Sebagai
penulis saya bersyukur memiliki kemampuan berbahasa lebih. Tak hanya satu tapi
lima bahasa sekaligus—bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa kalbu, bahasa
tubuh, dan bahasa tarzan (pakai tangan, kaki, atau sembarang pokoknya you paham). Kedua bahasa yang pertama
membuat komunikasi dengan orang berjalan lancar. Saya tak dituduh alien karena
gagal paham bahasa apa yang mereka gunakan. Setidaknya dengan tetangga sebelah
saya.
Bahasa
ketiga, bahasa kalbu, yang paham tidak sembarang orang. Harus yang mumpuni
untuk memahami apa yang saya pikirkan. Dan ternyata yang mumpuni membaca kalbu
saya tak lain adalah saya sendiri. Lha
buktinya, meski saya sudah njureng-njureng (njureng itu apa ya bahasa
Indonesianya, ah...iya muka serius, alis kenceng) menyiarkan bahwa dompet saya
dalam titik nadir tidak ada yang mampu menangkapnya *hwahahaha. Jadi, ya
sudahlah. Saya harus terima kalau bahasa
kalbu itu tidak pas untuk komunikasi masal. Terlebih karena kebanyakan orang
bukan cenayang yang mampu membaca pikiran.
Bahasa
yang keempat, bahasa tubuh. Ini penting untuk kita kuasai. Karena tidak semua
orang bisa mengungkapkan perasaan. Kerap orang menyuarakan dengan bahasa tubuh
yang samar. Kalau kamu tidak paham bisa repot juga. Contoh soal kamu cakep tapi bau kandang sapi
dan kamu tidak sadar akan hal terakhir ini. Kalau kamu ingin tahu perasaan orang soal “bau
kandang sapi”-mu kau bisa cek bahasa tubuhnya. Coba lihat apakah tiap kali kamu
maju dia mundur-mundur sambil nyengir kuda?
Atau malah celingukan kayak nyari jalan buat hengkang tiap kamu ngajak
bincang-bincang? Jangan-jangan jika kamu
mendekat dianya lompat-lompat? Bahkan kalau kalian sampai duduk bersama, dia akan beringsut
jauh-jauh ke ujung lainnya. Kalau ditanya kenapa jawabnya ,”Ah, tempat masih
lebar masa sih dempet-dempetan?”
Kelima
bahasa Tarzan. Penting kalau ketemu orang asing di jalan, terlebih kalau
kemahiran bahasa Inggrismu nihil jaya. Tak ada cara lain yang pas digunakan
selain bahasa Tarzan untuk komunikasi dengan mereka. Cyat, hyat...yang penting I paham, kamu understand lah...
Saya
sendiri termasuk salah satu pengguna bahasa Tarzan. Saat masih di Bali dan
menjajal rasanya bekerja di dapur restoran selama kurang lebih dua atau tiga
bulan (duh saya lupa berapa lama tepatnya), saya kerap menggunakannya. Sungguh,
meski bahasa Inggris di rapor 9 dan tes speaking
saat kursus tidak mengecewakan ternyata bicara langsung dengan native speaker tetap saja kelabakan.
Intonasi yang berbeda dan kecepatan bicara membuat saya ngowoh saja di depan
mereka. Belum lagi kalau yang bicara orang Jepang, mati-mati deh lu! Bayangkan
yang namanya laundry bisa jadi laundari. Lhoh, kita ‘kan jadi bingung dan
bertanya-tanya ,”Opo iki laundari (Apa ini laundari)?”
Baru
setelah sesi ngowoh-ngowoh lama sambil memperhatikan dia mempraktekan gaya
“jemur-jemur, cuci-cuci” saya paham dan
bilang ,”Owalaaah, laundry you mean?”
Widiih,
si Mister dari Jepang itu langsung gembira kayak nemu emas batangan euy!”
“Yes,
yes!” katanya sambil nunjuk-nunjuk ke saya kayak pembawa acara kuis di
televisi.
Hwahahaha,
gila! Lain hari ada bule Inggris yang bilang “Large water please...”, telinga saya nangkapnya lark wader. Pikir saya ,” Lark wader itu ikan opo? Jenis baru apa piye?”
