Jawatan, bukan sekali ini saya mendatanginya. Pada hari-hari libur biasanya terlampau sesak. Di mana-mana manusia, tidak bisa khidmat menikmati keindahannya. Maka saya memilih hari-hari kerja, di mana semua orang sibuk agar bisa mengaguminya secara leluasa. Memotret hal-hal asyik pada tiap sudutnya tanpa terganggu oleh orang-orang yang lalu lalang, pasangan-pasangan yang berpose demi mengabadikan kenangan, sekumpulan anak muda yang ribut foto sana-sini.
Seperti dugaan saya, Jawatan memang sepi di hari-hari kerja. Maka dengan tenang saya berjalan menapaki tanahnya. Melemaskan kaki di bawah naungan dahan-dahan trembesi tua yang saling bertaut membentuk kanopi. Tumbuhan paku yang tumbuh lebat di atas dahan-dahannya yang keriput itu mengingatkan saya pada pria-pria yang menjadi tokoh orang bijak di televisi. Tua, bijaksana, di mana janggut memanjang melengkapinya.
Soal tua, itu memang iya. Konon trembesi di sini sudah ada sejak jaman Belanda. Perkara bijaksana, mungkin para kelelawar yang menjadi penghuninya kala malam jauh lebih paham. Sebab bertahun-tahun mereka sudah berkawan. Trembesi membiarkan mereka bergelantungan dan menjadikan ranting-ranting dan dahannya menjadi rumah untuk pulang sejak dari buyut-buyut mereka. Soal janggut (tumbuhan paku lebih tepatnya) yang melengkapi tampilan bijaksana itu, kau bisa melihatnya lebih dekat dan seksama jika naik ke atas rumah pohon. Kau bahkan bisa merasakan teksturnya, bersama dengan lumut yang tumbuh bersama dengan si paku.
Dari atas rumah pohon itu, kau bisa melihat ke arah mana saja. Pada musim kemarau mungkin rerumputan akan menguning. Sementara saat hujan, rerumputan sejauh mata memandang nampak hijau segar. Menyenangkan berada di sana, menyandarkan badan pada pagar pembatasnya. Lalu merasakan sepoi angin dan cahaya matahari yang lembut menerobos celah dedaunan. Seperti di surga rasanya. Namun saat akhir pekan atau musim liburan jangan harap kau bisa merasakan kemewahan semacam ini. Orang-orang pasti tak sabar menanti gilirannya naik, untuk kemudian selfie. Maka catat bagimu jika ingin kemari dan merasakan hal semacam itu seolah Jawatan milikmu sendiri, pergilah pagi-pagi sekali.
Jika sudah puas di sini, turunlah dan teruskan perjalanan kembali. Mungkin langsung menaiki delman atau bisa juga naik motor ATV. Naik delman sendiri memang lumayan mahal, Rp30.000,00 sekali jalan. Kalau ramai-ramai tentu saja lebih murah. Harganya berkisar Rp40.000,00 atau lebih. Tergantung kepandaian kita bernegosiasi. Naik ATV kalau tidak salah Rp25.000,00-Rp35.000,00 tergantung besar kecilnya motor sepertinya.
Jika naik kuda per orang tarifnya Rp10.000,00 saja. Nah, sekarang tinggal pilih saja. Mau menggunakan transportasi jenis apa. Hanya saja menurutku yang paling tepat jika kemari adalah jalan kaki. Kau bisa mengeksplorasi berbagai tempat secara leluasa. Tak sekedar sambil lalu. Benar-benar menikmati tampilan alami tempat wisata satu ini.
Tak hanya trembesi yang konon sudah ada sejak jaman Belanda, di tempat ini kau bisa menemukan vegetasi lainnya. Diantaranya :
1. Jati
Dari pintu masuk Jawatan, lurus saja, kau akan menemui sederetan pohon jati. Begitu juga di bagian belakang hutan kecil ini, yang berbatasan dengan sawah milik warga. Pada musim kemarau pohon bernama latin Tectona grandis L.f ini akan menggugurkan daunnya, menyisakan batang dan pohonnya yang telanjang.
