Pukul 19.30, saya menatap kalender
yang terpampang di depan kepala. Beberapa jam lagi penanggalan ini takkan
tergantung di tembok lagi. Ia akan turun dan digantikan oleh penanggalan yang
baru, penanggalan tahun 2019. Menatapnya tak urung mengingatkan saya pada
perjalanan menulis yang panjang. Sebelum menulis cerita anak, artikel, dan
novel, saya terlebih dulu menulis di blog pribadi yang dimulai tanggal 29 Mei
2006.
Cerita saya dua belas tahun lalu
menggelikan. Sangat alay dan tak ada maknanya, isinya pun sekedar curhat saja.
Cara menulisnya pun berantakan. Jangan tanya soal tanda titik atau koma.
Pokoknya hajar saja. Di masa itu yang terpikir di kepala saya adalah menuliskan
isi hati. Percayalah, kini setiap kali saya membacanya yang terpikir di kepala
adalah "Kok bisa sih saya nulis kayak begini?" sambil tertawa-tawa.
Akan tetapi, tak bisa dipungkiri dari
bloglah saya belajar menulis pertama kali. Dari sana saya belajar menuangkan
isi kepala, apa pun topiknya. Lalu membaca ulang dan mengoreksi sebelum di terbitkan.
Begitu terus secara berulang-ulang hingga tanpa sadar tulisan saya menjadi
berkembang. Saya yang semula awam soal tanda baca, kaidah penulisan judul, dan
sebagainya, perlahan mulai paham.
Blog pula yang mengajarkan saya untuk
mandiri dan tidak tergantung orang lain. FYI, di tahun-tahun saya nge-blog awal
memperindah blog dengan menambahkan widget tak semudah sekarang yang tinggal
klik "add gadget" dan lalu masukkan kodenya. Dulu harus edit HTML,
jadi harus metani (mencari) satu-satu
di mana kode tersebut ditempatkan. Kurang dalam penulisan kode atau salah
penempatan, blog bisa berantakan. Saya pernah mengalami ini dan hampir nangis.
Sudah awam, blog berantakan, bagaimana cara mengembalikannya? Akan tetapi,
semua kesulitan itu tanpa sadar memberikan kebaikan. Secara tak langsung saya
diajari untuk mencari jawabannya sendiri tanpa perlu merepotkan
orang. Sikap ini pula yang membantu saya di awal-awal terjun di dunia kepenulisan.
Saya memilih untuk mencari tahu segala sesuatunya sendiri, sebelum tanya pada
senior di bidang kepenulisan. Kecuali saya tak menemukan jawaban, barulah saya
tanyakan.
Tidak hanya itu saja, dari blog pula
saya belajar percaya diri. Saat Blogfam (komunitas blogger kece di masanya)
mengadakan lomba, saya ikut saja meskipun tahu kepandaian saya tak ada seujung
kuku. Waktu itu Blogfam mengadakan lomba "Ngeluh Gombal". Seperti dapat
durian runtuh! Tulisan saya yang berjudul "I love You Just The Way You're”
dapat nomor tiga. Tahun berikutnya, saya menang lagi lomba Agustusan Blogfam.
Tulisan berjudul "Surat Kepada Presiden" jadi nomor dua di ajang
lomba itu. Secara kasatmata, tulisan ini sudah lebih baik dari tulisan yang
tampil di blog pertama kalinya. Penggunaan tanda baca, cara menuliskan judul,
serta isi lebih mantul kata anak sekarang. Tentu masih banyak salahnya, namun
tak sebanyak di awal.
Berkat dua lomba inilah saya kian
percaya diri untuk ikut lomba berikutnya. Bukan lomba blog, melainkan menulis
kisah inspiratif di akhir tahun 2009. Kala itu saya tidak masuk menjadi salah
satu finalisnya. Dan sebagaimana pemula lainnya yang baru terjun di dunia
kepenulisan, kekalahan itu saya terima dengan berlebihan. Saya begitu kesal dan
menganggap bahwa kekalahan itu sejatinya pertanda bahwa saya tak memiliki
kemampuan menulis.
Saya sempat vakum beberapa saat,
tetapi banyaknya info lomba blog yang wara-wiri di akun Facebook saya kala itu,
bikin saya terpicu untuk ikut kembali. Menangkah? Alhamdulillah tidak. Namun
seiring berlalunya waktu, apa yang saya usahakan mendapatkan ganjaran. Tahun 2010
ini mimpi saya untuk punya buku terwujud lewat terbitnya MSBFS (My Stupid Bos
Fans Stories), Antologi Anak Kos Gokil (Gradien) dan Antologi Setan 911
(Leutika Publisher). Waduuh, bangganya bukan main waktu itu! Andai saya ini
diumpakan aya, saya adalah ayam serama. Yang ke mana-mana selalu membusungkan
dada dengan bangga.
Tahun-tahun berikutnya setidanya ada
satu buku yang terbit. Kebanyakan masih antologi. Buku solo masih satu, yaitu
novel "Sweet Sour Love : From Spring to Winter". Sementara novel-novel lainnya
adalah hasil kerjasama dengan dua atau lebih kawan. Beberapa naskah cerita anak
juga mulai terbit di majalah berbahasa Jawa, seperti Jaya Baya dan Panjebar
Semangat.
Mengingat semua ini tak urung terpikir
seandainya dulu saya tak nekat bikin blog dan menunda mewujudkannya, mungkin
saja saya tak seperti sekarang. Berprofesi sebagai penulis, seperti halnya
cita-cita yang sempat bercokol di kepala saya semasa kecil. Kini saya sudah
menelurkan lebih dari 20 buku baik antologi maupun solo. Yang jika dirunut ke
belakang, semua berawal dari hal sederhana, curhat di blog yang kemudian
berkembang menjadi kegemaran menulis kisah-kisah lainnya.
Meskipun impian memiliki buku
tercapai, blog tempat saya belajar menulis awal tak saya lupakan. Dia tetap
saya sambangi secara berkala. Saya isi dengan tulisan apa saja, kisah
perjalanan, tips, kisah yang inspiratif atau malah jenaka. Harapan saya semoga
saja isinya membawa manfaat bagi para pembacanya, bahkan hingga kelak saya
tiada.
Ah, tak terasa waktu sudah
menunjukkan pukul 21.38. Saya sudahi mengenang bagaimana blog berperan dalam
proses kepenulisan saya dari dulu hingga sekarang, teriring ucapan,
"Selamat tahun baru, selamat menyongsong hari baru. Semoga kegemilangan tahun silam, bisa kau temukan di tahun mendatang dengan penuh keberkahan."
Salam.
Tulisan ini diikutikan dalam kontes
Mbak Afin keren, deh, sudah punya banyak buku antologi dan buku solo. Saya mana bisa nyamain prestasi Mbak.
BalasHapusKalau dari dulu saya awal bikin blog sekadar tempat mengarsipkan karya, sekarang mah untuk mengembangkan diri.
Hal kecil bisa besar, ya, Mbak. Salam kenal.
Wah, ndaklah Mbak Rohyati Sofjan. Saya belum apa-apa. Yang lain bahkan lebih hebat. Terima kasih sudah mampir kemari.
Hapus