“Jadi
penulis tak boleh gampang nangis. Harus tahan bantingan,
sebab
banyak sekali kesulitan menjelang. Tak cuma soal naskah yang tak ada kabar,
tapi juga ketahananmu menghadapi krisis finansial.”
Saya
mengetahui hal-hal itu sejak saya terjun di dunia literasi tahun 2009. Tapi,
saya baru paham setelah benar-benar menggantungkan diri pada pekerjaan satu ini
sejak 2012. Saya memang tergolong nekat, berbekal pengalaman menulis yang minim
saya berani terjun menjadi penulis. Maka ibarat orang lari yang tak melakukan pemanasan
cukup ketahanan saya pun menurun. Meski lintasan yang dicapai belum mencapai
seperempatnya, saya megap-megap karena kesulitan bernapas. Walau begitu saya
tetap bertahan. Saya sudah memulai perjalanan, jika saya berhenti maka sia-sia
saja langkah yang sudah saya lakukan.
Tetapi,
ketika dompet hanya berisi lima ribu rupiah saya menyerah. Sepertinya saya
harus berhenti saja. Uang sebanyak itu hanya cukup untuk pergi ke warnet satu
kali. Lalu selebihnya bagaimana? Padahal saya butuh internet untuk melakoni
pekerjaan saya sebagai penulis. Butuh browsing ini-itu, mengumpulkan artikel
yang saya perlukan untuk si calon tulisan, juga mengirim naskah tulisan saya
via e-mail ke penerbit, majalah, atau lomba-lomba penulisan. Tanpa internet
yang jadi sahabat saya (dan tentu saja para penulis lain di era digital), saya
mati gaya. Sepertinya saya harus gantung pena (berhenti menulis).
Namun,
Allah sungguh baik. Keputusan untuk gantung pena itu batal saya lakukan ketika
adik saya menceritakan soal wifi.id di RTH Maron di awal tahun 2014.
“Kecepatannya
boleh, juga. Aku barusan dari sana,” kata Wawan.
Ah,
tapi biasanya kan tidak gratis, pikir saya. Setidaknya butuh Rp 5000, 00 agar
bisa akses wifi-nya. Padahal isi dompet saya tinggal segitu. Ah, sedihnya...
Seperti
tahu pikiran saya, Wawan, berkata ,”Yang di RTH Maron wifi-nya versi gratisan alias free. Kalau lainnya kayak
flashzone-seamless, flash zone, @wifi.id, sama flexi
zone baru bayar. Cuma kalau pake yang
free ini
tiap 20 menit harus log in ulang.
Tapi, itu nggak masalah lah...”
Waah,
ini jalan keluar bagi saya!
Tak menunggu lama, keesokan harinya,
saya pergi ke tempat itu. Sengaja saya datang pagi-pagi karena empat alasan.
Satu, jalan ke RTH pagi hari jelas baik untuk kesehatan. Dua, udara masih segar. Tiga, yang akses masih
sedikit. Empat, saya takkan kepanasan jika berlama-lama berinternet ria dengan
memanfaatkan free wifi.id disana. Dan hari itu saya merasakan surga kecil
memenuhi saya. Bagaimana tidak? Kecepatan akses sebesar 1 MBPS bisa saya
nikmati sendiri tanpa kendala.
Manfaat
Yang Saya Dapat Berkat Free Wifi.id
Seringnya
wifi-an di RTH Maron membuat saya dikenali para tukang sapu disana sebagai “Mbak-Mbak
yang rajin datang pagi cuma buat internetan”. Tak mengapa, memang begitu
adanya. Saya sering sekali datang, menggeloso di salah sudutnya dan memulai
berselancar di dunia maya bersama free wifi.id sahabat saya.
Perlahan
fasilitan yang dibangun berkat kerjasama Telkom
dan Pemkab Banyuwangi di ruang-ruang publik seperti RTH Maron ini, membantu
saya untuk terus meraih mimpi. Satu-persatu tulisan saya kirimkan ke berbagai
media. Memang tidak semua mendapat jawaban tetapi, saya bersyukur beberapa di
antaranya di muat. Tak kurang sembilan naskah baik itu cerpen, artikel
kesehatan, dan cerita anak terbit di majalah Jayabaya, sebuah majalah berbahasa
Jawa.
Salah
satu artikel bahkan bisa menembus majalah Ummi, yang notabene majalah lama dan
disegani. Sulit menembus majalah satu ini. Beberapa kali saya menulis untuknya
baru satu saja yang dimuat disana, yaitu di rubrik “Nuansa Wanita” yang terbit
untuk edisi XXVII, Februari 2015.
Satu
karya lain yang saya kirimkan selama menjadi pengguna free wifi.id membawa saya
lolos audisi menulis antologi “Jomblo : Prinsip Atau Nasib” yang diadakan oleh
komunitas Be A Writer (BAW) dan penerbit Indiva. Bangga rasanya ketika buku itu
terbit Februari 2015 dan menampilkan nama saya sebagai salah satu penulisnya.
