Mendung memang, tapi ketimbang
mengeluhkannya mengapa kau tidak mencari payung dan melangkah sesuai rencana
yang kau inginkan.
Becek, cipratan air kotor, dan
basah di badan itu resiko yang harus diambil. Tapi itu lebih baik daripada
duduk tanpa berbuat apa-apa selain menggerutu nasib sial yang menimpa kita.
“Aduh, tapi diluar terlalu
dingin, kau tahu kan aku tak kuat dingin. Kalau aku sakit bagaimana bisa sampai
di tempat tujuan?”
Kau benar, memang diluar dingin.
Tapi kau masih punya jaket, kawan. Pakai saja dan teruskan perjalanan.
“Tapi angin terlalu kencang, uh
aku takut tak bisa bertahan.”
Baiklah angin memang cukup
kencang, tetapi bukan angin topan. Kau masih kuat menahan terpaannya hingga
tujuan.
“Ck, kalau nanti aku sakit
bagaimana? Kau tahu kan aku ini ringkih?”
Jangan terlalu mendramatisir
keadaan. Kau bahkan belum terjun ke jalan. Apa yang kau takutkan itu masih ada
dalam bayangan. Belum kejadian. Buat apa dirisaukan.
Kau tahu seringkali kau
seringkali diri sendiri yang membatasi kemampuan kita. Merasa diri tak sanggup
bertahan hanya karena kau memikirkan hal-hal buruk yang belum kejadian.
Tuhan menciptakan manusia
memiliki kemampuan alamiah untuk bertahan. Percayalah!
“Ah, andai saja cuaca terang...”
Apakah kau yakin jika cuaca
terang perjalananmu akan lancar? Di jalanan selalu ada penghalang. Tak mungkin
selamanya jalanmu mulus tanpa hambatan. Tersandung batu, jalanan menanjak,
kerikil tajam...bukankah itu penghalang?
“Lalu bagaimana dong?!”
Mungkin kau dan aku hanya perlu
belajar dari bambu yang menjulang.
Coba perhatikan saat angin datang. Saat angin
sepoi, ia bergerak pelan. Saat angin kencang, ia juga lebih keras bergoyang. Tapi
itu bukan tarian, itu caranya bertahan. Bayangkan jika dia berdiri kaku
menantang angin, maka dalam sekejap kekuatan angin yang besar akan mematahkannya.
Maka belajarlah lentur menerima
keadaan.
Adanya mendung ya terima saja
mendungnya. Lebih baik sedia payung, jas hujan, dan beragam keperluan yang
diperlukan jika hujan datang. Toh ngedumel juga tak mengubah apa-apa.
“Tapi...tapi....”
Katakan saja semua alasan yang kau punya,
kawan. Satu hal yang kau ingat, kau sendiri yang bisa mengubah mendung jadi
ceria. Seceria daun-daun puring yang penuh warna.
waaa...kata2nya daleeeeem.
BalasHapuselaaah, gali sumur kaleee daleeem jeng hehehe
BalasHapusharus fleksibel menerima keadaan ya
BalasHapusmestinya begitu Mbak Lidya, tapi kalo manusianya kaya saya ini kok rasanya lebih banyak nggerundel ya. Makanya kemarin pas chit chat sama diri sendiri saya langsung menuliskannya
Hapusbersyukur akan keadaan itu lebih baik ya, dan berusaha untuk berbuat terbaik dari keadaan itu :)
BalasHapushttp://salmanbiroe.blogspot.com/2014/01/travelwork-surabaya-jember.html
bener banget mas Salman, ketimbang ngedumel nggak karuan. Ngedumel nggak ngubah keadaan heheh
Hapus