Buah Menebar Kebaikan Lewat Sedekah

Foto oleh Matt Collamer dari Unsplash

Semasa  bekerja kantoran, saya sisihkan sebagian kecil gaji saya. Saya kumpulkan sedikit demi sedikit, lalu dibagikan  menjelang hari raya baru. Alokasi utama biasanya pada keluarga terdekat terlebih dahulu, baru kemudian orang lain seperti tetangga, kenalan, atau siapa saja yang membutuhkan. Jumlah tidak banyak. Keluarga paling hanya tiga, orang lain mungkin hanya 3-4 orang.
Untuk keluarga biasanya Bapaklah yang menyampaikan, sementara orang lain saya sendiri yang mengantar. Acap saya tidak bertemu orangnya secara langsung. Saya selipkan saja lewat celah pintu atau jendela rumahnya. 
Kenapa nggak menunggu orangnya? Kalau ditanya begitu jawabannya sederhana, kelamaan.  Saya harus buru-buru berangkat kerja. Yang penting niat sudah tersampaikan. Bertemu atau tidak bukan hal yang utama.
Tetapi, keadaan berubah setelah tahun 2012. Berbagi dengan orang lain itu menjadi lebih susah. Lho kok bisa? Bagaimana ceritanya? Yuk, simak lanjutannya berikut ini.

Bersedekah Kala Susah Sungguh Tak Mudah
Foto oleh David Garrison dari Pexels

        Dari pekerja kantoran dengan gaji tetap lalu menjadi freelancer jelas butuh perencanaan. Tetapi, delapan tahun silam saya percaya bahwa saya mampu menghidupi diri dengan ketrampilan merajut dan menulis. Ternyata situasi tidak berjalan seperti harapan.  Saking minimnya pendapatan, saya pernah tidak memiliki serupiah pun dalam satu bulan. Sampai-sampai bensin pun dibelikan oleh orang tua.
Tetapi, ada kalanya keuangan saya sedikit lega. Adalah barang Rp500.000,00 di tangan kala itu. Dengan uang itu, saya sisihkan sedikit untuk bersedekah. Sisanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan modal kerja (ya menulis, ya merajut). Karena keuangannya ketat, maka penggunaannya harus cermat. Kalau bisa diawet-awet. Jaga-jaga kalau bulan depan tak ada pemasukan.
Apakah berat bersedekah dalam kondisi keuangan yang lebih kerap mepet ketimbang lebihnya?
Sangat! Saya sering berdebat dengan diri sendiri, untuk apa bersedekah dalam kondisi finansial semacam itu. Mending urusi diri sendiri dulu, sebelum memberi pada orang lain walaupun hanya seribu rupiah. Toh, selama bersedekah  perekonomian saya ya segitu-gitu saja. Tidak ada peningkatan. Malah turun drastis.
Terkadang argumentasi tersebut mengalahkan saya, tetapi entah kenapa lain hari saya tetap melakoninya. Kalau ditanya “Mengapa demikian?”, saya juga tidak tahu jawabannya apa. Tetapi, yang jelas saya mendapat pelajaran berharga dari sedekah.

Empat Pelajaran Berharga Dari Sedekah
         Sesungguhnya banyak hal besar yang diajarkan Allah lewat sedekah. Akan tetapi, kali ini saya hanya mengulas empat pelajaran berharga dari sedekah, terutama yang terkait erat dengan keseharian, yaitu:
1.    Syukur
Foto oleh Amaury Gutierrez dari Unsplash

         Entah kenapa Allah kerap menyentil saya perkara ini. Mungkin karena saya pengeluh. Saking seringnya, seorang teman pernah menegur  agar saya berhenti ngedumel untuk hal-hal yang sepele. Bisa jadi karena itulah Allah mengingatkan saya lewat banyak peristiwa. Salah satunya lewat seplastik krupuk dari seseorang.
         Jadi suatu waktu saya mendapatkan rejeki. Tidak besar, tetapi lumayan buat saya yang dompetnya kerap kosong glondangan. Saya lalu pergi ke rumah seseorang sembari membawa amplop yang isinya tidak seberapa. Waktu saya tiba, sambutannya luar biasa. Meski sedang kesulitan mereka tetap menghormati tamunya dengan secangkir teh dan setoples kerupuk yang isinya tinggal di dasar.
         Beberapa kali empunya rumah menyilakan saya mencicipi kerupuknya. Tetapi, saya tidak tega, terlebih jika memikirkan kerupuk  itu sesungguhnya untuk lauk makan. Namun, mau menolak tidak bisa, saya takut menyinggung perasaan mereka.
Demi menghormati empunya rumah akhirnya saya ambil satu, lalu pulang setelah menghabiskan minuman. Pikir saya dengan demikian saya tidak perlu makan kerupuk-kerupuk tadi. Yang terjadi kemudian pemilik rumah tergopoh-gopoh memasukkan seluruh kerupuk dalam keresek. Lalu memaksa saya membawanya.
         Peristiwa itu tak pernah saya lupa. Karena setelahnya, sisi jernih hati saya bertanya ,
”Jika pemberianmu yang tak seberapa dibalas sedemikian rupa, lalu bagaimana dengan pemberian-Nya? Berapa sering kamu mensyukurinya?”
         Duh, jleb rasanya!
           