Untung ada teman yang paham. Begitu dia mengambilkan aqua besar saya baru paham kalau itu yang dimaksud bule tadi. Hihihihi, konyol.
Yang
lebih parah satu hari ada bule nanya-nanya soal handuk alias towel. Saya lupa apa pertanyaannya
waktu itu. Ha dasar bukan telinga Inggris, towel itu terdengar seperti tewel (nangka
muda). Saya melongo dong. Pikir saya ,”Ngapain bule nyari tewel. Kok ya ndak
ada kerjaan banget to? Ke Bali mbok nyari souvenir kece kok malah tewel.”
Eladalaah...
ternyata bukan itu! Saya paham setelah dia bentangkan tangannya dan praktek
gosok-gosok badan. Disitu saya ngeh yang dimaksud adalah handuk alias towel!
“Elaah,
bilang dong handuk dari tadi. Mister kan nggak jadi capek jelasin,” batin saya
sambil ngikik geli.
let's learning English from the beginning (source : https://pixabay.com) |
Bila
speaking masih perlu banyak
perbaikan, soal tata bahasa apalagi. Pernah seseorang berkata ”Karangan bahasa
Inggrismu masih rasa Indonesia”. Saya jadi ciut karenanya.
Setelah itu saya tak pernah mencoba. Saya pikir, daripada saya dapat masukan
yang bikin saya miris, mending saya belajar dulu saja sampai bisa nulis dengan
benar. Alhamdulillah, proses itu baru kesampaian tahun 2015. Saya berkesempatan
ikut kursus di dua tempat. Keduanya online. Satu di WhatsApp (I Can english course) dengan mentor Mrs. Rahma
dan satu lagi di facebook dengan mentor Mas Budi Waluyo (founder kursus Sekolah
Inggris). Di I can setiap selasa, fokusnya lebih ke praktek langsung. Sedangkan
di SI, saya tidak hanya praktek (pe-ernya lumayan banyak euy) tapi juga belajar grammar dari dasar.
Belakangan saya juga ikut sekolah TOEFL bimbingan
Mas Budi Waluyo. Saya memang kesulitan, tak hanya terkendala soal internet tapi
juga pemahaman grammar setingkat TOEFL. Saya memang berlangganan internet
setiap bulan, tapi terbatas. Sekedar ikut kelas online di I Can english course sekaligus mengerjakan
QOTD tiap dua hari sekali (Question of The Day) di grup SI dan TOEFL-7 saja
mampu. Tapi, kalau download materi
kursus, baik handbook atau file MP3
untuk listening, harus ke warnet. Kalau
tidak bisa jebol quota. Namun, saya merasa senang-senang saja. Kendala adalah
kendala. Kalau mau keluar dari sana harus kreatif mencari cara. Ya ‘kan?
Kenapa
sih saya niat betul ikut belajar Inggris bahkan menjadikannya #Resolusiku2017 ?
Sederhana saja sebenarnya, karena :
1.
Bahasa inggris adalah internasional
Banyak orang menggunakannya
untuk berkomunikasi satu sama lain. Jika saya tidak memaksa diri menguasai, apa
jadinya jika saya bertemu dengan orang asing. Saya pasti akan gagap dan memilih
melipir ketimbang menghadapi mereka. Padahal mereka butuh bantuan kita, mungkin
menunjukkan jalan atau tempat makan.
2.
Banyak sumber belajar yang
menggunakan bahasa Inggris
Banyak sumber belajar yang
menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar. Baik dalam bentuk buku atau media
internet. Ini jelas memusingkan bagi mereka yang tidak menguasainya. Dengan
alasan itulah saya bertekad untuk memperlancar kemampuan bahasa saya.
3.
Belajar bahasa asing bikin otak
tajam
Dengan belajar bahasa asing
otak kita akan bekerja. Ada konsep baru yang kita pelajari dari bahasa lain
yang bukan bahasa Ibu kita. Efeknya
selain mempertajam otak juga membantu menunda pikun di masa tua.
4.