2. Bunga kana
Bunga Kana (Canna lily sp.) atau disebut juga bunga tasbih tergolong dalam famili Liliaceae. Banyak orang menggunakan tanaman satu ini untuk pengobatan tradisional seperti menurunkan tekanan darah tinggi, peluruh kencing, hingga pereda demam. Selain itu juga dimanfaatkan untuk menghasilan tepung. Nama daerahnya beragam, mulai dari ganyong, milu-milu (Bali), hosbe (Batak), atau puspa nyidra (Jawa).
Getih-getihan tergolong tanaman perennial. Memiliki sebutan antara lain pigeonberry, bloodberry, baby peppers, coralito, atau rougeplant. Daunnya berwarna hijau, berukuran antara 1-3 inchi, panjang dan bergelombang. Bunganya berwarna putih. Sementara buahnya berwarna merah. Jika dipencet akan menghasilkan warna merah serupa darah dan berbau langu. Tanaman ini acap dimanfaatkan sebagai pewarna dan obat tradisional.
4. Lengkuas merah (Alpinia Purpurata)
Lengkuas merah ini disebut juga sebagai ostrich plume juga red ginger. Tanaman ini mendominasi di seputaran areal hutan, bisa mencapai ketinggian 2 m. Memiliki daun berbentuk lonjong, panjang, dengan ukuran lebar antara 10-22 cm serta panjang 30-80 cm. Bunganya adalah bunga majemuk berbentuk lonceng, berwarna putih kehijauan atau kekuningan, terdapat dalam tandan bergagang panjang dan ramping. Nah, yang acap kita lihat sebagai bunga merah itu sejatinya disebut adalah tandannya, bukan bunga sejatinya.
5. Solanum diphyllum
Tanaman ini dikenal sebagai tomatillo, amatillo, twinleaf nightshade, two-leaf nighshade. Daunnya berwarna hijau gelap mengkilap di bagian atas dan hijau terang di bagian ventral. Tangkai daun panjangnya sekitar 2 mm. Buahnya saat muda berwarna hijau, jika tua berangsur berwarna kuning. Makanan bagi burung dan kelelawar di sana.
6. Pletekan (Ruellia tuberosa)
Tanaman ini disebut juga kencana ungu, minnieroot, fever root, snapdragon root. Tanaman ini tergolong tanaman biennial. Bunganya berwarna ungu, berbentuk seperti corong. Buahnya jika sudah tua dan kering akan meledak. Dari dalamnya akan terlontar biji-biji kecil. Kerap digunakan untuk pewarna tekstil dan obat tradisional.
7. Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis)
Pecut kuda memiliki nama lain kakandilaan, blue snake weed, brazilian tea, blue porterweed. Merupakan tanaman gulma dengan bunga berwarna ungu. Bunga ini bergerombol pada tangkai dan berbentuk seperti cemeti kereta kuda (pecut). Daunnya bulat hingga lonjong dengan tepi bergerigi, permukaannya bertekstur seperti kulit jeruk. Tingginya bisa mencapai 1 m.
Reruntuhan di antara rimbun Jawatan
Selain vegetasi di atas jika dicermati terdapat pula reruntungan bangunan lama. Berdasarkan obrolan dengan Bu Ita, salah satu pedagang di sana, tembok yang berdiri di balik tulisan De Jawatan ini dulunya adalah gedung kesenian. Di seberangnya terdapat kolam, yang kini hanya menyisakan lubang (joglangan orang Jawa bilang) yang dipenuhi rumput dan tanaman perdu. Tak jauh dari kolam terdapat rumah peninggalan lama. Menurut Bu Ita sewaktu ia muda, bangunan itu memang bagus. Seperti halnya bangunan jaman lama. Hanya saja tak terpelihara dan belakangan hancur karena bata hingga tegelnya diambili orang.
Di tempat yang kini kini menjadi warung Bu Ita, adalah saluran air. Sekarang memang tak nampak lagi bentuknya. Hanya menyisakan sebagian kecil saja. Di seberang warung Bu Ita sendiri, terdapat bekas bangunan. Tak ada sekatnya, los saja, dengan jendela-jendela kaca mengelilinginya. Sementara di samping kanan warungnya, di mana sebuah dokar warna merah muda berada, adalah tempat cuci mobil. Namun kini tinggal puingnya saja. Yang menandakan dulu pernah ada bangunan yang disebutnya.