2.    Berbuat baik itu jangan ditunda-tunda
Foto oleh Kat Yukawa dari Unsplash

Selain pengeluh, terkadang saya juga suka menunda-nunda sesuatu. Sampai kemudian Allah mengirimkan pesan melalui simbah yang tinggal di belakang masjid besar. Ia hidup sebatang kara di rumahnya. Anak dan suaminya meninggal dunia. Untuk menghidupi diri ia bekerja sebagai tukang prithil brambang yang tugasnya membersihkan bawang merah dari tangkai keringnya.
Saya tak sering ke sana. Hanya jika ada rejeki lebih saja saya mampir, menyerahkan amplop berisi sedikit uang lalu pulang. Ada satu hal yang membuat saya berkaca-kaca setiap pulang dari rumahnya. Apa itu? Caranya berterima kasih pada saya.
Ia selalu mendoakan saya sehat, sejahtera, diberkahi Allah, dan lain-lain sebagai bentuk rasa terima kasih. Padahal pemberian saya tak seberapa. Untuk beli beras dua kilo saja tidak bisa.
Suatu waktu saya memiliki rejeki. Sudah saya siapkan di amplop untuk simbah, tapi nggak jadi-jadi ke rumahnya. Sampai kemudian uangnya terpakai untuk kebutuhan yang lain. Otomatis saya harus menunggu datangnya rejeki baru agar bisa bersedekah lagi. Sayangnya sampai sebulan lewat, saya belum dapat.
Akhirnya ketika rejeki di tangan, saya datang ke sana. Akan tetapi, yang menghuni rumahnya sudah beda. Menurut orang itu, simbah sudah meninggal. Saya tidak bertanya lagi dan segera pulang sambil membawa penyesalan.
Sepanjang jalan pulang saya mencatat satu hal:
“Menunda-menunda beramal bisa membuat kita kehilangan kesempatan melakukan hal baik yang sudah diniatkan. Maka jika niat itu datang, segerakan.”

3.    Sedekah  tak harus menunggu kaya
Foto oleh Michael Longmire dari Unsplash

Saya tidak tahu dengan orang lain, tetapi  pemikiran  “Ngapain sedekah dalam kondisi minim keuangan? Nanti sajalah kalau sudah kaya! Sekarang gunakan saja uangnya untuk menyelematkan diri sendiri dulu!” itu kerap melintasi kepala saya. Bersaing ketat dengan ajakan untuk berbagi pada sesama. Kiranya itulah yang membuat Allah menegur saya lewat seorang  kawan lama.
Hidup kawan saya itu sungguh pelik. Banyak persoalan rumit yang mampir dalam hidupnya. Dari mulai ekonomi sampai soal rumah tangga. Kalau saya jadi dia mungkin tak sanggup menjalani. Lha wong dicoba dengan sedikit kesempitan saja mengeluh, apa lagi jadi dia.
Untuk menegakkan periuk nasi di rumahnya, ia menjadi pedagang makanan keliling. Pendapatannya tak seberapa, oleh sebab itu ia tidak menolak jika ada tetangga yang meminta menyeterika, mencuci piring, atau bersih-bersih rumah dengan imbalan tertentu.
Kadang kala kalau ada rejeki, saya jejalkan sedikit uang kepadanya. Tetapi, suatu waktu dia memberi kejutan. Tiba-tiba saja dia memberikan  nasi goreng dan mie dagangannya. Tentu saja saya menolaknya. Kalau dagangannya diberikan nanti dia merugi, pikir saya. Tetapi, dia berkeras. Untuk melegakan hatinya, saya terima kedua panganan yang seolah mengirimkan pesan:
”Kalau orang yang lebih susah darimu saja rela memberi tanpa pikir panjang, kenapa kamu kebalikan? Bersedekah itu tak perlu menunggu kaya. Sedekah juga bukan perkara banyak sedikitnya harta, tetapi  seberapa ikhlas kita mau berbagi pada sesama.”

