Apa kau melihat
dia, Tuan?
Ia yang kini
meringkuk kelelahan. Tak ada penyakit ganas menyerang tubuhnya. Ia hanya terlalu
banyak mendongak, hingga leher kaku dan
mata berkunang-kunang. Semakin mendongak, semakin timbul iri dan tidak senang.
Semakin pula hatinya dipenuhi kemarahan. Pada taraf positif kemarahan itu
membuatnya bergerak mengejar ketertinggalan.
Tetapi semakin kemari sisi positif itu kian pudar, smentara kutub negatif
kian terpancar. Buntutnya ia menyalahkan Engkau, Tuan, atas jabatan, ketenaran,
uang...segala gemerlap yang tak kesampaian. Hingga baginya dunia itu hanya
suram.
Pada pagi
seterang tanah, kau menggamitnya, Tuan. Mengajaknya keluar dari keterkungkungan
perasaan. Kau ajak ia menapakkan kaki ke tanah lapang. Membiarkan kaki
merasakan rumput-rumput basah oleh embun dan semilir angin yang menyejukkan.
Tetapi hati yang kusam itu tak merasakan keindahan.
“Apa bagusnya
berada di tanah lapang dengan tumbuhan liar sejauh mata memandang?” pikirnya
kesal. Lalu kau membuatnya tersandung,
hingga ia melihat dedaunan berbentuk hati yang merambat di dekat kakinya.
Ia membungkuk
dan mengelusnya. Merasakan embun di daun itu jatuh di telapak tangannya.
Dingin, menyegarkan. Menariknya pada satu pemikiran. Apa benar sih Tuan tidak
mencintainya? Jika benar tidak cinta mengapa ia masih diberi nafas dan
keleluasaan merasakan enaknya makanan setiap kali ia mengumpati-Mu?
Beranjak lebih
jauh ia menemukan semak-semak berduri dengan bunga-bunga warna merah muda. Biasa
saja nampaknya. Tidak ada yang istimewa. Tetapi engkau telah membuatnya
menundukkan diri untuk mengamatinya, saat kumbang-kumbang muncul dari balik
semak dan menghisa madunya maka ia pun
berujar ,”Bahkan bunga kecil sepertinya pun bermanfaat. Si kumbang menghisap
madunya. Berarti setiap mahkluk diciptakan ada manfaatnya. Termasuk aku juga.
Hanya aku yang belum tahu cara memaksimalkan potensi yang ada. Kurasa aku
terlalu ingin mencapai kesuksesan seperti mereka, meniru mentah-mentah cara
mereka. Dan terlupa bahwa masing-masing orang punya jalan berbeda untuk
meraihnya.”
Meninggalkan si
bunga merah muda, matanya terantuk pada bunga ungu di depannya. Bunga itu
tersembunyi diantara semak-semak, tak terlalu nampak jika tak mendekat. Sesuatu
yang kuat mendorongnya untuk mengabadikannya dalam kamera. Lalu klik, klik,
klik! Beberapa kali ia mengambil gambarnya. Saat ia melihat hasilnya sebuah
ketakjuban muncul diwajahnya. “Cantik sekali bunga ungu ini. Aku tak mengira
inilah nampaknya. Tadi kelihatannya ia biasa-biasa saja. Berarti sesuatu yang
indah dan luar biasa itu sesungguhnya berawal dari sesuatu yang sederhana. Kau
hanya harus melihat dari sudut yang berbeda untuk menemukan keistimewaannya.
Begitu juga diriku. Boleh saja orang bilang aku tidak punya kemampuan apa-apa.
Meng-under estimate diriku dengan celanya. Tapi benarkah demikian? Mungkin saja
bila dilihat dari kacamatanya. Tapi dari kacamata lain? Oh, belum tentu. Jadi
intinya akulah yang harus memaksimalkan usaha. Jangan selalu minta bantuan
orang lain untuk bersinar.”
Pada langkah
kaki ke sekian, ia menemukan bunga mawar. Cantik nian, terlihat menonjol
diantara singkong yang tinggi menjulang, rumput-rumput liar, dan sereh wangi
yang ditanaman berjajar di halaman orang. Yang menjadi pertanyaan apakah
kecantikan itu tetap akan menonjol bila disandingkan dengan banyak kembang?
Jawabannya bisa ya, bisa tidak. Bisa jika kemudian ia dipelihara dengan baik.
Tidak bila ia dibiarkan begitu saja tanpa perawatan memadai. Seperti juga
manusia bukan? Kau punya kemampuan, tapi dibiarkan, tidak diasah. Cukup puas
dengan keadaan sekarang. Tidak mau belajar. Memangnya apa yang bisa didapatkan?
Pada akhir
perjalanan, ia mengabadikan semburat jingga keemasan yang membias di antara
birunya langit. Lalu bergumam sembari berjalan pulang ,”Hidup selalu penuh
warna. Jika satu hari hanya warna kelabu yang muncul di hadapan, sepertinya
yang salah bukan keadaan. Diri sendirilah yang berpikir demikian. Jadi
berhentilah mendongak ke atas, mulailah melihat ke bawah. Agar kau lebih
bersyukur atas hidup yang diberikan Tuhan. Tidak bisa meraih kehebatan seperti
orang-orang di atas sana, bukan berarti tak istimewa. Mulai lakukan hal-hal
kecil yang kau bisa, dan biarkan orang lain menilainya apakah kau pantas
disebut istimewa. Jangan biarkan dirimu sendiri yang mengatakannya.”
Posted : Under Mumble to my self
All images taken with DSC W520
Orang tua saya selalu mengajarkan, "Lihat ke atas untuk memotivasi dan lihat ke bawah untuk tetap bersyukur"
BalasHapussetuju mbak Keke Naima
BalasHapusJangan melihat ke atas saja, capek hehehe
bunga2 dan langitnya cantik mba *salah fokus..
BalasHapusHwkakakakaka, Mbak Matris makasih ya...
HapusAku juga suka bunga-bunga itu. Simple tapi di kamera keren bo
tulisan ini rada serius....hei afin dikau baik-baik sajakah?:)
BalasHapusfine as always mbak sarah
BalasHapusberat yah? ada seton gak sih
gak semua pengalamanku sih, biasa aye pan kebagian mengamati
jadilah cerita ini
Standar sukses bagi orang kan berbeda2 Mbak :)
BalasHapusSalam kenal ya :)
salam kenal juga mbak, tentu saja berbeda. Nah kalo sama semua jadi artis atau presiden dong ya? Hehehe
BalasHapus