Mampu menyampaikan kebaikan
secara global
Jika saya mampu menguasai
bahasa Inggris lisan dan (terutama) tulisan, saya bisa menyiarkan kebaikan
dalam kapasitas saya sebagai muslim. Siapa tahu tulisan-tulisan kecil saya bisa
memberi gambaran tentang Islam di tempat saya tinggal, dimana kekerasan seperti
yang digambarkan dalam media bukanlah jalan keseharian. Siapa yang tahu juga
tulisan itu bisa membawa saya memiliki banyak saudara dari berbagai belahan
bumi lainnya?
Siapa tahu juga kelak ada yang
bertanya mengapa saya memakai hijab atau harus sholat? Jika hari itu tiba saya
berharap bisa menjelaskan dengan lancar tanpa perlu celingukan karena tak tahu
cara menjawabnya.
5.
Antisipasi kompetisi global
Di jaman ini semua individu
dituntut menguasai bahasa Inggris. Bukan tidak mungkin jika bahasa Inggris saya
baik, saya bisa melebarkan karier kepenulisan saya keluar. Menjadi penulis web
atau artikel di majalah internasional. Siapa yang tidak senang?
Atau jika pun tidak demikian,
saya bisa menjadi guru bagi anak-anak saya kelak. Saya bisa jadi tandem mereka
saat ingin berlatih speaking, listening, atau grammar di rumah.
Semoga “Lancar Bahasa Inggris Lisan dan Tulisan #Resolusiku2017”
diijabah Allah. Saya diberi kemudahan mengatasi kesulitan juga diberi fokus
setiap kali mempelajarinya.
Tulisan ini diikutkan dalam Hidayah-Art First Giveaway "Resolusi Tahun 2017 Yang Paling Ingin Saya Wujudkan"
Aku juga sangat nggak bisa bhs inggris. Hehehe, semoga apa yang diinginkan tercapai ya Mbak. Lombanya juga sukses ya :)
BalasHapushihihi, terima kasih mbak wahyu. Matur nuwun sudah kemari, maaf saya susah bw balik
Hapussaya pernah ikutan kelas toefl mas budi waluyo, tapi emang mungkin dasarnya keinginan kurang kuat, jadinya malah gak beres, peer nya juga seabreg hehe
BalasHapusiya mbak Santi, pe-ernya emang waw banget. Saya juga sering keteteran
HapusSama kak, aku juga pengen lancar bahasa inggris. beberapa kali les inggris cuma bertahan beberapa bulan, sisanya ya pasif lagi karena nggak pernah praktek ngomong :(
BalasHapuslha itu dia, saya sudah lama banget nggak bicara
Hapussemoga terlaksana, berlatih terus
BalasHapusterima kasih mbak Tira, tenkyu
HapusWaah keren resolusinya, moga terwujud ya, aamiin.
BalasHapusMakasih udah ikutan GA aku ya :)
sama-sama Mbak, terima kasih sudah mampir
HapusResolusiku salah satunya pengen lancar bahsa inggris terutama writingnya sama bahasa korea #egh ini wajib semua. :)
BalasHapusAih, setuju. Siapa tahu ada kesempatan berkunjung ke banyak negara ya mbak, atau dapat kerjaan yang terkait dengan korea atau inggris
HapusDengan modal broken English sy sudah mengunjungi 20 negara di 5 benua dan sekolah di Usaics, DSSC, dan Clingendael Institute loch[pamer]
BalasHapusYang paling bagus memang belajar dan berlatih.
Salam hangat dari Jombang
Wiii, Pakde bikin iri. Aku juga pingiiin.
HapusTerima kasih sudah kemari Pakde
semoga terkabul dan bisa jjs ke Inggris bareng saya hahaaha
BalasHapusalhamdulillah...semoga ya mbak, siapa tahu Allah ngijabah
HapusKuncinya si giat dan jangan malu praktek, salah gapapa, nanti lama-lama jago! :DD
BalasHapusSalam,
Gianta
Nularrr semangatnya ke diriku mbaaa
BalasHapus--bukanbocahbiasa(dot)com--
Samaaa.. Aku juga pengen bsa bahasa inggris wkwkk. Norak bngt g bsa bhs inggris jaman moderen gini
BalasHapus