4.    Jangan mengharap balasan
Foto oleh Dawid Zawila dari Unsplash

Saat mendengar imbauan sedekah, seringkali kita lebih fokus pada bagian “balasan berlipat ganda”.  Pada akhirnya kita bersedekah semata-semata untuk meraih tujuan duniawi semata. Supaya apa? Supaya lancar kariernya, rejekinya melimpah, dihormati orang, dan sebagainya.
         Tidak heran ketika sedekah sebesar X rupiah  tidak mendapat balasan sesuai harapan yang terjadi adalah kekecewaan. Nah, itulah yang saya alami karena menghitung sedekah ala logika manusia yang terpancang ingin mendapat balasan di dunia.
         Butuh waktu lama, sampai akhirnya menyadari bahwa Allah telah memberikan balasan yang jauh lebih besar lewat beragam manfaat yang saya dapatkan.

Manfaat Sedekah Bagi Diri Sendiri
          Secara pribadi, sedekah itu memang membawa manfaat buat saya. Apa sajakah manfaat sedekah bagi diri sendiri? Nih, dia:
1.    Membahagiakan
Foto oleh Andre Furtado dari Pexels

Muhammad Yunus seorang penerima Nobel perdamaian berujar:
Making money is happiness, making other people happy is a super happiness.
   Saya menyetujui ungkapan tersebut. Berdasarkan pengalaman, memberi seseorang meskipun hanya seribu rupiah, membawa kebahagiaan tersendiri. Hal ini ditegaskan oleh sebuah studi yang dilakukan oleh Michael Norton, seorang profesor dari Harvard Business School, bersama rekannya—Elizabeth Dunn dan Lara Aknin dari University of British Columbia (UBC)—pada tahun 2008. Mereka menemukan bahwa memberikan uang kepada orang lain meningkatkan perasaan bahagia ketimbang membelanjakannya untuk diri sendiri.
Kenapa demikian?
Rupanya kegiatan semacam ini mampu mengaktifkan daerah otak yang terkait dengan kesenangan dan kepercayaan yang mendorong timbulnya “warm glow effect”, di mana kita merasakan sensasi menyenangkan saat membantu orang lain. Sebagaimana studi yang dilakukan oleh Jorge Moll dan rekan-rekannya di NIH (National Institutes of Health) pada tahun 2006.

2.    Sehat secara fisik dan mental
Foto oleh Alora Griffiths dari Unsplash

Kondisi finansial yang tidak terlampau baik, sesungguhnya memberikan tekanan tersendiri. Seperti yang saya alami di tahun-tahun awal terjun sebagai penulis. Tak ada pemasukan, sementara pengeluaran tetap jalan, membuat saya kepikiran.
Di saat seperti ini tubuh akan merangsang sistem imunitas untuk bekerja dan melepaskan hormon kortisol. Fungsinya adalah menghambat pelepasan histamin dan respon peradangan untuk melawan zat asing. Dalam kondisi demikian, tubuh pun rentan terserang beragam penyakit.
Nah, melakukan kegiatan berbagi misalnya sedekah atau kegiatan kerelawanan menimbulkan perasaan puas dalam diri karena bisa membantu orang lain. Perasaan positif semacam ini mampu meningkatkan mood, menghilangkan kesedihan, dan membantu meredam stres.
Menurut studi yang dilakukan oleh Emily Ansell dan rekan-rekannya, menolong orang lain dapat membantu mengurangi dampak stressor harian pada emosi dan kesehatan mental kita.
   Sementara itu, Stephen G. Post dalam bukunya yang berjudul “Why Things Good Happen to Good  People”, menyatakan bahwa dalam banyak penelitian ditemukan bahwa orang-orang yang gemar membantu orang lain sejak muda akan mendapatkan manfaat kesehatan 60 atau 70 tahun kemudian. Perilaku murah hati semacam itu terkait erat dengan penurunan tingkat depresi, risiko terserang penyakit, dan kematian.
    Dalam penelitian lainnya, yang dilakukan oleh Rachel Piferi dari John Hopkins University dan Kathleen Lawler dari University of Tennessee, menunjukkan bahwa orang-orang yang memberi dukungan sosial kepada orang lain memiliki tekanan darah yang lebih rendah.
    Jadi bisa dikatakan berbagi dengan orang lain lewat sedekah harta, pikiran, atau tenaga berdampak baik bagi kesehatan fisik dan mental.

