa?
Ha wong disimpan dan diingat, toh peristiwa itu tidak menghasilkan uang. Yang
ada malah amarah numpuk dan ujung-ujungnya saya juga yang sakit dada. Sementara
orangnya sudah tertawa-tawa, nggak ingat sudah menyakiti kita. Kalau sudah
begitu yang rugi kita. Sudah dosa nambah karena kita simpan sampah amarah, eh
wajah jadi menakutkan karena bibir manyun dan tanduk muncul di kepala. Ya ‘kan?
Maka bersyukurlah saya atas
kedatangannya hari itu. Sekali lagi Allah mempertemukan saya dengannya untuk
belajar satu hal : MENJAGA MULUT! Ketika bertemu teman ada baiknya tanyakan
kabarnya atau hal-hal baik tentangnya. Lain-lain yang sekiranya akan menyinggung
semisal kapan kawin (buat yang masih sorangan), kapan punya anak lagi (buat
yang sudah memiliki), kapan hamil, dan lain-lainnya mending dicoret dari daftar
pertanyaan. Ada baiknya sebelum bertanya
menempatkan diri jadi dia, apa rasanya jika saban hari mendengar pertanyaan
yang sama dari orang yang berbeda. Dengan begitu kita lolos dari kemungkinan
dicekoki bakiak sama orang karena lupa menjaga ucapan. Ya ‘kan?
Salam sayang dari kejauhan.
Kemudian saya nyanyi wah you gotta be so rude :P
BalasHapuswahahahah, kalo perlu pake formasi lengkap dengan band-nya Mbak Tian biar nyahok ya
HapusAku pernah digitukan mb pdhl kondisiny baru keguguran, dan sampe rumah langsung tangisan pecah, kadang saking ramahnya mungkiiiiin, adat orang indonesispun tanya2 hal gitu seolah woles aja, ga tau di ati tu suakkiiiiittt minta ampun, duh curcol heee
BalasHapuslha iya itu mbak Gustyanita, manusia itu emang doyan nyela lupa untuk mengingat betapa sakit kita saat mengalami hal yang sama ya, termasuk saya
Hapuskeramahan dan kepo memang tipis banget perbedaannya mbak :)
BalasHapussalam kenal yah :)
sudah saya follow blognya :)
kerap orang susah membedakannya, padahal ramah kan jelas beda jauh dari kepo ya artinya hihi
Hapussampai akhirnya saya tahu dari teman saya sendiri kalau bahasa Jawanya, "mending omong timbang gak omong" (mending ngomong daripada gak ngomong) padahal seharusnya "mending gak omong daripada ngomong nyelekit" (mending tidak ngomong daripada ngomong menyakitkan)
BalasHapusladalah cocok itu mbak, tak ada bagusnya omong nyelekit itu. Kecuali malah cari musuh baru
HapusMungkin maksudnya sedikit bernaa guyon ya ngomong begitu. Tapi emang yang namanya ngomong bahkan guyon tetep kudu diati-ati ya Mbak. Jangan sampe dah nyakitin hati orang urusannya bisa sampe ke akhirat. :3
BalasHapusha itu dia, apalagi nyangkut hal sensitif. Tidak semua orang bisa nerima itu dengan gampang mbak Hilda. Kecuali minta digeplak ulekan hihi
Hapusmenyimak
BalasHapussaya jd ingat hadits yg dihapalkan anak saya
'amsik 'alaika lisanak'
jagalah lisan mu
HR. Tirmidzi
nah itu dia bener banget mbak, jagalah lisanmu kecuali pengen dapat musuh baru *nyengir
HapusSaya pernah mak dibilang buntu, tp syukur aja kebal, hehe gak pa-pa.
BalasHapusTarik napas-keluar pelan-pelan aja.
Lagian saya mikir, kalau orang emang dasarnya suka ngoceh pedih-perih gitu, apa2 aja pasti diocehin, temen saya yg anaknya banyak, ada aja yg guyonin *padahal gak guyon* , sampe malu dia bawa anak kemana2...
mungkin dia itu tidak tahu cara komunikasi yo mbak, atau jangan-jangan ndak ada yang diomongin lagi? Bisanya itu yo itu yang keluar
HapusRamah beda tipis ma kepo ya, mba.
BalasHapusYa sih kadang kita harus hati-hati juga kalau mau nanya jangan sampai terlalu gimana gitu
wakakaka, iya itu lho mbak citra. Fyuuuh
HapusAku tuh...sampe sering nerima sms..."masih gak cape nenteng lemak jemana mana? Diet yuk..."
BalasHapusHadeuhh...emangnya diet gampang (*numpang curhat)
wikiki, mbak aku juga sering dikatan endut. Kapan itu malah ada yang ngira hamil *jeng, jeeng
Hapuswaah mba aku orangnya ramah, aku kepo dong. hehe
BalasHapuskalo aku kasusnya beda, waktu aku merantau kuliah dulu tiap ketemu orang baru pastinya tanyanya "orang padang itu pelit ya?" duh shock. segitunyakah (btw aku orang padang)