Sederhana saja.
Mimpi itu dimulai ketika saya mengaji di daerah Genteng Wetan tahun 2007-an.
Saya bertemu dengan beberapa teman baru disana. Kebanyakan masih usia sekolah. Ada satu hal yang saya
cermati selama itu. Bahwa di daerah mereka tinggal sudah jamak bila anak-anak
putus sekolah. Lebih baik mencari kerja untuk menyambung hidup ketimbang
menggapai mimpi lewat jalur pendidikan. Entah dengan prithil brambang, jadi
penjahit kodian, atau jual tempe ,
pokoknya menghasilkan uang. Mengapa demikian? Ketika saya tanya alasan yang
dikemukakan memang tak jauh-jauh dari seputar ekonomi. Kemiskinan, butuh makan,
adalah hal yang sering terdengar di telinga saya. Lalu terpikir oleh saya
bagaimana cara membantu mereka. Tapi bagaimana caranya?
Seringnya
jalan-jalan ke daerah Genteng Wetan, terutama Cangaan dan sekitar membuat saya
sadar daerah itu adalah sentra industri garmen. Disana setiap hari diproduksi
beratus-ratus baju sekolah, topi, jilbab, dan mungkin juga baju muslim.
Pastilah banyak kain perca tersisa. Kain perca ini bisa dimanfaatkan untuk apa
saja. Mulai dari dompet, tas, selimut, atau tatakan gelas. Ah, seandainya saya
bisa memanfaatkannya lalu mengajak anak-anak putus sekolah disana untuk
mengerjakannya pasti bagus hasilnya. Saya punya kemampuan untuk membuatnya dan
saya bisa mengajarkan pada mereka. Tetapi lagi-lagi saya terkendala dana. Saya
tak punya cukup uang untuk melakukan. Tapi tak apa. Masih ada cara lain untuk
membantu mereka.
Bukankah saya bisa membuat bros,
bandana, syal, korsase, bahkan tas dari rajutan? Saya bisa menggali dana dari
sini kan ?
Jadi prosedurnya adalah saya langsung memotong 5 atau 10% dari harga tiap
barang yang saya hasilkan untuk tabungan sedekah. Taruhlah harga sebuah bros
rajutan adalah Rp 5.000,00. Dari harga itu 5%-nya kita ambil dan dimasukkan
dalam tabungan sedekah. Nominalnya memang kecil, hanya Rp 250,00. Tetapi jika
dikumpulkan akan menjadi banyak. Dengan begitu tanpa sadar kita telah
memberdayakan orang lain dengan baik. Tak hanya mengajak mereka membeli tapi
juga mengajak bersedekah tanpa mereka sadari. Dan saya pun tak perlu
meminta-minta agar mimpi saya terwujud nyata. Kelak jika uangnya sudah
terkumpul, bisa dimanfaatkan siapa saja. Terutama anak usia sekolah yang butuh
bantuan dana pendidikan. Asalkan mereka punya niat dan semangat untuk itu.
Lalu bagaimana
realisasinya? Saya sudah mulai membuat bros dan korsase rajutan. Masih
dikumpulkan dulu hingga menjadi banyak untuk kemudian dijual. Tak terpikir oleh
saya usaha ini gagal. Yang saya pikirkan saya maju saja. Apapun yang terjadi
kelak. Bukankah dalam hidup selalu ada resiko? Maju beresiko, mundur apalagi.
Lalu kenapa tidak maju saja dan mewujudkan mimpi? Dan bagaimana denganmu? Mari
tuliskan mimpimu, lalu wujudkan dengan cara yang kau tahu.
Jika ingin membaca dan komen langsung tulisan ini di Annida silakan klik link ini http://www.annida-online.com/artikel-4796-Afin%20Yulia.html
Atau bila ingin vote tulisan ini bisa klik saja di http://www.annida-online.com/media.php?module=cerpentawuran&halaman=1
bisa digunakan buat refrensi
BalasHapus