Ketika Tua Datang, Hal Sederhana Saja Yang Saya Inginkan


Sewajarnya orang-orang lainnya di dunia, saya juga memiliki seperti apa gambaran jika saya tua. Saya ingin tinggal tenang di suatut tempat yang dikelilingi pepohonan, kebun bunga, peternakan di sudut lahan, juga sungai mengalir di sisi lainnya. Anak-anak dan cucu bisa bercengkrama di sana dengan gembira jika liburan. Di atas bale-bale dari kayu beratap rumbia untuk bercengkrama dan makan rujak bersama.

Tidak lupa keuangan yang mapan secara finansial. Maka sudah seharusnya saya mempersiapkannya sejak jauh-jauh hari. Bekerja keras, menabung, dan teliti menggunakan keuangan adalah hal yang harus dilakukan untuk mewujudkan mimpi semacam ini. Bagaimana tidak, tanpa itu bagaimana kelak saya bisa mendapati kehidupan yang nyaman?

Dunia berjalan tak seperti yang saya bayangkan. Bahkan di usia saya sekarang, saya tak memiliki riwayat keuangan yang mapan (hahahaha!). Sungguhan. Sepertinya hal-hal yang pernah  saya inginkan itu bakalan jauh dari jangkauan jika menilik faktor tersebut. Bagaimana saya harus menjangkaunya?

Dan kepergian Ibu mengubah arah saya. Dulu sebelum meninggal, Ibu seringkali bilang bahwa jika ia tua tak ingin merepotkan. Ingin meninggal dengan tenang, tanpa membuat anak dan suami kesusahan. Semisal menderita sakit, semoga tidak lama setelahnya ia dipanggil pulang. Ketika saya tanya kenapa, Ibu berujar hanya tak ingin menyusahkan seluruh anggota keluarga.

Saya mendengarkan itu, mengaminkannya. Akan tetapi, tidak mengira jika doanya dikabulkan begitu cepat. Semua orang terkejut ketika Ibu meninggal. Ibu saya terakhir nampak sehat, masih jalan-jalan. Hanya beberapa hari sebelum meninggal beliau diam saja di kamar karena tak enak badan. Dan kepergiannya sungguh tidak menyusahkan, persis seperti yang selalu didoa-doakannya.

Melihat banyaknya orang yang bertakziah, saya jadi bertanya-tanya ,"Bagaimana kelak saya meninggal. Apakah saya akan dikenang sebagai pribadi yang baik atau sebaliknya, orang yang buruk sifat dan menyusahkan. Saya boleh saja bermimpi hidup kaya dan nyaman di usia tua, tetapi jika pada akhirnya hanya kenangan hitam di benak banyak orang apa gunanya?"


Inilah yang kemudian mengubah arah impian saya di masa tua. Saya ingin dikenang sebagai orang yang baik di masa tua. Satu-satunya cara adalah berbuat baik juga. Namun, apa yang harus saya lakukan? Bersedekah dengan nominal besar? Ah, saya tak punya banyak uang? Pertanyaan yang kemudian membawa saya melakukan proyek-proyek sederhana. Mengunggah postingan yang baik di media sosial. Biarlah orang lain sibuk mengunggah hal-hal bernada negatif, berisi ajakan provokatif,  saya memilih berdiri di sisi yang berbeda. Tentu, tak selamanya bisa. Saya manusia, yang kadang terdorong nafsu untuk melontarkah emosi secara frontal. Sekedar melegakan perasaan.

 Kelas Relawan di Margomulyo bersama Rumah Literasi Banyuwangi

Bergabung dengan komunitas yang berkontribusi positif bagi sekitar, itu pula yang kemudian saya lakukan. Saya memilih yang masih sejalur dengan yang saya kerjakan, yakni komunitas Rumah Literasi Banyuwangi. Memang tidak semua kegiatan saya ikuti, selain terkadang tempatnya jauh, waktunya juga tidak memungkinkan.
Bergelut dengan mereka, meski seujung jari membuat saya memahami, betapa perjuangan untuk mewujudkan lingkungan yang mencintai literasi itu masih panjang. Akan tetapi, bersyukur masih banyak anak muda yang mau bergiat seperti ini, baik berkumpul dan melakukan kerja barengan atau sendiri seperti yang dilakukan Mas Asa dengan perpustakaan kelilingnya. Berat? Wah, jelas. Ketika saya ngobrol dan bicara-bicara dengan mereka ini butuh jiwa militan dan pantang menyerah agar impian tak mandeg hanya di niat. Sekedar hangat-hangat tahi ayam.

Mulai berpikir untuk menulis buku yang lebih punya impact ke depan. Yang isinya bernilai positif bagi kanak-kanak. Tidak heran belakangan saya memang sedang sibuk belajar menulis cerita anak. Dari otodidak sampai kursus berbayar. Kadang bosan juga melihat hasil yang saya kerjakan belum menampakkan pencapaian. Calon buku anak yang saya ajukan masih mental, belum ada yang mendapat tanggapan positif satu pun. Namun, bukan berjuang namanya jika semua dimudahkan. So, show must go on! Tidak ada jalan untuk kembali, harus terus hingga garis finish tercapai.

Itulah hal-hal yang mulai saya rintis sejak sekarang demi cita-cita sederhana:
            Saya ingin dikenang sebagai orang yang baik di masa tua.”

Komentar

  1. semua menjelang tua kayaknya pingin tinggal di tempat yg asri

    BalasHapus
  2. alam bawah sadar mungkin yang mendorongnya ya, Mas. Saat tua kita ingin hidup tenang, seraya mempersiapkan diri menghadap Tuhan.

    BalasHapus
  3. Terus berjuang Mbak, mudah2an niat mulianya membuat buku untuk anak2 akan dikabulkan secepatnya oleh Allah. Aamiin...

    BalasHapus

Posting Komentar