Tak sadar, dengan seratus perak
yang kulemparkan pada pengemis jalanan
Ku harap Tuhan mencatatnya sebagai
kebaikan
Dalam buku sedekah dengan namaku di
sampul depan
Tak sadar dengan sepuluh ribu yang
(tak ikhlas) kuberikan aku berharap dapat balasan
Berkali lipat seperti yang Ia
janjikan
Satu ketika sedekahku
kutimbang-timbang
Aku merasa tak senang
Kataku Tuhan itu CURANG
Ya C-U-R-A-N-G
Curang!
Aku tidak mendapatkan balasan
setimpal
Justru kesukaran dan kepedihan
kudapatkan
Aku berteriak lantang pada Tuhan
,”Kenapa?!”
Tenang Tuhan memberi jawaban
Lewat rintik hujan yang menderas
kencang
Tunggang langgang aku mencari pohon
rindang
Sembari mengumpat panjang lebar
Lalu sayup-sayup kudengar desau
angin mengabarkan ,”Tuhanmu telah memberi balasan dengan berbagai jalan. Bahkan
lewat hujan barusan. Tetapi engkau tidak sadar. Pikirmu hanya harta dan
kekayaan yang kau inginkan. Padahal hujan ini nikmat tiada tara setelah
berbulan-bulan kekeringan.
Tak hanya tidak bersyukur, kau
bahkan mengumpati Tuhan.
Cobalan sesekali kau belajar
berhitung secara benar. Benarkah Tuhan curang. Jika ya mengapa Tuhan
memberikanmu oksigen gratisan?
Anggap saja harga oksigen Rp
25.000,00/liter. Jika kebutuhanmu dalam
sehari kira-kira 2880 liter. Hitung saja berapa habisnya selama sebulan,
setahun atau sepanjang hayat dikandung badan.
Andai Tuhan memang curang, mengapa
engkau diberi kesehatan? Tak perlu bayar, bahkan tidak hitung-hitungan. Bila
satu ketika kau bertandang ke rumah sakit, menjenguk kerabat atau handai taulan
yang sakit, tanyakan padanya berapa biaya
mereka habiskan agar sehat kembali?
Sekarang aku bertanya
padamu,”Siapakah yang curang? Kau atau Dia?”
Ternganga
Aku tak bisa berkata
Tuhan memberi terlalu banyak
Sedang balasanku seujung kuku saja
tidak
06:39 190512
pic : taken from snappyneema.tumblr.com
Idenya keren mbak :)
BalasHapusoh makasih Bundanya Fiqthiya, biasa lagi mumble to my self alias ngomong sama diri sendiri sebenarnya.
BalasHapus