Saya memang bukan petualang. Saya tak paham
adventure atau segala macam. Terlebih saya itu anak rumahan. Kata adik bungsu
saya itu kalah jauh mainnya sama ayam. Iya memang benar. Saya hampir tidak
pernah keluar karena dulu acap merasa tidak nyaman. Takut bila nanti di jalan
kenapa-napa, padahal berangkat saja belum. Padahal yang dituju hanya seputar
kabupaten sendiri.
Sekarang sebaliknya. Orang-orang sering
heran karena saya pergi sendirian mengunjungi berbagai tempat wisata yang
bejibun di kabupaten saya tinggal, Banyuwangi. Tidak beramai-ramai dengan
lainnya. Padahal acapkali saya tidak paham betul tempat yang saya tuju
meskipun Hanya mengandalkan google map
dan info-info yang saya dapat dari browsing, saya biasanya menetapkan hendak
menuju kemana. Tanpa perlu mengajak si ini atau si itu.
Entahlah, menurut saya pergi sendirian itu
jauh lebih nyaman ketimbang bareng teman. Bukannya bareng-bareng tidak
menyenangkan, akan tetapi ada hal-hal yang bisa jadi kurang pas dengan gaya
saya jalan. Saya ini tergolong tukang jalan minimalis. Bekal saya tidak besar,
ada uang untuk masuk dan parkir plus sedikit uang saku saja sudah cukup. Air minum bawa dari rumah,
tapi tidak untuk makanan kecuali beberapa butir coklat saja. Tetapi, soal data
tempat tidak. Saya butuh waktu browsing dan melihat peta. Kalau perlu peta di
screenshot untuk saya pelajari detilnya. Baru kemudian berangkat.
Meski demikian saya pun kerap tersesat.
Bagaimanapun juga, peta dengan kenyataan di lapangan terkadang jauh berbeda.
Gambaran yang kita bangun di kepala, bisa runtuh begitu dihadapkan dengan
kenyataan di depan mata. Yang nampaknya gampang di peta dan bikin kita bilang "Ah, gini aja.
Kecil!" ternyata bikin pusing. Sering saya harus memanfaatkan GPS betulan
alias "gunakan penduduk setempat" untuk sampai di tempat tujuan.
Pernah suatu kali saya pergi saya hendak ke
air terjun Telunjuk Raung, eh ternyata orang yang saya tanya salah memberi
petunju ke Lider, tempat dimana air terjun tertinggi se-Banyuwangi berada. Tentu saja saya tidak
memiliki persiapan ke sana. Yang terpancang di kepala saya adalah gambaran peta
air terjun Telunjuk Raung. Tidak heran jika saya jadi gelagapan. Mana medannya
buruk pula. Jalanan beraspal yang
saya temui hingga tempat wisata Rumah Pohon Ertiga, berangsur-angsur menghilang
begitu masuk wilayah perkebunan Bayu Kidul. Berganti dengan jalan
tanah. Sampai disini masih nyaman, hingga dia menghilang berganti dengan jalanan yang disesaki batu-batu besar dan tajam, yang bikin kita harus pandai-pandai
memegang setir motor.
Tiba di Lider, saya ketemu dua remaja yang
heran ketika tahu saya tidak bersama siapapun kesana. Terlebih setelah tahu
kalau saya tidak tahu banyak soal jalan ketempat tersebut.
"Kok bisa sampai, Mbak? Nggak tersesat?"
tanya keduanya.
Saya nyengir. Jujur saja, jika tanpa bantuan pihak lain yang luar biasa mana
bisa saya tiba. Siapa? Allah. Sejak awal “salah
jalan” saya sudah pasrah pada-Nya. Saya percaya Ia akan
menjaga saya. Saya percaya bahwa Allah akan menunjukkan jalan, meskipun di
perkebunan itu banyak sempalan jalan. Saya percaya kalau saya tersesat ada saja
orang yang akan menunjukkan jalan.
Saya percaya jika menemui kesulitan pertolongan akan datang.
Benar. Mulai dari
tersesat hingga pulang saya kerap menemui kebaikan. Ada saja yang datang
mengulurkan tangan. Contohnya sewaktu melewati tanjakan
berpasir yang cukup tinggi, mendekati
areal air terjun. Tanpa diminta, sewaktu saya sedang terbengong di bawah
bingung bagaimana hendak melaluinya, ada tiga orang remaja putri menghampiri
saya. Yang satu tetap di motor, yang dua membantu mendorong motor saya hingga
ke atas. Sungguh tanpa mereka mana mungkin saya
melewatinya.
Dalam perjalanan menuju
air terjun Lider yang berat—menuruni tebing yang curam, menyeberang sungai lebih dari lima kali dan
harus menantang arusnya yang deras hingga jatuh beberapa kali, jauh pula sampai
kaki semplok rasanya—ada dua orang remaja pria yang rela membantu saya. Tanpa
pertolongan keduanya saya bisa kintir (baca : hanyut) karena tak kuat melalui
arus sungai yang deras.
sumber gambar : https://www.pexels.com |
Saya yakin itu bukan
kebetulan semata. Akan tetapi, sudah dirancang oleh-Nya. Allah tahu betul saya yang
kala itu sendirian perlu bantuan. Maka dikirimlah pertolongan darimana saja
untuk saya, bahkan ketika saya tak menduganya. Maka benarlah nasehat yang acap
saya dengar :
“Berbaik sangkalah pada Allah, dia tahu yang tepat
bagimu.
Jangan keburu menggerutu jika menemui kesulitan,
insyaallah Dia
akan memberi pertolongan”
Trus akhirnya bisa ketemu air terjun yang dituju kan mbak ya?
BalasHapusAlhamdulillahh, selalu berprasangka baik ya mbak kepada-Nya
Mbak Afin dari Banyuwangi ya mbak
Ketemu, akhirnya. Meski sempat khawatir. Iya saya dari Banyuwangi, Mbak.
Hapusiya betul sekali mbak.
BalasHapusJalan sendirian bikin saya banyak belajar dan bersyukur kepada Allah SWT. dan Alhamdulillah perjalanan pun selalu lancar, meski kadang ada kendala sebelumnya.
Betul Mbak Endah, itu pelajaran dibalik jalan-jalan sendiri.
Hapus