image source : https://pixabay.com/ |
Beberapa waktu
lampau...
Saya sudah lama
tidak mendengar kasus apa-apa. Ibarat detektif, saya sedang rehat panjang.
Tidak menerima kasus dari siapapun dalam kehidupan saya yang tenang. Tetapi ketika
saya berpikir ketenangan itu akan bertahan lama saya salah. Satu ketika seorang
teman datang dan mengabarkan ,”Kami sudah pisah...”
Bah, pisah? Saya terbengong-bengong tidak paham.
Lalu sederetan penjelasan datang. Suaminya sudah menyatakan talak tiga.
Pertengkaran yang terjadi beberapa waktu silam itu telah menghasilkan keputusan
yang diluar dugaan—divorce!
“Apa tidak bisa diperbaiki?”
“I wish I could...Tapi dia sudah bilang begitu. Nggak bisa ditawar lagi.”
“Apa masalahnya?” Saya berusaha bertanya dengan nada sedatar mungkin,
seperti seorang pro.
“Dia bilang bla...bla...bla...”
Dwengg! Ada beragam hal yang berkelebat di kepala saya mengapa pria itu (gegabah)
mengambil keputusan demikian. Mungkinkah karena
merasa tertekan? FYI, sejak dia menikah dia memilih mengikuti istrinya. Dan
secara otomatis dia jadi tidak punya pekerjaan. Tetapi hal itu sudah
dibicarakan sebelumnya, sang suami pun menyepakatinya. Dengan asumsi nanti di
tempat sang istri ia akan mencari pekerjaan baru lagi.
Walau begitu banyak hal yang memang tak bisa kita prediksi. Meski sudah
menyatakan sanggup tetapi pada kenyataannya memang tidak mudah hidup sebagai
kepala rumah tangga tetapi tidak punya pekerjaan mapan untuk menghidupi
istrinya. Usaha yang baru digelutinya belum membuahkan hasil maksimal.
Sementara kebutuhan terus berjalan.
Hal itu diperparah lagi dengan sakitnya. Secara tiba-tiba, dia menderita
satu penyakit yang katanya sudah parah. Nihil pekerjaan sekaligus menderita
satu penyakit berhasil membuatnya
berubah drastis. Ia kehilangan kesabaran. Mendadak menghilang dan sulit
ditemui bahkan oleh istrinya. Selama itu juga komunikasi berjalan timpang. Bahkan
boleh dikatakan macet di tengah jalan. Istri dibuat bingung dan tak tahu
bagaimana menghadapinya. Hendak menolong tapi dia menolak, hendak bertindak
tapi bingung harus bertindak apa.
Yang bisa dilakukan adalah menunggu, menunggu, dan menunggu hingga sang
suami datang kembali. Ketika suami kembali ternyata muncul problem yang lebih
pelik dari sebelumnya. Di tengah-tengah ketidakstabilan itulah mereka
bertengkar. Dan jreeng! Suami menyatakan sebaiknya mereka tak perlu bertemu
lagi. Dan berpisah adalah jalan terbaik bagi keduanya, begitu hemat sang suami.
Itu palu godam bagi teman saya. Tapi ia masih berusaha. Ia menanyakan ke
beberapa orang akan nasib perkawinannya. Apakah benar apa yang dinyatakan sang
suami adalah talak tiga? Apakah talak tiga sang suami itu syah? Mengingat
biasanya terjadinya talak itu ada prosesnya. Tidak sekaligus talak tiga. Ada
yang berpendapat, bahwa talak tiga itu belum terjadi. Jadi mereka masih bisa
kembali. Disarankan agar istri meminta maaf duluan. Mungkin dengan begitu
pernikahan masih bisa diselamatkan.
Istri berusaha melakukannya, karena bagaimanapun dia masih sayang.
Masalahnya tak ada tanggapan. Jika pun ada, selalu menyedihkan. Bahkan ketika
sang istri mengatakan bahwa ada kemungkinan mereka kembali karena talak tiga
itu belum terjadi (sesuai pendapat yang didengarnya), sang suami berkata
,”Tidak, kita memang sudah talak tiga. Kita nggak bisa kembali lagi.”
