Membaca
judulnya pasti anda mengira saya telah melakukan hal yang luar biasa.
Mengorbankan sebuah kesempatan besar bernilai jutaan dollar hanya demi ibu
saya. Tidak. Saya tidak melakukannya. Yang saya lakukan hanyalah melewatkan
kesempatan mendapatkan pekerjaan baru. Tidak lebih.
Semua
bermula hari Jumat pekan silam saat seorang teman mengirim pesan :
“Gak minat
melamar jadi tenaga pendamping? Yang dibutuhkan S1 Pertanian”
Wah,
lowongan yang bagus. Sesuai dengan ijazah saya. Rasanya patut dicoba. Itu
sebelum saya teringat kalau jadi pendamping petani otomatis kerjanya di
lapangan *krik, krik. Kalau nanti saya ikutan dan diterima (hihi udah yakin aja
diterima) terus Ibu nanti sama siapa? Kalau Bapak sendiri yang menjaga ibu
kasihan juga. Sementara dua adik saya sudah besar-besar dan bekerja semua. Satu
nun jauh di Kalimantan, satunya lagi meski dekat tetap saja namanya orang
bekerja itu tak bisa sebebas saya.
Lho memang
Ibu kenapa?
Yang jelas
ibu sering mengalami nyeri atau menurut bahasa ibu cekit-cekit di bagian kaki.
Tidak hanya di satu tempat tapi bisa berpindah-pindah. Jika sudah kumat, ibu
sampai menitikkan air mata. Banyak orang menduga penyakit itu karena kadar asam
urat ibu tinggi. Tapi begitu diperiksa kadarnya normal saja.
Lalu
kenapa? Apakah itu akibat diabetesnya?
Bisa jadi.
Meskipun ketika diperiksa kadar gula ibu saya waktu itu juga normal saja. Menurut
Mayo Clinic orang berpenyakit diabet mempunya risiko yang lebih tinggi untuk terkena
berbagai penyakit tulang dan sendi. Seperti neuropati diabetik, osteoporosis,
osteoarthritis, DISH (Diffuse idiopathic skeletal
hyperostosis), atau Dupuytren contracture. Tapi
saya tidak bisa memastikan yang dialami ibu itu disebut apa. Sebab dokter-lah
yang berhak mengatakannya.
Kondisi Psikologis Orang Sakit
Saat sakit
kondisi psikologis seseorang bisa naik
turun. Terkadang bisa sangat tegar. Tapi bisa sensitif dan mudah marah di saat
lain.
Yang saya
pahami, kemarahan itu sebenarnya bukan pada orang lain, tetapi lebih kepada
diri sendiri. Ibu ingin sehat seperti sedia kala dan tidak menyusahkan siapapun
di dekatnya, tetapi kenyataan malah sebaliknya.
Sering
saat bicara, ibu mengutarakan betapa tidak enaknya berada dalam kondisi begini.
Ia sering merasa bersalah karena sakitnya telah membuat semua orang kelelahan.
Tidak tidur malam karena serangan cekit-cekitnya suka tidak tahu aturan, kapan
pun bisa menyerang, bahkan malam hari
saat orang seharusnya mengistirahatkan badan.
Apa sih yang dibutuhkan saat salah satu anggota keluarga
sakit begini?
>>Dukungan yang kuat dari setiap anggota keluarga. Tak melulu soal dukungan finansial, tetapi juga
dukungan moral. Tak harus ketemu muka, telepon pun bisa membuat si sakit merasa
lega.
>>Mengalihkan perhatian, itu
juga penting buat si sakit. Dengan begitu fokusnya bisa berubah, tak lagi
memikirkan sakitnya tapi memikirkan tentang hal-hal yang menyenangkannya. Apa
itu? Masing-masing orang tentu berbeda. Kalau Ibu saya, Ibu selalu nampak ceria
jika sudah membicarakan Kenzo cucunya.
kenzo sekarang sudah besar, sudah bisa nyanyi cica di didi (cicak-cicak di dinding) |
Makanya
kadang-kadang saya iseng bertanya pada ibu mau minta saya nyanyi lagu apa, Cicak-Cicak Di Dinding
atau Satu-Satu Aku Sayang Ibu. Tahu kenapa? Sebab dua lagu itu sedang hits
dinyanyikan Kenzo, cucu tercintanya. Saban hari dia menyanyikan dua lagu itu
meski belum jelas benar kata-katanya. Setiap kali telepon (Kenzo tinggal di
Kalimantan dengan ortunya), salah satu lagu dari dua lagi itu pasti Kenzo
nyanyikan. Kenapa sih saya melakukannya? Saya berharap perhatian ibu teralih, dari
memikirkan penyakitnya penuh-penuh menjadi beralih ke hal lain yang
menyenangkannya. Dalam hal ini ngomongin cucu.
Atau kalau
tidak sambil memijit kakinya (sebenarnya lebih tepatnya mengelus sih, karena
kalau dipijit keras-keras ibu merasa sakit), saya suka mendadak bilang ,”Wah,
Ibu tuh kece banget ya? Dulu pasti lebih kece lagi.”
