Saya mengiyakan saja ketika dimintai bantuan jadi pemateri
workshop menulis yang diadakan oleh teman-teman KKN 13 Untag di base camp RLI
(Rumah Literasi Indonesia sepekan silam. Permintaannya adalah lebih banyak
praktek ketimbang materi yang disampaikan.
Sepekan sebelum hari H saya mulai mikir, lha kok saya oka-oke
saja. Apa yang harus saya sampaikan nanti di depan peserta? Anggaplah yang datang
nanti sedikit, sepuluh orang misalnya, saya tak boleh sembarangan. Harus
membagikan sesuatu yang bermanfaat ketika pulang. Bukan sekedar ngobos (ngomong ngalor ngidul), nggak
ada juntrungan. Tidak lupa juga si materi harus punya relasi dengan praktek
yang hendak dilakukan. Tapi, apa ya?
Setelah mencari tahu soal audiens yang hadir nanti
akhirnya saya
memilih materi bagaimana cara menulis bagi pemula saja. Kalaupun diantara
audiens sudah ada yang terbiasa nulis, apa yang saya bagikan nanti bisa
digunakan juga saat mereka terkena writer's block. Sampai di sini masalah
teratasi. Namun menjelang hari H, tepatnya tiga hari sebelumnya, saya nyengir kuda. Kenapa? Saya tidak tahu caranya bikin slide,
hahahaha.
Untungnya jaman sekarang kita ini dimudahkan. Sudah banyak
ilmu yang bertebaran. Jadi tinggal nyari saja pasti ketemu. Begitu pun hari itu. Saya langsung nyolek
You Tube untuk mencari tahu cara membuat slide. Karena tidak punya banyak waktu, saya pilih yang
simpel-simpel saja. Jadi waktu saya tidak terbuang banyak untuk mempelajarinya.
materi untuk workshop menulis bersama KKN 13 UNTAG |
Pukul 1 dini hari, materi dan persiapan kelar. Saya tinggal
tidur dan kemudian berangkat pagi-pagi ke tempat acara
di Gunung Remuk-Ketapang, kurang lebih sekitar pukul 6.00. Tujuannya untuk menghindari
tertutupnya jalan utama yang menuju ke arah sana. Maklum di hari yang sama ada
gelaran BEC (Banyuwangi Ethno Carnival) di tengah kota. Jadi jika kesiangan dan jalan ditutup, saya
pasti kebingungan karena tidak terlampau paham jalan alternatif agar bisa
sampai di sana tepat waktu.
Setiba di sana ternyata masih banyak waktu. Jadi saya makan
dulu bekal yang saya beli sebelum berangkat sembari menanti acara dilangsungkan.
Saya memang jarang melewatkan sarapan pagi, karena tanpanya saya bisa lemah dan
sulit konsentrasi. Sekitar pukul sembilan pagi, acara di mulai. Saya duduk
tenang menanti, hingga Pak Suhalik selesai melakukan bedah buku "Babad
Tawangalun".
Lalu bagaimana tugas saya sebagai pemateri? Sukseskah?
Saya tidak tahu sukses atau tidaknya. Karena yang bisa
menilai orang lain bukan diri sendiri. Terlepas apapun hasilnya, saya justru pulang dengan
membawa pelajaran penting ini :
1. Sampaikan materi secara gamblang
tulis poin-poin yang akan kita sampaikan lalu jelaskan dengan gamblang |
Penting bagi kita untuk menuliskan apa yang hendak kita bicarakan dalam
poin-poin penting. Kalau tidak saat menjelaskan bisa nggladrah kesana-kemari, tidak fokus pada tema yang hendak disampaikan di awal. Terlebih menghadapi generasi milenial. Jika pemateri terlalu ribet memberi penjelasan, dalam artian panjang tetapi tidak sampai pada sasaran, audiens akan bosan.
Darimana kita tahu?
