Aplikasi workshop menulis Room to Read
Phase 2 Cycle 3 Desember ini sudah dibuka. Saya yakin banyak penulis yang
ingin masuk ke dalamnya. Tetapi, bagaimana sih sebenarnya workshop Room to Read itu? Benarkah pelatihan menulis ini
menakutkan? Yang masuk hanya penulis terkenal dan berpengalaman? Mau tahu
jawabanya, nih cerita saya...
Saya sedikit sangsi sebelum
mengirimkan aplikasi ke Room to Read Juli lalu. Bukan apa-apa, saya mendengar
kalau yang lolos seleksi di pelatihan ini kebanyakan sudah berpengalaman semua.
Sementara saya tidak memiliki pengalaman cukup di bidang penulisan cerita anak.
Boleh dikatakan saya baru saja belajar. Karena baru itu belum ada tulisan saya
yang lolos media nasional. Bobo belum terdengar, Nusantara Bertutur sama saja,
begitu juga yang lain-lain. Kalaupun ada, hanya
beberapa di majalah berbahasa Jawa, Jaya Baya, serta beberapa buah
antologi. Jadi, bisa dikatakan mengirim aplikasi ke Room to Read itu bikin saya
gamang.
Satu hal kemudian menyadarkan saya, kenapa saya
takut sebelum mencoba. Lakukan saja, perkara lolos atau tidak urusan belakang.
Toh, kalau tidak lolos pun saya tidak rugi apa-apa. Takut amat sih? Begitu kata
hati saya. Berbekal kalimat itu saya menulis dua naskah cerita sesuai yang
disyaratkan yaitu sepanjang 50-200 kata. Selesai ditulis, cerita saya endapkan
sejenak, sebelum akhirnya saya kirim tanggal 2 Juli, enam hari sebelum deadline. Saya tidak berpikir apa-apa.
Berpikir lolos atau tidak lolos juga tidak. Pikiran saya teramat sederhana ,”Pokoknya
saya berusaha, selebihnya biar Allah saja yang menentukan.”
Tanggal 23 Juli 2017, ponsel saya
berbunyi. Kala itu saya berjibaku (eleuh, bahasanya!) menuruni jalan setapak menuju air terjun
Telunjuk Raung bersama kawan saya, Niken. Nomer yang tertera di layar memang
asing, tetapi saya terima juga karena berpikir itu penting. Lhadalah beneran!
Ternyata yang menelepon adalah perwakilan dari pihak Provisi Education yang
menyatakan saya lolos pelatihan Room To
Read. Yang lolos siapa saja? Hm, saya emejing melihat daftarnya. Karena
nama yang tertera adalah orang-orang yang saya kenal sebagai penulis andal. Jadi,
saya beruntung lolos pelatihan yang dilaksanakan mulai tanggal 18-21 Agustus
itu.
Lalu apa yang dipelajari
disana? Yuk, ikuti cerita di bawah ini.
Hari Pertama, Karakter Tiga Dimensi
Alfredo memberikan materi di depan peserta workshop |
Cerita anak saja bikin karakternya
tokohnya harus tiga dimensi? Ha mbok ya uwis, tulis saja beres! Wong
cerita anak saja lho, apa sih pentingnya. Lho, penting banget, Kakak! Tujuannya
agar karakter dalam cerita itu kuat. Karakter ini mempengaruhi jalan cerita
yang akan kita buat lho. Jadi, bukan sebaliknya yaitu jalan cerita mempengaruhi
karakter tokoh. Padahal selama ini hal semacam itulah yang kita lakukan dalam
pembuatan cerita, baik anak atau dewasa. Kita pikir betul-betul jalan
ceritanya, baru karakter tokoh-tokoh utamanya.
Adapun tiga dimensi itu meliputi :
1.
Fisik
Menggambarkan seperti apa fisik tokoh dalam cerita. Apakah dia gemuk,
pendek, bermata sipit, rambut ikal, dan sebagainya. Intinya yang bisa dilihat
mata telanjang.
2.
Psikologis
(Internal)
Seperti apa kondisi psikologis si tokoh cerita. Misalnya : pemarah, pemalu,
keras kepala.
3.
Sosial
(eksternal)
Bagaimana kondisi lingkungan yang mempengaruhi hidup si tokoh. Apakah dia
berasal dari keluarga sederhana, kaya, tunggal atau memiliki saudara, dan
lain-lain.
Apakah
mudah membuat tokoh dengan karakter tiga dimensi? Hahai, untuk saya yang baru
pertama kali ternyata sulit juga. Dan naskah cerita saya banyak bolongnya.
Ketika presentasi saya sempat diberi masukan banyak sekali oleh Mbak Dian
Kristiani. Saya lupa apa saja, tapi yang jelas itu jadi pengalaman baik bagi
saya agar ke depan bisa menulis pictorial
book dengan karakter tiga dimensi yang lebih baik lagi.
Hari Kedua, Menulis Berdasarkan Tema
Tema
yang harus digarap oleh penulis memang beragam. Rata-rata tidak ada yang
ringan, jadi memilih tema ini cukup bikin nyengir kuda. Misalnya autisme, bullying, dislexia, kehilangan anggota keluarga, dan lain-lain,
yang bikin saya bengong harus milih apa. Uniknya meski temanya berat, penulis
harus mampu mengemaskan dengan ringan tapi bermakna. Nah, loh! Seru ‘kan?
