THR? Kalau ngomongin ini saya suka tertawa. Dulu jaman masih ngantor, saya dan teman-teman selalu menunggu hari itu tiba. Yang biasanya datang jelang libur kantor, yang artinya pula THR diberikan sekian hari jelang lebaran. Buat yang single seperti saya, mungkin tak terlampau jadi masalah. Karena rumah masih numpang orang tua. Jadi kebutuhan lebaran seperti kue dan lain-lain, saya tidak terlampau ikut serta. Paling nyumbang dikit-dikit untuk menggenapinya.
Sementara yang sudah berkeluarga jelas beda. Ada istri yang
kirim kode lewat dentingan toples kosong atau anak-anak yang mendadak kompak
"menyanyi" meminta dibelikan baju dan sandal baru. Ini yang biasanya
dikeluhkan teman-teman kantor saya dulu. Kita balik ngasih kode bos, kodenya
mental. Antara kurang jelas kodenya, apa pihak ono yang kurang peka terhadap
siraman THR di musim kemarau melanda dompet-dompet anak buahnya, kita juga
nggak bisa menerka. Alhasil cuma bisa menghela napas sambil ngelus tembok saja,
hahahaha …
Sekarang semenjak freelance memang tidak lagi menerima THR,
tapi bolehlah saya bercerita bagaimana cara sederhana mengatur uang THR ala
saya. Nggak pakai lama, yuk kita cuuz saja!
Seperti halnya orang-orang lain, saya juga membayangkan bisa
membeli baju, sepatu, sandal, atau lain-lain yang serba baru. Sumber dananya
darimana? Tentu saja THR yang kita terima. Tetapi, biasanya semua angan-angan
itu tidak saya turuti semua. Biasanya begitu THR diterima saya membaginya
menjadi pos-pos tertentu seperti di bawah ini :
1. Pos hari raya
Namanya pos hari raya, tentunya digunakan untuk segala
keperluannya. Baik beli sandal, sepatu, isi toples di rumah (alias kue), sirup
dan sejenis itu. Sebelum bela-beli-belu, saya biasa menyiapkan daftarnya dulu.
Maklum, Kakak ... takut kalap. Dengan membawa daftar belanjaan ini, kita jadi lebih
disiplin. Nggak kalap melihat baju, sepatu, celana, dan lain-lainnya. Jika
semua sudah terpenuhi, segera balik kanan. Langsung menuju kasir dan bayar.
Nggak perlu mampir-mampir lagi kemana-mana, biar tidak tergoda untuk ngantongin
segala sesuatu yang unyu, yang bikin hatimu merasa pek buk glodag sewaktu
melihatnya. Yah misalnya Abang So Ji Sub misalnya (loooh, ini sih bukan barang
Maliiiih!).
2. Pos Hutang
Ini penting, agar tidak jadi beban di belakang. Ya kali usia
kita panjang, kalau tidak? Kalau hutang belum dibayarkan sampai di akhirat pun
ditagih kecuali empunya mengikhlaskan. Contohnya hutang apa nih? Macam-macam.
Paling kecil pulsa, paling mahal bisa
jadi mobil Lamborghini atau tas Hermes yang dibeli dengan cara nyicil sekian
juta tahun (nggak sih, itu Hermes apa fosil? Ampe gitu nyicilnya hahaha ...).
Misal segala pulsa, Hermes, dan Lamborghini sudah lunas
semua, dimasukkan ke mana? Biasanya saya masukkan ke tabungan saja.
3. Pos Sedekah
Saya namai demikian karena dari pos inilah saya mengambil
dana untuk bersedekah atau berbagi. Biasanya saya utamakan keluarga dulu, baru
yang lain. Baru setelah itu dimasukkan dalam amplop sesuai jumlah orang yang
hendak diberi.
4. Pos Menabung
Tidak semua uang hasil THR itu saya hamburkan. Sebagian
tetap saya tabung. Jadi kalau pingin punya sesuatu yang harganya agar berbunyi
nyaring nggak nyusahin.
Nah, itu cara sederhana saya mengatur uang THR, Kakak.
Memangnya untuk apa sih dibuat pos-pos kayak gitu. Apa malah
nggak ribet?
Nggak. Justru dengan pembagian macam itu kita jadi bijak
menggunakan uang. Tidak melakukan pemborosan. Apalagi besar pasak daripada
tiang. THR cuma sejeti lima ratus, bela-beli-belu-nya diatas itu. Lah, bisa
tersedak-sedak kita dililit hutangnya. Begitu menurut saya.
Kalau teman-teman gimana? Begitu juga? Atau malah baru
berangan-angan melakukannya? Ah, tak apa. Tidak ada kata terlambat untuk
mengawalinya. Semoga artikel ini bisa bermanfaat untuk Anda semua ya?
Salam sayang dari kejauhan.
Sumber gambar : https://pixabay.com
Sumber gambar : https://pixabay.com
hahahah, sabar. Bentar lagi dapat, Kakak.
BalasHapus