Pentingnya Memahami Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi bagi OYPMK dan Remaja Disabilitas



Pubertas atau masa akil balig merupakan salah satu fase  normal yang terjadi pada remaja dalam perkembangan hidupnya. Di masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa ini, remaja akan mengalami perubahan dari mulai fisik, sikap, emosi, hingga perilaku. 

 Situasi ini sering membingungkan sekaligus menantang bagi remaja. terlebih pada remaja disabilitas atau OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta). Bagi remaja disabilitas atau OYPMK masa remaja bisa menjadi episode yang teramat  menantang. Bukan saja bagi mereka, namun juga untuk keluarga, lingkungan, pendamping, hingga gurunya.Terlebih soal kesehatan seksual dan reproduksi. 

Pendidikan mengenai hal tersebut pada remaja masih menjadi hal yang tabu untuk diperbincangkan. Padahal, Hak Kesehatan Seksual Dan Reproduksi (HKSR) merupakan hak semua orang. Tidak terkecuali bagi remaja penyandang disabilitas atau OYPMK. Untuk itulah NLR Indonesia melalui "Ruang Publik KBR" membahas mengenai "Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi bagi OYPMK dan Remaja Disabilitas melalui kanal YouTube Berita KBR selama pada hari Rabu, 25 Mei 2022. Acara yang dipandu oleh Rizal Wijaya tersebut menghadirkan tiga Nara sumber, yaitu Nona Ruhel Yabloy (Project Officer HKSR, NLR Indonesia), Westiani Agustin (Founder Biyung Indonesia), dan Wihelimina Ice (Remaja Champion Program HKSR).


Pentingnya OYPMK dan Remaja Disabilitas Mengetahui Hak Kesehatan Seksual Dan Reproduksi 


Nona Ruhel mengatakan bahwa saat membicarakan soal hak kesehatan seksual dan reproduksi sesungguhnya membicarakan diri sendiri. Karena hal ini tidak terlepas dari perkembangan tubuh juga aspek kehidupan kita, baik sosial, ekonomi, maupun secara keseluruhan.

"Ini penting sekali karena kadang-kadang bicara soal hak kesehatan seksual dan reproduksi selalu dianggap hal tabu untuk dibicarakan," ujar Nona.

Lebih lanjut ia mengatakan jika orang tua sering menganggap remaja akan tahu dengan sendirinya seiring berkembangnya usia. Nona juga menjelaskan jika remaja dengan disabilitas punya hak untuk mengetahui perubahan pada dirinya,salah satunya menstruasi. 

"Kadang-kadang hal itu tidak disampaikan atau dibicarakan dengan anak perempuan. Atau mimpi basah, itu juga tidak dijelaskan apa itu," terangnya.

Inilah yang menyebabkan  anak dengan disabilitas atau OYPMK menjadi korban kekerasan atau pelecehan. Sebab hal tersebut saling berkaitan. Ketika mereka tahu tentang haknya, mereka tak hanya mampu melindungi dirinya. Akan tetapi, mampu pula bersuara. Itu sebabnya penting bagi OYPMK dan remaja disabilitas mengetahui tentang hak kesehatan seksual dan reproduksi (HKSR).

Terkait alasan di balik "Kenapa orang tua atau lingkungan terdekat masih tertahan untuk mengedukasi HKSR", Nona mengatakan bahwa penyebabnya adalah informasi yang kurang.


Sumber gambar: YouTube Berita KBR


Dalam penjelasan selanjutnya Nona menyatakan bahwa ada banyak informasi terkait hal tersebut, tetapi yang benar sedikit. Oleh sebab itu perlu edukasi pada orang tua, anak, bahkan pendamping atau guru di sekolah. Dengan demikian mereka memperoleh informasi yang tepat.

Salah satu contohnya mengganti pembalut. Penting bagi OYMK dan  remaja disabilitas untuk mengetahui  bagaimana langkah-langkah mengganti pembalut yang tepat. Dengan demikian mereka bisa menjaga kebersihan dirinya sendiri


Aspek-aspek Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) yang Perlu Diketahui oleh OYPMK dan Remaja Disabilitas


Ada empat aspek yang perlu diketahui oleh OYPMK dan remaja disabilitas:

1.  Aspek pubertas

Dalam hal ini anak di-encourage untuk mau bicara atau menjaga dirinya dari kekerasan seksual atau pelecehan. 

"Karena kadang-kadang kekerasan atau pelecehan seksual itu terjadi anak takut untuk speak up. Takut untuk melapor. Jadi kita mengajarkan dia untuk berani bersuara ketika dia menjadi korban," ungkap Nona.


2. Aspek relationship (hubungan)

Seperti remaja pada umumnya, OYMK dan remaja disabilitas juga memiliki keinginan untuk membangun hubungan. Untuk itu mereka perlu mendapatkan edukasi bagaimana membangun hubungan yang sehat. Baik dengan keluarga, teman, bahkan pasangan.


