Photo by Cristian Newman on Unsplash
|
Sewajarnya orang-orang lainnya di dunia, saya juga memiliki
seperti apa gambaran jika saya tua. Saya ingin tinggal tenang di suatut tempat
yang dikelilingi pepohonan, kebun bunga, peternakan di sudut lahan, juga
sungai mengalir di sisi lainnya. Anak-anak dan cucu bisa bercengkrama di sana
dengan gembira jika liburan. Di atas bale-bale dari kayu beratap rumbia untuk
bercengkrama dan makan rujak bersama.
Tidak lupa keuangan yang mapan secara finansial. Maka sudah
seharusnya saya mempersiapkannya sejak jauh-jauh hari. Bekerja keras, menabung,
dan teliti menggunakan keuangan adalah hal yang harus dilakukan untuk
mewujudkan mimpi semacam ini. Bagaimana tidak, tanpa itu bagaimana kelak saya
bisa mendapati kehidupan yang nyaman?
Dunia berjalan tak seperti yang saya bayangkan. Bahkan di usia
saya sekarang, saya tak memiliki riwayat keuangan yang mapan (hahahaha!).
Sungguhan. Sepertinya hal-hal yang pernah
saya inginkan itu bakalan jauh dari jangkauan jika menilik faktor tersebut.
Bagaimana saya harus menjangkaunya?
Dan kepergian Ibu mengubah arah saya. Dulu sebelum meninggal,
Ibu seringkali bilang bahwa jika ia tua tak ingin merepotkan. Ingin meninggal
dengan tenang, tanpa membuat anak dan suami kesusahan. Semisal menderita sakit,
semoga tidak lama setelahnya ia dipanggil pulang. Ketika saya tanya kenapa, Ibu
berujar hanya tak ingin menyusahkan seluruh anggota keluarga.
Saya mendengarkan itu, mengaminkannya. Akan tetapi, tidak mengira
jika doanya dikabulkan begitu cepat. Semua orang terkejut ketika Ibu meninggal.
Ibu saya terakhir nampak sehat, masih jalan-jalan. Hanya beberapa hari sebelum
meninggal beliau diam saja di kamar karena tak enak badan. Dan kepergiannya
sungguh tidak menyusahkan, persis seperti yang selalu didoa-doakannya.
Melihat banyaknya orang yang bertakziah, saya jadi bertanya-tanya
,"Bagaimana kelak saya meninggal. Apakah saya akan dikenang sebagai
pribadi yang baik atau sebaliknya, orang yang buruk sifat dan menyusahkan. Saya
boleh saja bermimpi hidup kaya dan nyaman di usia tua, tetapi jika pada
akhirnya hanya kenangan hitam di benak banyak orang apa gunanya?"
Inilah yang kemudian mengubah arah impian saya di masa tua. Saya
ingin dikenang sebagai orang yang baik di masa tua. Satu-satunya cara adalah
berbuat baik juga. Namun, apa yang harus saya lakukan? Bersedekah dengan
nominal besar? Ah, saya tak punya banyak uang? Pertanyaan yang kemudian membawa
saya melakukan proyek-proyek sederhana. Mengunggah postingan yang baik di media sosial. Biarlah
orang lain sibuk mengunggah hal-hal bernada negatif, berisi ajakan provokatif, saya memilih berdiri di sisi
yang berbeda. Tentu,
tak selamanya bisa. Saya manusia, yang kadang terdorong nafsu untuk melontarkah
emosi secara frontal. Sekedar melegakan perasaan.
Kelas Relawan di Margomulyo bersama Rumah Literasi Banyuwangi |
Bergabung dengan komunitas yang berkontribusi positif bagi
sekitar, itu pula yang kemudian saya lakukan. Saya memilih yang masih sejalur dengan yang
saya kerjakan, yakni komunitas Rumah Literasi Banyuwangi. Memang tidak semua
kegiatan saya ikuti, selain terkadang tempatnya jauh, waktunya juga tidak
memungkinkan.
Bergelut dengan mereka, meski seujung jari membuat saya
memahami, betapa perjuangan untuk mewujudkan lingkungan yang mencintai literasi
itu masih panjang. Akan tetapi, bersyukur masih banyak anak muda yang mau
bergiat seperti ini, baik berkumpul dan melakukan kerja barengan atau sendiri
seperti yang dilakukan Mas Asa dengan perpustakaan kelilingnya. Berat? Wah,
jelas. Ketika saya ngobrol dan bicara-bicara dengan mereka ini butuh jiwa
militan dan pantang menyerah agar impian tak mandeg hanya di niat. Sekedar
hangat-hangat tahi ayam.
Mulai berpikir untuk menulis buku yang lebih punya impact ke depan. Yang isinya bernilai
positif bagi kanak-kanak. Tidak heran belakangan saya memang sedang sibuk
belajar menulis cerita anak. Dari otodidak sampai kursus berbayar. Kadang bosan
juga melihat hasil yang saya kerjakan belum menampakkan pencapaian. Calon buku
anak yang saya ajukan masih mental, belum ada yang mendapat tanggapan positif
satu pun. Namun, bukan berjuang namanya jika semua dimudahkan. So, show must go
on! Tidak ada jalan untuk kembali, harus terus hingga garis finish tercapai.
Itulah hal-hal yang mulai saya rintis sejak sekarang demi
cita-cita sederhana:
“Saya ingin dikenang sebagai orang yang baik di
masa tua.”
alam bawah sadar mungkin yang mendorongnya ya, Mas. Saat tua kita ingin hidup tenang, seraya mempersiapkan diri menghadap Tuhan.
BalasHapusTerus berjuang Mbak, mudah2an niat mulianya membuat buku untuk anak2 akan dikabulkan secepatnya oleh Allah. Aamiin...
BalasHapusAmin, terima kasih doanya Mbak Vani
Hapus