Tepat di sini dulu adalah tempat cuci mobil. |
Di sebelah kiri warung, kira-kira sepuluh meteran jauhnya, terdapat bangunan tempat bahan bakar disimpan. Tepat didepan gedung terdapat bekas selokan yang ditutupi anyaman bambu yang sudah rusak karena dimakan usia. Di seberang gedung itu adalah garasi mobil-mobil tua. Akan tetapi, yang nampak itu bukan peninggalannya melainkan gerandong, kendaraan rakitan yang acap digunakan untuk mengangkut kayu. Tidak mengherankan karena Jawatan sebelum terkenal seperti sekarang adalah TPK (Tempat Penimbunan Kayu). Namun, sejak jadi tempat wisata, kayu-kayu yang dulu bertumpukan di Jawatan, diungsikan ke Ringintelu. Di sanalah tempat penimbunan kayunya sekarang.
Tak jauh dari reruntuhan garasi, kata Bu Ita terdapat bangunan tempatnya pandai besi. Di masa silam, tak jauh dari bangunan tersebut ada terdapat kincir air besar, peninggalan masa silam. Saya menyempatkan diri pergi ke sana, melongok peninggalan-peninggalan yang disebutkan itu dengan hati bertanya ,”Andai semua yang diceritakan Bu Ita di reka ulang, akan seperti apa Jawatan?’
Satu hal yang tak kalah menarik di tempat ini adalah kisah tentang noni Belanda yang kerap menunjukkan diri. Konon beberapa orang sempat melihat penampakannya. Atau jika tidak muncul ia mengabarkan lewat baunya. Bila baunya wangi, berarti si Noni Belanda berkenan atau sekedar menyapa. Jika baunya busuk berarti pertanda jika dia tak suka. Benarkah demikian? Saya tak bisa memastikan.Saya lebih senang menanggapi kisah semacam ini sebagai bentuk peringatan, agar kita berhati-hati di mana pun berada. Jangan berlaku semena-mena, semisal membuang sampah sembarangan, berkata buruk, atau sejenisnya.
Lalu bagaimana cara mencapai Jawatan? Berikut ini rute dan peta menuju Jawatan
1. Dari arah Jember
Dari patung gandrung ikuti jalan utama hingga pertigaan Genteng, berbelok ke kanan ke arah Gambiran (di peta jalan Tegalsari), Yosomulyo, Jajag, lalu Cluring. Di pertigaan Cluring (patung Minak Jinggo) belok kanan, sekitar 2 km kau akan sampai di Jawatan, Benculuk.
Sebagai ancar-ancar bila arahmu sudah benar adalah kau bisa melihat melihat Masjid Jami’ Al Falah di sebelah kiri jalan, tak jauh dari lampu merah Benculuk. Lima puluh meter dari masjid ada gapura, belok ke kiri, sampailah Anda di Jawatan. Gapuranya diapit oleh penjual pulsa di kiri dan kanan. Jika ragu tanyakan pada penduduk sekitar.
2. Dari arah Banyuwangi
Anggap berangkat dari hotel Santika, dari sini ikuti jalan nasional hingga mencapai lampu merah di pertigaan Rogojampi. Ambil jalur yang lurus menuju jalan Raya Mangir, Srono, Sraten, dan Benculuk. Jawatan ada di sisi kanan jalan, jadi kau harus menyeberang.
Harga tiketnya berapa?
Untuk pengendara motor hanya Rp 7.000,00 per orang. Sudah termasuk tiket masuk dan parkir. Sedangkan mobil dikenakan biaya Rp. 10.000,00, termasuk tiket masuk dan parkir.
Sebagai pemanasan sebelum ke sana, saksikan dulu video di bawah ini.
Nah, kini giliran kawan-kawan yang datang dan menikmati keindahan tempat yang menakjubkan ini.
Baru ini saya lihat dan mengenal Bunga Kana dan getih-getihan, berarti daku harus rajin nih ke Jawatan biar tambah kenal dengan tumbuh-tumbuhan
BalasHapusHahaha, hayuk mbak Fenni. Enak ngadem dimari.
HapusAdeeeem tempatnya, murah juga HTM nya.
BalasHapusIya mbak, Ida. Rata-rata htm disana masih 5000.
Hapuswaah jadi pengen ketemu sama mba noni Belanda nih.. makasih infonya mba..heheh
BalasHapusHaha, hati-hati ntar dia ngikut. Sama-sama.
