Sedari kecil saya hanya suka membaca.
Saya menikmati prosesnya, memilih buku di perpustakaan, meminjam (karena saya
dulu tak punya uang untuk beli), membawanya pulang, membaca di balik selimut
sampai kantuk datang, lalu esok harinya tersenyum senang karena sudah
menamatkan kisah yang menyenangkan. Ketika akhirnya saya berhasil menelurkan
beberapa antologi, tiga buah novel remaja bersama dua orang teman, saya
menyadari itu lompatan yang besar. Andaikata saya tidak membaca mungkin hal itu
takkan terjadi pada saya.
Saya tidak tahu seperti apa kelak karya
saya dikenang orang. Yang saya tahu ketika menulis “suara saya takkan padam”,
walaupun sudah meninggal. Persis seperti apa yang Pramoedya Ananta Toer
katakan.
Belakangan dari menulis fiksi saya mulai
belajar menulis non fiksi. Satu atau dua dimuat di majalah. Lainnya
di beberapa
situs online seperti Vemale, Ummi, Bersama Dakwah. Kok baru sedikit sih? Iya,
saya menyadari memiliki banyak kekurangan dalam penulisannya. Kerap terlampau
berbunga-bunga, tidak langsung ke
pokoknya, bak menulis fiksi saja. Wajar kalau kemudian tulisan saya mendapat
penolakan.
Oleh karena itu saya ingin berguru pada
ahlinya, duo suhu yang menggawangi Kelas Menulis Online Smart Writer
yaitu Mbak RiawaniElyta dan Mbak Leyla Hana.
Supaya apa? Supaya tulisan saya semakin baik dan layak untuk dibaca orang.
Tidak membosankan, sampai-sampai orang malas membaca begitu melihat kalimat
pembukanya. Tetapi, tidak sekedar
belajar menulis fiksi saja yang saya inginkan. Tujuan saya kemudian adalah
menerbitkan buku nonfiksi.
menulis nonfiksi yang "feels like pleasure" butuh mentor tepat, contohnya mbak Ria dan Mbak Leyla Hana |
Kenapa sih saya ingin menerbitkan buku
nonfiksi? Saya berharap tulisan itu kelak bisa membuat orang-orang yang tengah
susah tak merasa sendirian. Ada banyak orang di luar sana yang mengalami
masalah sama—berat, megap-megap—tapi terus maju jalan, nggak pakai nengok
kiri-kanan. Percaya saja, di luar sana ada jalan keluar.
Aduh, terlalu besar impian itu kawan!
Aish, namanya juga impian. Senyampang
nggak bayar boleh dong bermimpi besar? Ya ‘kan?
Dan saya percaya belajar bersama kedua mentor itu saya bisa
mewujudkan mimpi saya. Sebagai penulis buku nonfiksi Sayap-Sayap Sakinan dan
sayap-Sayap Mawaddah juga sekaligus pemenang Feature Ufuk Majalah Ummi, ilmu
Mbak Ria bisa membantu memantapkan tulisan nonfiksi saya. Pengalaman Mbak Leyla
penulis lima buah buku nonfiksi dan mantan editor sebuah penerbitan akan membantu menunjukkan pada saya tulisan
macam apa yang disukai dari kacamata seorang editor.
semoga sukses Afin :)
BalasHapushihi makasih mbak
Hapusgood luck yaaaa aku sih baca aja dulu deh untuk semenyara belum bisa belajar :)
BalasHapusaih mbak Lidya merendah
HapusSemoga sukses ya mbak :D
BalasHapussama-sama mbak April
Hapus