Hihihi,
tahu apa yang ibu lakukan setelahnya. Sambil tertawa dia berkata ,”Kalau nggak
cakep masa Bapakmu suka Ibu? Kalau nggak cakep masa dulu banyak yang naksir
Ibu?”
Selanjutnya
percakapan jadi mengalir, dan ibu bisa sedikit lupa pada penyakitnya saat kami
bicara hal-hal di masa lampaunya.
Ini persis
banget dengan apa yang Dale Carnegie bilang kalau manusia itu suka bila diajak bicara
hal-hal yang mereka minati. Entah kesukaannya atau apapapun itu. Jadi jika ibu
anda sakit lakukan hal ini, siapa tahu justru ini bisa membuat Ibu jadi lebih
bahagia. Bukankah kebahagiaan itu bisa mengalirkan optimisme dalam hidup?
Lalu bagaimana
dengan kesempatan menjadi tenaga pendamping petani? Saya abaikan saja. Pilihan
yang terbaik sekarang adalah tetap tinggal di rumah, menulis sekaligus dan jadi
back up-nya Bapak menjaga ibu. Catet saya hanya jadi back up saja. Sementara
yang memegang peranan utama tetap Bapak
saya. Bapak itu luar biasa betul menjaga ibu saya. Bapak yang paling sering
terjaga saat malam. Bapak juga sangat disiplin soal makanan yang dikonsumsi
ibu. Semua makanan ibu Bapak yang menyiapkan. Mana yang boleh dan mana yang
dilarang, Bapak tahu semua.
Adik-adik
saya juga hebat, mereka mendukung ibu dengan caranya. Yang di Kalimantan suka
telepon Ibu, tanya ini-itu, cerita segala hal yang menyenangkan hati Ibu. Atau
malah kirim obat seperti propolis yang meski belum bisa menyembuhkan tetapi
setidaknya bikin ibu tahu mereka memperhatikan Ibu meski dari kejauhan. Yang
kecil suka ngobrol dengan Ibu, dia-lah sopir kami ketika diperlukan.
Lha
kontribusi saya apa? Kalau dalam pertandingan olahraga, saya ibarat cheerleader
yang mengibarkan pom-pom saja. Jadi kalau misalnya ada lomba anak yang berbakti
pada kedua orang tua, saya yakin tidak masuk kriteria. Iya dong, kontribusi
hanya seiprit gitu...
Nah, itu
tadi sekedar sharing saya saat ibu sakit. Untuk teman-teman yang
mengalami kondisi sama—Ibu atau Bapak sakit meski penyebabnya beda—semoga diberkahi
kesabaran.
Bagi anda
yang punya pekerjaan dan tinggal di kota yang berbeda kondisi ini jelas bikin
anda serba salah. Anda ingin berada dekat orang tua, tapi disisi lain institusi
tempat anda bekerja tak memberi ijin
anda untuk menjaga orang tua lama-lama.
Jika memang tidak bisa cuti lama untuk
menunggui ibu, sering-sering telepon
saja. Kalau bisa jangan menangis, tapi justru perdengarkan suara yang ceria.
Keceriaan itu menular, sebaliknya tangis malah membawa
kesedihan. Jadi segalau apapun anda karena
memikirkan ayah atau ibu yang sakit, tetap harus ceria.
Kalimat positif seperti
“Ah, Ibu pasti bisa sembuh” atau “Bapak tuh orangnya kuat, sakit beginian mah
kecil. Ya kan Pak?” sangat mereka perlukan.
Sementara membicarakan penyakitnya dan kemungkinan
terburuk yang bisa terjadi justru tidak saya sarankan. Begitu juga memberi
nasehat agar si sakit minum obat
macam-macam. Bukannya memberi efek baik,
simpati semacam itu bisa membuat si sakit jadi down dan kesal. Alhasil
kesembuhan malah jauh panggang dari api.
Semangat!
Salam kenal, Mbak... menarik sekali tulisannya, simple tapi mengena...kalau menurut saya, mbak ini lebih dari sekedar cheerleader lho heheh..btw, setuju banget baha keceriaan dan kesedihan sama-sama menular..jadi lebih baik pilih ceria aja kan :)
BalasHapusTerima kasih Mbak Shenia, hihi iya ceria itu menular. Jadi mari kita ceria, cheers
HapusInsya Alloh pilihan yang tepat ya mak, dan pasti akan dapat ganti yang lebih baik :)
BalasHapusterima kasih ucapannya Mbak Rahmi, terima kasih juga sudah mampir kemari
HapusMengurus orang tua juga penting ya Insya Allah diberikan kemudahan dari Allah
BalasHapusAh, iya mbak Lidya.
HapusSaya ngebayangin kalo tua nanti terus sakit anak-anak gak ada galau juga.
Barakallah untuk Mbak Lidya
Saya juga pernah dua tuhan di rumah aja karena mesti jaga orangtua, meskipun kadang jenuh, tapi alhamdulillah akhirnya bersyukur karena bisa nikmatin waktu bareng mereka
BalasHapusSalam,
Ara