Tidak
hanya terbit karya yang bikin saya bersyukur bisa menggunakannya, tetapi
kesempatan belajar seluas-luasnya, tanpa batas berkat free wifi.id. Ada banyak
pengetahuan menulis saya dapatkan secara gratisan. Tidak perlu bayar asal mau
berusaha mencarinya. Begitu juga soal kerajinan tangan, contohnya rajutan.
Selaku orang yang gemar merajut dan terkadang mendapat pesanan dari kegemaran
satu ini, saya harus sering-sering memperbaharui pengetahuan. Banyak e-book dan juga video tutorial yang saya
download demi meningkatkan kemampuan.
Dan ini sangat membantu ketika ada pelanggan yang memesan beragam model
rajutan.
Dari
segi kesehatan, saya pun mendapat keuntungan. Selaku penulis artikel kesehatan,
khususnya mengenai manfaat tanaman yang ada di sekitar, banyak sekali jurnal
dan artikel yang saya unduh untuk mendukungnya. Efeknya tak hanya menambah mutu
tulisan tetapi juga menaikkan pengetahuan saya akan khasiat beragam tanaman.
berkat menulis artikel kesehatan seperti ini meningkatkan pengetahuan akan khasiat tanaman |
Bahkan
dulu semasa Ibu masih hidup, saya menjadikan free wifi.id tumpuan untuk
mendapatkan akses informasi apa penyebab rasa nyeri pada sendi dan tulang yang
beliau alami. Beragam web tersaji dalam sekejap mata yang menyadarkan saya
bahwa semua permasalahan yang ibu alami sesungguhnya efek dari penyakit
diabetesnya. Ya, penderita penyakit satu ini rentan terkena penyakit tulang dan
sendi.Bapak pun demikian, terkadang saat beliau merasa tak enak badan ia akan
meminta saya untuk mencari tahu kira-kira apa penyebabnya dengan menyebutkan
gejala yang beliau alami. Dengan demikian Bapak memiliki gambaran apa kira-kira
penyebab penyakit tersebut sebelum pergi ke dokter dan meng-cross check-nya secara langsung.
Pengetahuan semacam ini menjadikan Bapak bersiap dan tidak mudah gupuh kala berhadapan
dengan dokter.
Tips
Menggunakan wifi.id
Agar penggunaan free wifi.id maksimal maka biasanya ada beberapa hal yang saya lakukan :
1. Menggunakan
free
wifi.id saat sepi pengunjung
Ada jam-jam tertentu
dimana pengunjung tidak terlampau banyak menggunakan. Semisal pagi hari,
utamanya selepas subuh, atau saat jam anak-anak masuk sekolah. Pukul 12 siang
ke atas tak saya sarankan, karena penggunanya sudah banyak, sehingga
kecepatannya pun melambat. Untuk membuka satu website saja terkadang
membutuhkan waktu lama.
2. Dekat
dengan access point-nya
Terlampau jauh dari access point biasanya membuat daya
tangkap sinyal wifi lemah. Oleh karena itu usahakan duduk di dekat access point tersebut.
3. Jangan
download video dan menyimpan web di
saat yang bersamaan
Karena copy paste artikel dari web merepotkan
ke MS Word, saya cenderung menyimpan web-nya saja untuk kemudian dibaca ulang
ketika saya butuh informasinya. Sayangnya, melakukan ini bersamaaan dengan men-download video justru memperlambat
proses pengunduhannya. Jadi unduhlah salah satunya terlebih dahulu, entah itu
video atau web. Tapi, untuk save website dua atau tiga disaat yang hampir
bersamaan biasanya tidak masalah.
Belakangan saya sudah jarang akses free wifi.id. Tetapi, saya tidak akan
lupa jasanya. Sebab bersamanya saya melewati banyak hari di bawah siraman
matahari dan air hujan demi meraih mimpi di dunia kepenulisan. Tak hanya itu,
dukungan Telkom terhadap komitmen Pemkab Banyuwangi di bidang digital society membuat #IndonesiaMakinDigital tak sekedar
slogan kosong yang enak di dengar, tapi benar-benar diimplementasikan. Dilansir dari Antara
News, dengan adanya 1300 titik wifi di Banyuwangi pengakses internet pada
kuartal pertama tahun 2014 meningkat menjadi 164.372 pengguna perbulan (naik
sejumlah 97.957/bulan). Once again, thank
you Telkom, thank you wifi.id.
Semangatnya keren Mbak :) Salut banget bacanya. Semoga karya2 berikutnya makin cetar yo Mbak :) Salam sukses :)
BalasHapusterima kasih mbak Wahyu, terima kasih banyak untuk kata-katanya yg positif.
HapusSukses selalu mba ☺😊 Allah itu memang maha baik banget..
BalasHapusTerima kasih mbak Rodhiyatun Mardhiyah, I agree with you.
Hapus