3.    Merasa lebih baik
Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels

Berbagi dengan orang lain mampu mengalihkan fokus kita. Tak lagi pada diri sendiri, melainkan pada sesama. Situasi ini membantu kita, saya pribadi terutama, untuk melihat permasalahan dari sudut yang berbeda. Tidak lagi melihat bahwa diri sendiri yang paling menderita. Dan menyadari bahwa di luar sana masih banyak orang lain yang diuji lebih berat.
Di saat yang sama, muncul perasaan berguna sewaktu melihat orang lain mendapat manfaat dari aksi kecil kita. Pada akhirnya hal ini berpengaruh pada cara kita memandang diri sendiri. Yang semula negatif, menjadi lebih optimis dan positif.

Sedekah Di Tengah Pandemi Corona
Pelajaran sedekah sudah dibahas, manfaat sedekah pun demikian. Nah, satu lagi yang belum dibicarakan yaitu waktu yang tepat untuk sedekah. Rupanya waktu sedekah terbaik itu ada lima, yaitu:
1. Semasa krisis, ketika terjadi bencana dan kebutuhan hidup pun melilit
2. Sewaktu ada peristiwa menakutkan, misalnya saat gerhana matahari atau perang
3. Sepuluh hari pertama dzulhijjah
4. Bulan ramadan
5. Hari Jumat
Secara kebetulan kita tengah berada di bulan ramadan yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Kesemarakannya berkurat karena terjadi pandemi Corona. Dalam surat Al-Balad ayat 11-14 dikatakan bahwa:
“Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan.”
Maka berdasarkan ayat-ayat tersebut kebaikan berbagi lewat sedekah di masa pandemi seperti sekarang, ketika banyak orang yang benar-benar membutuhkan uluran tangan, memiliki keutamaan. Tidak hanya menghapus dosa, menjaga harta, mendatangkan rejeki, membuat hati gembira, mendapatkan rahmat, ampunan, serta dibebaskan dari siksa api neraka saja. Akan tetapi, juga mencegah mala petaka. Agar pandemi ini segera berlalu, sedekah bisa menjadi jalan keluarganya.
Akan lebih baik lagi bila disempurnakan dengan zakat. Karena zakat yang ditunaikan di akhir ramadan tidak hanya menunjukkan iman dan kesempurnaan keislaman seseorang. Namun, kebagikan berbagi lewat zakat bisa menjadi lantaran masuk surga, turunnya banyak kebaikan, meredam murka Allah,  menutup kekurangan dalam berpuasa, sekaligus menyucikan harta yang kita punya sebagaimana tersebut dalam surat At-Taubah 103:
“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar,  Maha Mengetahui.”
Lalu ke manakah zakat tersebut disampaikan? Menurut surat At-Taubah ayat 60 ada delapan golongan yang patut menerimanya:
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mu'alaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya,  untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui,  Maha Bijaksana.”
Adapun penyampaiannya bisa kita lakukan sendiri atau menyalurkannya melalui lembaga terpercaya seperti Dompet Dhuafa.





Sumber artikel:

greatergood.berkeley.edu, www.pnas.org, cnnindonesia.com,

healthplans.providence.org, news.harvard.edu, medicine.yale.edu,

rumaysho.com

Komentar

  1. Semangat berbagi kebaikan...Good Luck Kak..

    BalasHapus
  2. Bener, para sahabat nabi juga pernah pas nabi bertamu kerumahnya menyuruh istrinya menyiapkan suguhan tapi mereka cuman punya sepotong roti tapi tiba-tiba setelah roti tersebut dimakan nabi juga para sahabat nabi yang lain. Dia memberikan rezeki tidak terduga...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hanya memamg saat sedekah itu yang harus diperhatikan jaga niat, ya Mbak. Berat kalau ngasih karena terpaksa. Belakangnya ngedumel 😁

      Hapus
  3. Setuju,Mbak. Memberi jangan menunggu kaya, walaupun imbalannya sering tak instan atau besar menurut takaran kita. Boleh jadi imbalan dirupakan kesehatan atau peluang lainnya. Kalau orang yang lebih susah mau bersedekah, kenapa kita perhitungan? Mantab bener. Semoga bisa istiqamah ya apalagi di era serbasusah begini, pahalanya jauh lebih besar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kadang kita itu mikirnya simpel, sedekah dikit trus pingin dapet balesan gedhe ye, Mas. Trus kalau nggak dapat mere-mere sama yang punya hidup.

