Saya tidak tahu
sejak kapan saya jadi pendengar bagi orang-orang. Saya bukan orang yang bijak,
berilmu, dan pantas dimintai nasehat. Tetapi mungkin itu hadiah Tuhan. Saya jadi belajar
banyak dari pengalaman orang-orang.
Dari sekian
banyak hal yang membuat saya bersedih adalah mendengar kata perceraian. Mungkin
saya akan baik-baik saja di depan si pencerita, tapi setelahnya saya bisa
menangis berderai-derai tanpa tahu kenapa saya yang harus menangis bukannya dia.
Terutama jika orang yang hendak bercerai punya anak, saya membayangkan jika
saya berposisi sebagai anak mereka. Pasti saya akan sedih melihat dua orang
yang saya cinta terpisah dengan alasan PERBEDAAN YANG TAK DAPAT DISATUKAN.
Diam-diam saya
membayangkan saya menjadi mereka, jatuh cinta pada seseorang dan yakin benar
untuk melangkah ke gerbang pelaminan bersamanya. Sebegitu gembiranya saya maka
yang lupa untuk melakukan persiapan.
Kalaupun ada, tak ubahnya persiapan layaknya orang yang pergi berwisata. Saya
siapkan koper berisi pakaian dan uang serta segepok buku panduan berwisata yang
menyenangkan dimana disana dijelaskan berbagai tips agar perjalanan jadi
mengesankan. Lengkap dengan tempat-tempat yang harus dikunjung, dimana
letaknya, naik apa. Semua serba sempurna. Yang ada dikepala hanya bagian
baik-baiknya saja. Lupa kalau di jalan bisa terjadi apa-apa. Begitu pun
pasangan saya.
Akibatnya ketika sampai
di tempat tujuan saya dan pasangan saya
terkejut menghadapi kenyataan di depan mata. Di belantara pernikahan yang baru itu kami tak
menemukan tempat berteduh seperti yang kami harapkan. Kami harus berjibaku
membangunnya mulai dari awal, dari pondasinya. Tak terkira betapa lelahnya kami
berdua. Kami jadi terlalu capek bekerja dan komunikasi memburuk karena kami
sama-sama kelelahan. Saat lapar makanan tidak langsung tersedia, harus dicari
dan diolah dulu. Betapa merepotkan. Padahal naga di perut sudah
berteriak-teriak meminta makanan. Emosi, lapar, dan kesal, kemudian menyalakan
api diantara kami berdua.
Kala makanan
akhirnya tersedia, rasanya jauh dari ekspektasi. Tidak ke utara atau selatan,
timur atau barat juga bukan. Nasinya
juga terlampau kasar sehingga jadi mual, mulas, dan berakhir dengan diare
parah. Dalam kondisi itu kami harus mencari obat untuk kesembuhan. Tetapi,
jalannya tidak mudah. Ada banyak tanjakan dan turunan. Dan ketidakbiasaan
melewati medan sedemikian rupa membuat
tenaga kami terkuras. Ditambah lagi cuaca yang tak bersahabat. Ada
kalanya angin berhembus kencang, kemudian turun hujan disertai kilat. Esok pagi
panas menyengat, lalu malamnya dingin menusuk tulang.
Keadaan macam ini
mulai menggerus perasaan. Kami kehilangan kesabaran. Komunikasi yang nampaknya
lancar sebelum pernikahan mendadak jadi hambar, bahkan penuh kepahitan. Kami
mulai berdiaman, enggan berujar, karena enggan terjadi friksi yang bisa menjadi
jalan perseteruan lainnya. Segalanya dipendam hingga tak sadar menjadi tumpukan
sesal. Tumpukan sesal menggunung dan memicu timbulnya percik api kemarahan.
Kemarahan tak terkontrol menghasilkan jurang pemisah yang lebar. Ditambah lagi orang-orang terdekat yang dipikir bisa memberikan pertolongan justru meniupkan angin perpecahan, bukan solusi atau dukungan untuk terus meneguhkan perasaan. Pada akhirnya
tak satu pun jembatan mampu menautkan lagi dua hati yang sudah berseberangan.
Begitukah?
Entahlah, saya
juga tak tahu. Tapi, saya berharap semoga siapapun yang sedang mengalami
masalah keluarga segera diberi jalan keluar. Masing-masing pihak diberi
ketenangan untuk mengambil sikap yang matang.
Salam.
source image : pexels
Amin, iya Mbak, harus sabar dan berpikir jernih ya untuk urusan dengan pasangan ini
BalasHapusiya mbak Wahyu, kadang sedih juga kita yang kebagian denger
Hapusaamiin, semoga diberikan yang terbaik
BalasHapusAmiin, semoga saja orang-orang yang tengah dirundung masalah semacam itu diberi keberkahan, batal berpisah
Hapusamin mbak ... , intinya mbak kita harus selalu tahan emosi dan saling percaya
BalasHapusha itu dia, Mas. setuju saya
HapusBagus artikelnya mba :).. Pernikahan itu memang seharusnya kedua pasangan udh sadar dgn apa yg nantinya dihadapi yaa. Biar ga kaget, siap ama semua kemungkinan, jd ga gampang gt aja memilih cerai.. Aku sendiri trmasuk yg pernah bercerai. Mungkin krn usia kami msh terlalu muda, mungkin krn sama2 masih egois, mungkin krn aku ga bisa maafin mantan suami yg selingkuh wkt itu, ...
BalasHapusTapi buatku jd pelajaran aja sih.. Semoga pernikahan kedua yg skr aku dan suami bisa lbh kuat dan siap :)
Alhamdulillah, turut senang atas pernikahan kedua Mbak Fanny. Semoga yang ini langgeng, dipenuhi berkah oleh Allah.
Hapusbaca ini pagi2 sukses bikin nangis :))
BalasHapusselamat pagi
selamat pagi Neng Biker.
HapusTapi, habis itu senyum kan?
Menurut pengalaman saya, jangan berpikir percaraian kalau berniat nikah lagi karena beberapa orang bertemu dengan pria berbeda tapi kareakter dan sifat sama.
BalasHapusHa iya itu ya Mbak Fitri...
Hapuspernikahan memang tidak seindah cerita di drama korea, selalu banyak aral melintang :(
BalasHapusperceraian adalah satu hal yang paling saya takutkan.. ya Allah
Di drama Korea, akhiran cerita bisa sedemikian indah sesuai ekspektasi pembaca, di dunia nyata memang ndak semudah itu ya neng...
Hapus