Gampang. Saat kita menyapu pandang, tetapi yang
terlihat adalah sederet orang yang asyik
bicara dengan temannya, mengangguk-angguk karena kantuk, atau malah serius
menunduk menatap ponselnya (entah main game atau membalas pesan temannya). Nah, itu tanda
kalau presentasi kita sudah gagal.
Maka belajar menyampaikan menulis materi secara runut, gamblang, dan tidak bertele-tele agar audiens betah mendengar apa yang kita sampaikan itu penting benar.
2. Jangan cuek dengan audiens
pemateri bukan sekedar corong yang mengeluarkan kata-kata |
Apa rasanya jika pemateri sibuk sendiri? Hanya sekedar hafal
materi, tanpa komunikasi dengan orang-orang di depannya? Nggak asyik 'kan? Rasanya
seperti ngobrol, akan tetapi obrolan itu hanya berlaku searah. Bukan timbal
balik.
Alhasil saat kita
sibuk presentasi, audiens justru ingin pergi. Sesekali berhenti presentasi dan
menyelingi dengan pertanyaan kecil atau menanggapi celetukan spontan ternyata
bisa membuat situasi lebih nyaman.
Dan yang tidak kalah pentingnya adalah melakukan kontak mata,
seperti halnya dua orang yang sedang bicara. Ini penting agar audiens agar
merasakan keberadaan kita. Bukan sekedar corong yang mengeluarkan kata-kata.
3. Jangan lupa
melibatkan peserta
Peserta diajak praktek menulis saat itu juga |
Usai presentasi bagaimana cara menulis bagi pemula yang
saya simulasikan langsung di depan peserta yakni dengan membuat cerita
berdasarkan gambar acak, saya lalu mengajak peserta untuk melakukan hal yang
sama. Gambarnya tidak sebanyak yang saya contohkan, hanya tiga, tetapi dari
sana saya tahu beberapa orang pun masih kesulitan karena memang tidak terbiasa.
Ada beberapa orang yang dengan mudah menuangkan isi pikirannya, sehingga tugas
yang saya berikan tidak terasa menyulitkan. Lainnya tidak demikian. Secara
jujur, saya harus mengakui bahwa saya perlu belajar banyak soal ini, sehingga
bisa lebih menarik lagi lain kali,
4. Pandai berimprovisasi
Kadang-kadang saat kita sedang presentasi, apapun bisa
terjadi. Misalnya laptop yang digunakan menayangkan slide mati. Seperti yang
saya alami waktu mengisi workshop menulis tanggal 29 Juli silam. Kebetulan
tidak ada laptop lain di sana. Jadi apapun kondisinya show must go on. Saya tetap menyampaikan materi hingga kelar.
Tak ada rotan pun jadi, laptop mati gunakan gambar ini untuk praktek nulis di tempat |
Masalah kecil datang waktu sesi praktek digelar. Gambar
yang sudah saya siapkan di slide untuk sesi ini tidak bisa tayang. Alhasil saya
gunakan foto yang sebelumnya digunakan untuk praktek bagaimana cara mendapatkan
ide lewat gambar.
Untuk mengantisipasi hal ini, berlatih dan memahami isi
materi penting sekali. Jangan lupa untuk menyimpan salinan materi di ponsel.
Jadi semisal lupa, kita bisa melongoknya. Namun jangan setiap saat, sesekali
saja. Terlampau sering justru tidak baik untuk kita. Kesan yang timbul adalah
pemateri tidak menguasai bahan yang dibawakannya.
Soal sesi praktek, jika kita tidak punya persiapan
gambar, bisa menggunakan materi apa saja di sekitar. Misalnya menceritakan tiga
benda yang ada didekatnya seperti ponsel, buku, balpoin, atau baju. Yang
penting peserta workshop bisa belajar bagaimana merangkai cerita dengan jalan
apa saja. Meskipun tidak sesuai rencana yang kita canangkan semula.
Komentar
Posting Komentar