Cintai Diri Sendiri Dengan Bersyukur Dan Berhenti Merasa Kurang, Meski Untuk Mencapainya Butuh Proses Panjang
Sumber gambar : https://pixabay.com |
Pernah pada suatu masa saya tidak menyukai diri saya. Setiap
bercermin yang terlihat adalah kekurangan, keburukan, dan ketidakmampuan.
Itu-itu saja. Kebaikan, kepandaian, atau kelebihan tak terlihat di sana.
Padahal orang lain tak melihatnya demikian. Akan tetapi saya
tak mudah diyakinkan. Sewaktu orang lain berpikir saya memiliki kepandaian,
saya bersikap kebalikan. Saat orang berkata saya punya banyak kelebihan, saya
hanya mengerutkan kening dan berpikir "Masa iya?". Saat orang berujar
saya punya kemampuan, saya malah mengecilkan.
Bahkan saya kerap merasa bahwa orang-orang mengatakan itu
hanya untuk menyenangkan saya, bukan setulusnya. Bisa jadi dibelakang lain lagi
yang dipikirkan.
Semua pikiran itu tak membuat saya bahagia. Seperti belenggu,
ia mengurung saya dalam kubangan kenegatifan. Hingga suatu hari saya menonton
televisi, penerimaan pada diri adalah penyebab seseorang mengalami masalah
semacam ini. Jika tidak dituntaskan maka akan berlarut-larut dan menjadi batu
sandungan bagi saya di masa depan. Salah satunya menjadi pangkal
ketidakbahagiaan. Situasi ini bisa mendorong seseorang mengalami depresi dan
gangguan kecemasan.
Hal yang saya lakukan waktu itu adalah memaafkan diri
sendiri. Setiap usai shalat, saya selalu berkata pada diri sendiri bahwa saya
memaafkan sikap saya selama ini yang acap meremehkan diri sendiri. Padahal
sesungguhnya Allah sudah memberi banyak kelebihan. Saya memaafkan diri saya
yang acap terlampau dalam mengkritik diri sendiri, padahal tidak ada seorang
pun yang sempurna. Saya memaafkan karena menjadi orang yang tidak berani dalam
segala hal, padahal Allah sudah memberi kemampuan. Saya juga sering berucap
bahwa diri saya yang sebenarnya adalah sosok yang baik, tangguh, pantang
menyerah, selalu optimis, lapang, selalu tersenyum, tidak takut berjuang, dan
sebagainya. Kegiatan itu saya lakukan terus-menerus, hingga kemudian saya
merasa lapang dan ringan.
sumber gambar : https://skitterphoto.com |
Perasaan itu menolong saya bisa untuk bisa melihat diri sendiri sebagaimana mestinya.
Iya, saya memiliki kekurangan. Tubuh pendek, tambun, tidak kaya. Dan itu benar.
Akan tetapi, saya punya keahlian yang bisa dimanfaatkan untuk kebaikan. Menulis
atau merajut misalnya.
Iya, saya memang tidak kaya, saya tidak punya uang untuk
memberi santunan hingga milyaran. Namun, saya punya tangan dan tenaga yang bisa
digunakan untuk membantu orang lain.
Iya, saya memang tidak dilahirkan memiliki kesempurnaan fisik
(cantik, tinggi, putih). Namun, semua ketidaksempurnaan itu tepat bagi saya.
Allah sudah memberikan saya kondisi sebaik-baiknya.
Iya, saya belum berhasil betul di dunia kepenulisan jika
diukur secara finansial. Tidak mengapa, itu berarti saya harus terus berjuang.
Bahkan jika saya menuai keberhasilan.
Kaki saya mirip pemain bola, tidak langsing dan kurus seperti
kaki bangau. Ah, itu pun oke juga. Toh, dia sempurna. Kuat digunakan jalan ke
mana-mana.
Penerimaan diri ini ternyata memang
memberi pengaruh besar pada saya.Saya benar-benar menikmati dan nyaman dengan
apapun yang saya punya, baik itu keterampilan, kebisaan, rejeki, bentuk tubuh,
karier, dan hal-hal lainnya. Saya tidak lagi ribut ketika orang mempersoalkan
bentuk tubuh saya yang lebar. Saya tidak mumet ketika orang bertanya apa
pekerjaan saya. Saya tidak pusing ketika orang mempertanyakan soal kapan saya
nikah. Saya berlama-lama jengkel jika impian saya tak sesuai dengan harapan.
Jika saya gagal, biasanya saya akan bilang "Well, oke saya gagal. Tidak
apa. Pasti ada hal baik untuk saya" atau "Ok, saya gagal. Pasti Allah
mau saya belajar lebih lagi dari sekarang."
Saya juga bisa tersenyum ketika orang lain mendapatkan hal
yang saya impikan (sementara saya belum) dan turut mendoakannya. Dulu,
boro-boro. Yang ada ngomelin Allah, hahahah. Merasa bahwa Dia nggak adil pada
saya.
Pengalaman ini tak urung mengingatkan saya pada quote dari Joel Osteen :
“Don't ever criticize
yourself. Don't go around all day long thinking, 'I'm unattractive, I'm
slow, I'm not as smart as my brother.' God wasn't having a bad day when he made
you... If you don't love yourself in the right way, you can't love your
neighbour. You can't be as good as you are supposed to be.”
setuju banget mbak...menerima diri sendiri kelebihan/kekurangan kita itu penting banget
BalasHapusBetul Mbak Ningrum, tanpa itu kita jadi mudah kehilangan rasa bahagia.
HapusMbaaa, saya malah dulu minder, karena kaki saya kayak belalang, dan temen2 sering ngebully saya, hiks 😂
BalasHapusHihihi, iyakah? Walah memang manusia ini ada saja. Nemu aja bahan bullyan. Ah, tapi whatever dah. Mau kaki kesebelasan, kaki belakang, yang penting kuat buat jalan. Ya kan?
BalasHapus