HapusJawatan ini bagus banget deh. Berasa dibawa kemanaaa gitu. Adem liatnya. Murah lagi HTM-nya. Kereen.
BalasHapusBamget mbak Ira,pohonnya banyak jadi rindang banget.
HapusTempatnya indah. Paparan Mbak deskriptif seakan mengajak pembaca untuk ikut melanglang berkat panduan kata-kata pilihan. Nuansa sastranya kental terasa.
BalasHapusSaya suka alam, suka hutan yang dibentuk sebagai tempat wisata yang mengedukasi. Bisa mengajarkan anak-anak agar mencintai dan memelihara alam. Pun mitos noni Belanda itu, bisa jadi pengingat agar tak ada yang sembarangan.
Sayang juga jika tempatnya sampai ditelantarkan karena indah. Syukurnya ditata dengan baik meski harus ada penataan lanjutan.
Di Balubur Limbangan mah naik sado dari perempatan jalan desa ke kecamatan menuju pasar cuma 5 ribu rupiah per orang, atau kurang.
Terima kasih mbak Rohyati Sofyan, hihihi ...
HapusDulu orang nggak paham soal pengelolaan bangunan lama, jadi dibiarkan gitu aja. Baru saat wisata boom, baru dikelola. Sayangnya bangunannya sudah runtuh semua.
wah jadi ingat bunga masa kecilku..kana, pletekan, getih-getihan...
BalasHapusLebaran silam renacana mau melipir ke sini sepulang dari Bali mau balik Jakarta.
Eh di luar rencana, hari itu hujan deras luar biasa sejak pagi, sehingga menghambat perjalanan sepanjang Denpasar - singgah Tanah Lot- sampai Gilimanuk. Perkiraan siang bisa sampai Jawatan, ternyata petang menjelang baru turun dari kapal penyeberangan.
Dan, sepertinya ini pertanda, bahwa Banyuwangi enggak mau dijadikan tujuan ke sekian. Harus didatangi sendiri biar puas main ke sana-sini.
Semoga!
Hahaha, iya mbak tak mau diduajan dia. Lagian kalau kemari doang kurang. Ntar sebelum kemari ke Grand Watu Dodol dulu apa Bangsring, lanjut Jawatan, Pulau Merah, Teluk Ijo, dst.
Hapuswahhh tempatnya seru banget keknya. boleh lah buat menenangkan diri. hihi
BalasHapusHahaha, iya. Banyak pohon rindang yang bisa dijadikan tempat semedi, eh menenangkan diri.
HapusPecut kuda kyknya ada di rumah ibuku deh bunga kyk gitu tipenya. Selalu menarik deh kalau wisata ke tempat bekas tinggal orang jaman dulu. Agak serem ngak sik mbak heheheb
BalasHapusPecut kuda biasanya tumbuh liar di mana-mana. Eniwei, nggak Mbak. Malah seneng karena adem dan view-nya bagus
HapusNice mba. Ke sininya kalau sore bakalan lebih adem dan asyik ya. Nggak cuma lihat hutan pinus aja, bunga2nya juga banyak. Anak2 juga bisa nyobain naik kuda ya.
BalasHapusHa iya, Mbak Nita. Kalau sore tambah adem. Di sini nggak hanya trembesi yang bisa dinikmati tapi juga banya perdu yang bisa dinikmati.
HapusWah menarik nih tempatnya. Kayaknya asyik juga kalau piknik ngajak anak kesini.
BalasHapusKemari mbak Wiwied, seru aja kalau bareng-bareng anak kemari. Nggak cuma main, tapi juga ngenalin cinta alam.
HapusJenis tumbuhan yang mba tulis diatas sering saya temui waktu kecil saat bermain, sekarang sudah jarang apalagi di kota besar karena sudah padat penduduk. Jadi kangen masa kecil.
BalasHapusBetul mbak Ria, tanaman macam itu susah di perkotaan, tapi tumbuh liat di pedesaan dan hutan.
HapusIni pertama kalinya aku lihat tempat ini dam tanaman2nya...
BalasHapusHehe, memang agak susah nyari lingkungan macam itu berikut tanamannya di kota.
HapusAda rumah pohon! Woooooww... aku kepengen banget punya tapi ga kesampaian hehee. Ini tempat yang alami ya indah pemandangannya. Cocok buat santai bareng keluarga. Murah juga naik kuda per orang hanya 10K. Bunga2nya cantik, buat dipetik ga boleh ya? hihihi.