Beberapa bulan menanti dan tak ada kepastian, akhirnya sang istri pun
melakukan tindakan, mengajukan perceraian ke pengadilan agama. Sejujurnya kalau
boleh memilih ia tak ingin melakukan, tetapi kenyataan bahwa suami telah
mengajukan talak tiga membuatnya mengambil jalan tersebut.
Dan selebihnya bisa digambarkan sebagai nasi pun telah menjadi bubur. Nah
ketika menjadi bubur inilah hal yang tak terduga terjadi. Suami mengajak istri
untuk menjadikan bubur menjadi nasi kembali. Atau bahasa mudahnya meminta maaf
dan menyatakan niat untuk menjadi suami istri seperti dulu lagi.
Agaknya ini yang sulit. Ketika nasi sudah menjadi bubur, maka tak ada yang
bisa dilakukan lagi. Selain mengenakkan si bubur dengan siraman kuah santan,
suwiran ayam, perkedel, kering tempe, dan potongan telur dadar. Dalam artian
menerima kenyataan dan melanjutkan kehidupan masing-masing seperti seharusnya,
suka tidak suka, terima tidak terima.
Kalau pun bersikukuh ingin kembali prosesnya tak semudah yang dibayangkan.
Suami harus menunggu istri bercerai dari orang lain.
Bisa saja orang mengaturnya, atau disebut nikah muta’allil. Alias
pernikahan yang diatur agar syarat suami untuk menikahi kembali istrinya
terpenuhi *koreksi jika saya salah. Yaitu dengan membuat seolah-olah istri
menikah dengan orang lain, dan bercerai beberapa saat kemudian. Namun ini juga
tidak disukai. Bahkan diharamkan.
Saya hanya duduk termangu-mangu mendengar seluruh kisahnya. Saya teringat
pertanyaan saya kepada seorang yang sudah menjalani pernikahan begitu lamanya.
Apakah pernikahan mereka selalu baik-baik saja? Tidak pernah ada masalah?
Jawabannya : Tidak juga!
Mereka punya masalah seperti orang-orang lainnya. Bahkan sampai tua pun
mereka terkadang masih bertengkar bak anjing dan kucing. Tetapi satu hal yang
tak terbersit di benak mereka yaitu :
Talak tiga!
Satu lagi kata mereka, usahakan bicara saat emosi sudah reda. Sebab ketika
emosi masih bercokol di kepala yang ada justru pembicaraan yang tidak sehat.
Dipenuhi nada tinggi dan keinginan untuk membantai satu sama lain yang efeknya
baru disesali kemudian.
Well, for you and me guys (terutama yang masih sorangan), moral cerita ini
sederhana :
Berpikirlah dulu sebelum bertindak dan berbicara, sebab penyesalan tidak
pernah tiba di awalnya. Melainkan di belakang saat hati sudah tenang dan emosi
menguap entah kemana.
Huhuhu, sayapun menitikkan air mata ketika dia, teman saya itu, sudah pergi
dari hadapan saya.
*dan saya pun gagal menuliskan cerita ini selucu The Confession Of TukangDengerin Curhat Jilid 1 . Susah sekali
mengubah kisah semacam ini menjadi humor ringan yang bikin orang tertawa
sekaligus merenungi pelajaran di baliknya. Susah, susah sekali rek...
Kalau denger ada teman atau artis berpisah suka diskusi ma suami, sama2 saling ngingetin euforia jaman msh awal2 jatuh cinta...
BalasHapusAlhamdulillah Mbak April, dengan begitu hubungan dengan suami tetap hangat ya
Hapussaudara jauh saya juga ada yang seperti ini mbak..bercerai padahal anak udah 2..tidak ada kekurangan materi..hanya masalah komunikasi..tp nasi sudah menjadi bubur..semuanya jalan sendiri2
BalasHapusAduh, itu dia mbak yang bikin sedih. Komunikasi itu sepertinya sederhana tetapi wooow ternyata efeknya luar biasa
Hapus