TITIK KRITIS
Hujan baru saja berhenti ketika mata kamera saya
menemukannya. Binatang itu pasti tidak mengira kalau satu hari ia hidupnya akan
berada di satu titik kritis ketika antenanya terkena jaring laba-laba. Sekuat
tenaga ia mencoba melepaskannya tetapi ternyata tidak cukup kuat untuk
melakukannya. Sejenak ia diam, lalu kembali bergerak kencang. Terus begitu
sekian saat lamanya.
Pada saat yang sama saya tengah berpikir, apa yang
harus saya lakukan bila saya berada di posisinya? Berada dalam satu titik
dimana tak satu pun bisa menolongnya? Orang-orang yang kita kira akan rela
mengulurkan tangan ternyata tak kelihatan batang hidungnya. Apakah pasrah dan
bersandar pada Allah atau justru pada kekuatan lain yang katanya bisa
membebaskan kita dari bencana? Semoga Allah menunjukkan kau, aku, dan semua
agar pilihan pertama yang kita ambil, bukan yang kedua.
BASAH
Dihamburi embun pagi, rasanya pasti menyenangkan
sekali. Tetapi tidak bagi kupu di bawah ini. Ia tak bisa bergerak bila
sayap-sayapnya basah. Pasti akan terlalu berat baginya.
Jadi kata siapa berada
di tempat “basah” itu menyenangkan? Jangan-jangan justru di dalamnya ada jerat
yang membuatnya tak mampu bergerak? Lalu menusuk kita dan menjadikan kita
pesakitan setelah beberapa saat meneguknya, seperti orang-orang yang
diberitakan di tv? Jadi hati-hati dengan “basah, basah, basah tubuh ini” (Oo,
lagunya Elvy Sukaesih banget ya ini?)...Siapa tahu ia justru mengirimmu ke
dasar kolam, tenggelam, dan tidak mampu bangkit kemudian.
MEMANGSA
Saya sedang jongkok di antara pohon perdu sewaktu
melihatnya laba-laba itu memegang mangsanya, seekor kumbang kecil berwarna
coklat. Si kumbang sudah tidak berdaya. Dan laba-laba itu meski kecil ternyata
punya kekuatan luar biasa untuk melumpuhkan korban seukuran dirinya.
Di alam liar itu sesuatu yang biasa, dan di dunia
manusia sudah sejak lama dibiasakan sesama manusia saling memangsa. Tak peduli
kamu siapa, jika memang kau patut dimangsa apapun caranya akan dilakukan juga.
Dimana contohnya? Televisi amat terbuka memberitakannya. Jika ragu apa yang
televisi sajikan, berjalan saja ke luar rumahnya. Tengok sekitarmu.
Jangan-jangan yang melakukannya justru dirimu sendiri.
FLEKSIBEL
Hup, ya!
Si ulat sedang senam pagi rupanya. Ia melakukan olah
tubuh dengan bergantung pada dua pasang kakinya, sementara kepala dan tubuh
bagian belakangnya ia biarkan melengkung searah gravitasi bumi. Hihi...aku
tidak tahu apa yang ada di kepalanya. Ia justru mengingatkanku pada
fleksibilitas tubuh seorang pesenam.
Dalam kehidupan fleksibilitas amat diperlukan. Fleksibel
bukan berarti mengikuti arus tanpa punya pendirian. Tetapi justru ia punya pola
pikir yang mengikuti jaman, kekinian, tidak saklek dan bisa masuk di akal. Yang
terlalu saklek dan kaku, akan patah pada satu waktu. Yang terlalu lembek akan
tergilas pula oleh waktu. Jadi yang manakah kamu?
Dan aku, sampai detik tulisan ini dipublikasikan
rasanya masih perlu banyak belajar dari kehidupan. Aku tidak lebih baik dari
buih di lautan. Hanya pintar menulis
tapi menerapkan rupanya masih jauh panggang dari api.
Love and hug from me, Afin Yulia.
Posted under title Mumble To My Self
This image shooted by Sony DSC W520.
tangkapan kamera yang bagus.... keren.... tapi ketika melihat si ulat bulu hhwwwuuuuuaaaaahhhhh mamaaaaaaaaaaa.......aku langsung merinding diskowww geliiiiiiii.... hi hi hi hi.... insects ? not my friends actually he he he he ;)
BalasHapushahahahah, merinding disko, asik dong
BalasHapusmungkin karena dulunya saya sekolah di jurusan hama penyakit tanaman jadi sudah terlatih dengan hewan.
hug, hug
wah niat banget sih mbak
BalasHapus>.<
aku suka kupu-kupu tapi gak suka ulat..
hiiiiiiiii
hai vera, niat cengo di lapangan mantengin hewan ahahahaha
BalasHapus