3. Aspek kebersihan diri

Penting bagi remaja perempuan atau laki-laki untuk merawat dirinya, sehingga terlihat bersih dan rapi. 


4. Aspek lingkungan yang aman, bebas dari bullying

Diakui atau tidak, remaja disabilitas dan OYPMK kerap mendapatkan stigma, perundungan, serta diskriminasi. Karena itu penting untuk mengajarkan pada mereka, orang tua serta orang-orang terdekatnya bagaimana membangun lingkungan yang aman dan sportif. Sebab itu merupakan hal fundamental untuk memacu, mendorong, dan mendukung remaja disabilitas dan OYPMK agar mereka bisa survive.


Perempuan Tidak Mendapatkan Hak Kesejahteraan Seksual dan Reproduksinya


Westiani Agustin, selaku Founder Biyung Indonesia yang memiliki misi untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan dan kelestarian bumi, menyatakan perempuan sering diberi stigma sebagai kontributor sampah terbesar di dunia. Penyebabnya adalah penggunaan pembalut yang digunakan untuk kebutuhan kesehatan reproduksinya. 


Sumber gambar: YouTube Berita KBR

Dari situlah Biyung Indonesia memulai membuat produk yang diharapkan bisa mengurangi sampah. Tetapi, dalam perjalanannya yang bisa mengakses produk pembalut kain tersebut hanya sekitar 20% dari populasi perempuan. Itupun yang bisa mengakses informasi dan media sosial. 

Melalui persoalan ini Biyung Indonesia melihat adanya periode poverty yaitu di mana perempuan tidak mendapatkan hak kesejahteraan seksual dan reproduksinya. Salah satunya adalah hak menstruasi sehat.

Persoalan tersebut mendorong Biyung Indonesia untuk membuat program edukasi hak menstruasi sehat. Termasuk di dalamnya penggalangan donasi supaya bisa mengadakan pembalut kain gratis untuk kelompok perempuan rentan yang tidak bisa mengakses hak menstruasi sehatnya.

Narasumber selanjutnya adalah Wihelimina Ice, Remaja Champion Program HKSR yang berasal dari Labuan Bajo, NTT. Ia mengisahkan bahwa dia masuk ke NLR Indonesia tahun, 2018. Dari situlah ia berkenalan dengan program My Body Is Mine. Ice mengisahkan  semua anak baik disabilitas atau non disabilitas terlibat dalam program tersebut.

Menurut Ice memang penting bagi remaja sepertinya untuk mendapatkan materi HKSR, karena minimnya informasi tentang hal ini di masyarakat.


Waktu yang Tepat Untuk  Mengajarkan Anak Perihal   HKSR 


Sumber gambar: YouTube Berita KBR

Ice mengisahkan jika ia mendapatkan informasi mengenai hal itu di usia 13 tahun, sewaktu ia mulai menstruasi. Namun tidak sedetil materi  yang didapatnya melalui program HKSR. Menyambung ucapan Ice, Nona kemudian menjelaskan jika  HKSR sudah bisa dilakukan sejak dini, sedari usia 3 atau 4 tahun. Tepatnya ketika dia sudah memiliki pemahaman. Dengan mengenalkan anak tentang organ tubuh, siapa yang boleh menyentuh, dan lain-lain.. 

Westiani selaku Founder Biyung menyatakan setuju atas apa yang dikatakan oleh Nona Ruhel dari NLR. Ia berujar seharusnya edukasi tentang pemenuhan hak kesehatan seksual dan reproduksi dimulai dari soal tubuh. Namun, tentu saja menyampaikan hal ini bukan tugas ibu semata, tetapi juga seorang ayah.

Dari uraian di atas maka kita selaku orang tua sudah sepantasnya tahu pentingnya Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) bagi OYPMK dan remaja disabilitas. Dengan demikian kita jadi lebih memahami dan lebih aware pada OYPMK dan remaja disabilitas di lingkungan terdekat kita.













Komentar

  1. Bener sekali, Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (seks edukasi) memang seharusnya di ajarkan sedari dini kepada anak-anak. Agar anak-anak bisa speak-up ketika terjadi sesuatu yg tidak diinginkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak. Diawali dengan mengenalkan pada tubuh sendiri. Mana saja yang boleh disentuh dan tidak, lalu beranjak ke hal lain misalnya berani bersuara jika ada yang berani melecehkan.

      Hapus
  2. Bagi anak-anak jelang remaja yang biasa (bukan disabilitas) saja, masih banyak yang orang tuanya tak memperhatikan pentingnya penyampaian akan Hak Kesehatan Seksual Dan Reproduksi (HKSR) ini, nah tantangan besar pada remaja disabilitas, apalagi yang intelektualnya mengalami keterbatasan :(
    Perlu banget adanya edukasi seperti ini.
    *Mugniar

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mbak Niar, edukasinya mungkin jauh lebih menantang lagi untuk anak-anak disabilitas dan OYPMK.

      Hapus

Posting Komentar