BalasHapusHahaha, mbak Nurul nanti kalau dipetiki bisa-bisa besok nggak boleh kesana lagi.
HapusOooo... Jawatan itu maksudnya Jawatan Perhutani? Betul begitu, mba?
BalasHapusIya Mbak, betul. Ink Jawatan Perhutani.
HapusKirain jauh iniiii mbak, mungkin di jabar atau jateng gitu pikirku. Taunya kota sebelah hehe saya Jember soalnya. Baru tauuu ya ampun kudet. Semoga nyampe sana kapan-kapan. Masih ngeri lewat gumitir. :D
BalasHapusIye, ini deket sini aje. Naik kereta murmer benernya Mbak Ninuk.
HapusOoh ini adanya di Banyuwangi ya, sayang bngt waktu ke Banyuwangi aku ga kemana2, tp sumpah ini sepi bngt, perasaan bnyk bngt 'penghuni' kasat mata yg ikutan traveling bareng kalian
BalasHapushahaha, iya pas lagi hari biasa sepi begini. Ada sih orang. Tapi nggak terlampau banyak. Kalau pas libur, haduuh. Menclok ke mana pun ada orang.
HapusHalo mba aku Grandys diambil dari latin nya pohon jati hehe. Oya mba aku suka banget sama rangkaian aksara mba yang penuh variasi diksi ini. Dan lokasi ini bagus banget, rumah pohonnya pengen aku datengin banget hehe. Suatu saat kalo berkesempatan ke Jember, wajib mampir kesini
BalasHapusBanyuwamgi tepatnya mbak Grandys, hihihi. Saya tunggu kedatangannya.
HapusAsrinyaaaa. Anak2 bisa sekalian belajar macam2 nama dan jenis tumbuhan di sana. Lebih menyenangkan bermain di alam bebas seperti ini
BalasHapusHa itu mbak, di sini anak-anak bisa bermain di alam bebas
HapusLihat fotonya aja uda adem, tapi ada noni belanda kok jadi sedikit horor
BalasHapusHahaha,tenang kalau siang Noni-nya istirahat. Kalau malam baru.
HapusOh lokasinya di Jember. Jauh banget dari Bandung ya.hehehe.. Jawatan ini tempat yang saya suka. Sejuk, banyak pohon, dan aneka vegetasi lainnya.
BalasHapusBanyuwangi mbak Sugi, jalurnya menuju kemari memang lewat jember
HapusIhhhh... aku kemarin ke Banyuwangi rencana ke sini, mbak. Tapi ngga jadi karena cuaca bener2 ngga memungkinkan kita jalan jauh. Jadinya hanya muter2 kisaran Banyuwangi kota ajah
BalasHapusOwalah emannya, pas libur akhir tahun kemarin ya mbak? Iya di sini hujan terus waktu itu.
HapusJadi pengen ke sini. Ngadem di rumah pohon,mungkin bisa lahir banyak ide dari sana. Keren!
BalasHapusHayuuk Mbak Ndy, jangan lupa bawa bekal biar nggak lapar.
HapusTempatnya rimbun banget ya mbak, ternyata milik perhutani toh?
BalasHapusSusananya rada sedep serem gitu kah di sana mbak?
Btw jika dari Jember kota kira2 berapa jam perjalanan itu ya?
Saolnya keluarga besar suami tinggal di Jember kota.
3 jaman mungkin, karena harus nyebrang ke kabupaten sebelah, Banyuwangi.
HapusKeren tempatnya. Jadi pengeeen....
BalasHapusMangga kemari mbak Deka.
HapusTempatnya bikin mupeng mbak. Seru ya pastinya ke Djawatan bareng keluarga. Pengen deh kapan2 bisa kesana
BalasHapusLihat Djawatan kok jadi inget film The Lord of The Rings ya.
BalasHapusBaca mitosnya berasa noni noninya sensitif banget. Nggak suka langsung keluarin bau nggak sedap. Haha
di jawatan banyak sekali pohonnya, pasti bisa refresh banget main kesana lihat yang hijau-hijau :D
BalasHapusAku 2x ke tempat ini, mbak. Menyenangkan sih bs foto2 ala negeri dongeng hehehe.
BalasHapus