Namun
sebelum sampai disini Alfredo lebih dulu menjelaskan mengenai Narative Device and Theme antara lain :
1.
One day (or Night)
in the life of atau kerap
disebut juga slice of life
Menceritakan tentang kehidupan sehari-hari, misalnya keluarga atau sekolah.
Biasanya cerita berlangsung singkat, contohnya perjalanan pergi ke sekolah.
2.
Travelogue or journey
Karakter dalam cerita melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain
dengan tujuan tertentu.
3.
Dream Motif
Dalam cerita semacam ini karakter akan jatuh tertidur dan bermimpi atau ada
transisi dari bermimpi menjadi kenyataan. Contohnya adalah pict book Si
Rama-Rama.
4.
Allegorical Device
Ada kiasan atau simbol-simbol dalam cerita yang tujuannya adalah
menyampaikan pesan mendalam untuk pembaca.
5.
Natural cycle
Contohnya : perubahan musim, siklus air, siang dan malam
6.
Metamorphosis
Menceritakan tentang perubahan hewan misal katak dari berudu hingga menjadi
katak dewasa. Atau kupu-kupu dari telur, ular, hingga menjadi dewasa.
7.
Problem solving
Karakter dalam cerita menemukan masalah dan mencari cara menyelesaikannya.
8.
Trick device
Mengisahkan tentang bagaimana cara karakter dalam cerita mengalahkan lawan
ata musuhnya. Contoh cerita kancil.
9.
Cause and effect (action-reaction)
Dalam cerita ada sebuah aksi yang memunculkan sejumlah reaksi.
10. Numerical
sequences or pattern
Contohnya
: musim, hari dalam sepekan, jam, bulan, klasifikasi warna, bentuk (segitiga,
kotak, persegi panjang, lingkaran), prosedur memasak, membuat layang-layang.
Hari Ketiga,
Adaptasi Cerita Rakyat
Mengadaptasi cerita anak memang
tidak semudah yang kita kira. Hal-hal kurang patut yang ada dalam cerita
asli—misalnya perjodohan, kawin paksa, atau pembunuhan—sebaiknya tidak ditampilkan.
Meskipun dalam cerita aslinya ada. Jadi, hanya nilai-nilai positif yang
ditampilkan dalam cerita adaptasinya. Ini penting karena yang akan mengkonsumsi
cerita adalah anak-anak
Kebetulan ada dua cerita yang jadi
pilihan kelompok Mizan waktu itu. Pertama, cerita Keong Mas. Kedua, cerita
Putri Kemuning. Saya memutuskan untuk mengadaptasi cerita Keong Mas. Sukses?
Enggak, heheheh...Saya kesulitan melakukan adaptasi cerita ini.
Persiapan Bila Lolos di Room to Read
situasi workshop, terlihat serius semua ketika mengerjakan cerita |
FYI, buat teman-teman yang kelak
lolos Room To Read Cycle 2, workshop
menulis ini benar-benar work no shop
(bukan shop while work), jadi
persiapkan kondisi fisik dengan baik. Ih, segitunya? Memangnya kenapa? Karena
pelatihannya dari pagi sampai sore hari. Meski menyenangkan dan jauh dari kesan
serius, tetap saja waktu yang panjang butuh ketahanan. Ketahanan semacam ini
harus dipertahankan sampai malam, sebab ada pe-er yang we-o-we yang harus
dikerjakan!
Apakah itu membuat tertekan?
Tentu saja, tapi itu wajar dan yang
merasakan buka hanya kita seorang. Tetapi, semua peserta workshop. Bedanya
hanya pada caranya menyikapinya. Yang senior sudah lebih terbiasa sehingga
mereka lebih santai. Sementara pemula macam saya, (paling hanya) gedabrukan sambil
kayang ngadepin pe-er-nya. Hahahahaha! So,
bawa santai saja saat ikut pelatihan, nggak usah terlalu kenceng sampai nggak
enak makan dan nggak enak tidur.
Oh ya, untuk yang baru pertama kali
dan awam nulis cerita bergambar (pictorial
book) seperti saya, mungkin akan mengalami kebingungan. Tetapi, itu wajar.
Semua orang pasti begitu. Kalau tidak begitu namanya bukan belajar lagi, tetapi
sudah berpengalaman. Ya ‘kan?
banyak teman dan kenalan baru disini |
Dan kalaupun ternyata naskah yang
ditulis dengan penuh keringat dan perjuangan
itu gagal lolos ke tahap berikutnya (seperti saya), santai saja. Setidaknya
ada dua manfaat yang kita dapat dari pelatihan. Satu, ilmu menulis yang keren!
Dua, mendapatkan banyak teman dan kenalan. Jadi, tidak ada yang perlu terlalu
disusahkan. Selalu ada hal baik dibalik kegagalan. Oh, iya ingin tahu pengalaman detilnya silakan mampir ke blognya Uni Dian Onasis.
Salam.
terima kasih shaernya mbak. wuhaha... aku kok pengen ikut model acara kayak gini, ya.hehe...
BalasHapusikut saja, nggak rugi, sudah ilmunya kece dibayari lagi
HapusThanks for sharing, Mbak.
BalasHapusAku baru tau nih tentang hal ini. :D
sama-sama Non
Hapus