      Hapus
  4. Saya setuju bahwa banyak sekali manfaat dari sedekah itu... hati senang, fikiran tenang, hidup terasa berguna , dan bawaannya jadi bahagia aja setelah bisa berbagi walau yang dibagi itu tak seberapa nilainya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hal-hal itu suka tak terlihat di mata ya, Mbak. Beda kalau yang didapat materi, kenaikan pangkat, hadiah gedhe, atau sejenis itu. Padahal bahagia itu kalau diuangkan susah ngitungnya.

      Hapus
  5. Benar, berbuat kebaikan hendaknya tidak mengharap balasan dan gak perlu nunggu kaya. Sebab memberi itu bukan hanya karena mampu tapi mau

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iye, Mbak. Ujiannya di situ tuh, kemauan. Kita suka nimbang lama ujungnya gagal karena eman.

      Hapus
  6. mbaa, mirip dengan saya.. yang resign dari kerja karena mau jadi freelancer. Walaupun masih belum stabil, tapi emang mba, saya percaya, sedekah itu dahsyat sekali. Insya Allah semua urusan dilancarkan. Dan masih terus mencoba utk berbagi sekecil apapun 😇

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, insyaallah kebaikan buat pilihan Mbak. Setidaknya jika materi belum didapat, selalu sehat dan bahagia.

      Hapus
  7. Benar sekali mbak, sedekah itu tidak perlu ditunda dan tidak perlu menunggu kaya. Sedekah yang kita berikan akan mendatangkan kebaikan untuk kita. Hidup kita jadi lebih indah dan juga lebih bahagia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, bahagia itu yang suliti dinilai ya, Mbak. Saking sulitnya jadi tak ternilai

      Hapus
  8. Benar sekali, Mbak Afin. Saat masih bekerja dengan gaji tetap, dengan freelance memang berbeda, Saya pun mengalaminya. Tapi tetap Insya Allah ada rezeki. Makanya, saat pemasukan lumayan, saya sisipkan untuk mentupi atau persiapan kalau pemasukan lagi sepi.
    Namun saya pun percaya, dalam situasi apapun, tetap bisa menebar kebaikan. karena tidak hanya lewat sedekah, menebar kebaikan lewat tulisan atau keahlian yang kita miliki juga bisa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Mas. Allah Maha Tahu. Menebar kebaikan lewat tulisan pun akan tercatat oleh-Nya.

      Hapus
  9. Kerja freelance memang nggak menentu tapi bukan berarti tidak ada yg bisa dibagi. Bukannya menunggu kaya baru sedekah. Memang berat kalo dipikir sebulan butuh berapa pemasukan berapa. Yang penting sedekah karena ikhlas aja ya sambil bersyukur bisa dikasih kesempatan memberi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul banget, Mbak. Bersyukur adalah kuncinya. Bisa memberi di tengah himpitan itu berkah.

      Hapus
  10. Semoga semua orang yang bersedekah di tengah pandemi corona ini mendapat keberkahan dari Tuhan Yang Maha Kuasa , aamiin. Karena memang benar seperti yang mbak tulis, bersedekah sedang diri kita sedang ditimpa kesusahan justru merupakan sebuah keberanian tersendiri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak. Semoga Allah menganugerahkan yang terbaik buat mereka yang bersedekah pada mereka yang terdampat corona.

      Hapus
  11. kalau melihat orang yg kita bantu bersyukur dan bener2 memang butuh, lihatnya sampai terharu

    BalasHapus
  12. Setuju sekali. Saya yakini bahwa berbagi tak akan merugi bahkan menenangkan Hati. Terima kasih sdh berbagi pengalaman indah ini mba.. Sehat selalu yaaa..

    BalasHapus
  13. Setuju banget Mba Afin, sedekah gak nunggu kaya, saat gak punya apa2 berbagi eh malah diganti berlipat ganda ya

    BalasHapus
  14. Kalau ada pedagang yang susah dan lebih susah dari saya, lalu memberi sesuatu, saya akan menerimanya dengan penuh syukur, Mbak. Bahkan dengan cermat menghabiskan agar setiap satu cuil menjadi berkah bagi kami berdua.

    BalasHapus
  15. Yap, setuju banget dengan manfaat bersedekah yang mbak tulis. Yang pasti bersedekah akan memberikan dampak positif buat diri sendiri.

    BalasHapus

Posting Komentar