Dibalik Jari-Jari Yang Doyan Menebar Hujatan, Ada Kita Yang Gagal Mengendalikan


Hari ini kelima jari bergentayangan di dunia maya. Melongok akun artis-artis dan MUA (make up artist) yang banyak bertebaran di sana. Aih, Bubah Alfian ternyata baru saja menggarap wajah Via. Itu tuh penyanyi dangdut asal Jawa Timur yang terkenal dengan lagu "Sayang"-nya. Melihat foto itu mata kelima jari mengerut, hati kelima jari tak senang. Sepertinya ada yang kurang. Wajah Via Vallen itu kurang tirus ke mana-mana. Tidak heran di foto yang nampak pipi semua. 
Aih, gatal masing-masing jari mulai gatal. Tak pelak muncul komentar "Ya ampun, pipinya itu nggak nahan. Benerin dong, biar tirusan. Udah banyak uang ini lho!"

Bosan menengok instagram, pindah lagi kelima jari ke akun sosial media lainnya, Facebook. Ada seorang perempuan mengunggah foto bekal untuk anak buatannya. Cantik sih, tapi kok isinya mie instan. Terus itu loh, kok ya saben hari telur terus-terusan. Apa tidak ada lauk lainnya? Yang lebih hebat seperti daging panggang atau udang misalnya.
Kelima jari pun gatal kembali. Tak urung muncul ucapan seperti ini dinding akun sosial media :
"Baru bisa bikin  bekal gitu aja, combyongnya. Huuh, yang udah jago bikin masakan aneh-aneh nggak pernah pamer. Dasar emak-emak baru belajar masak!"

Barusan berhenti, di timeline muncul gosip artis nganu yang baru saja bertunangan dengan horang kayah. Weew, calon istrinya konon pemilik sekian banyak usaha. Tapi, kok tampilannya tua? Kayaknya nggak cocok deh sama si artis yang ono.
Tangan ini kumat lagi gatalnya. Cuus, langsung saja nemplokin komentar di bawah link itu yang rasanya masam.
"Ih, tua bingit sih, nggak cocok deh situ sama si ono ....”

Eh, tak berapa lama ada lagi berita kalau artis cantik yang barusan putus sama pacarnya itu sekarang sudah punya yang baru lagi. Sayangnya si cowok baru kok njomplang. Jauh banget dari si mantan. Aih, jari-jari langsung kompak berujar ,”Pacarnya barunya mirip Cak Lontong yes?”

Ups! Udah ah. Ada janji. Gerilya di dunia mayanya harus disudahi. Eits, tapi apa ini? Istri komika satu ini gendut sekali. Woo, ndak bisa didiamkan ini. Kelima jari harus bersatu dan menyuarakan isi hati. Which is ... G-E-N-D-U-T!

Nah, itu ada lagi. Ternyata rumornya, si anu ...

Priiiiit! Stop sampai disini kelima jari, kini giliran hati yang bicara. Biar dia menyuarakan apa yang jadi uneg-unegnya.

Hati dengan sepenuh kegeraman berkata  ,”Owalah jari-jari, kamu itu demen sekali berkonspirasi. Sayangnya konspirasi merusak hati. Mbok yao yang pinter gitu loh. Yang beradab, jangan asal njeplak! Memang kamu itu belum pernah dapat penataran P4 5000 jam. Biar khatam. Jadi esok lagi kalau komentar yang positif, inspiratif, dan penuh kecerdasan.”




Eh, tapi si hati tak lama kemudian terdiam. Ia sadar kelima jari tak bisa begitu saja disalahkan. Bukannya dibalik aksinya yang menyakitkan ada pemiliknya yang telah dikarunia akal? Dengan itu seharusnya ia tahu bagaimana cara memanfaatkan tangan untuk melakukan hal yang hebat. Ini malah kebalikannya. Kalau tidak nyinyir ya menghujat. Kalau tidak menghujat, nyindir. Kalau nggak nyindir, bawaannya meriang. Lalu sakit terus muntah-muntah.

 Yuhuu, jadi siapa yang salah? Kelima jarikah? Atau pengendalinya yang salah?

Hati terdiam.
Dengan berat hati ia berujar ,”Sudah jelas apa jawabnya. Tentu manusia sebagai pengendalinya. Jari tak mungin bergerak tanpa perintah.  Ketika ia bergerak tergesa, menuangkan segala yang ada di kepala dalam bentuk tulisan tanpa screening ketat sebelum menayangkan, yang salah bukan dia sepenuhnya. Akan tetapi, pemiliknya. Dan orang itu adalah kita.”

Mengapa demikian?
Ada beragam alasan.
Mungkin itu cerminan ketidakbahagiaan
Dan (apesnya) kita menemukannya dengan jalan melukai orang. Tak peduli betapa efeknya bisa sangat merusak psikologis mereka yang diserang.

Mungkin juga ingin mendapat perhatian .
Menimbulkan polemik dan perdebatan, membuat kita merasa penting. Tak urung kita pun jadi ketagihan, esok lagi melakukan hal serupa agar dapat komentar.  Toh, di dunia maya orang tak perlu berhadap-hadapan, jadi aman. Kalaupun diserang balik, ck ... gampang. Besok akunnya dimatikan, ganti dengan akun yang baru.

Atau bisa juga itu tanda ketidakdewasaan.
Kita selalu ingin menang, meski itu berarti membuat banyak orang kesakitan. Kita tetapkan standar dan persepsi untuk orang lain tanpa perasaan, menghujat yang tidak sesuai sebagai si bodoh atau bebal. Padahal kitalah yang sesungguhnya tidak benar. Bukankah setiap orang itu berbeda. Mereka istimewa dengan caranya? Jadi kenapa harus menetapkan standar yang sama?

Ah, seandainya kita berpikir ”Bagaimana bila posisi dibalikkan? Tidakkah kita tumbang oleh komentar yang nadanya selalu sumbang?”, mungkin kita akan takut berlaku demikian.
Usia kita tak panjang. Esok pun jika Tuhan berkehendak, bisa saja kita dipulangkan. Bahkan sebelum sempat menyiapkan laporan pertanggungjawaban atas apa saja yang kita lakukan.
Jadi pertanyaannya sekarang “Masa iya hidup hanya dihabiskan untuk hal-hal demikian?”. Sebelum ajal menjelang, gunakan kelima jari untuk hal yang bermanfaat bagi sekitar. Meski hanya menyingkirkan kerikil di jalan.

Salam.




Komentar

  1. Yang tidak bisa saya pahami adalah " Kok mereka ga ada kerjaan lain apa malah menghujat gitu, sempet amat memperhatikan hidup orang", netijen emang kejam heheh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin karena kebanyakan pulsa, Mbak Tian. Atau paket internetnya unlimited gitu, jad bebas-bebas saja mantenging medsos dan nebar komentar gitu. Mbok coba gitu itu disebar sama lainnya.

      Hapus
  2. Aku setuju banget sama part terakhir, mungkin yang suka nyinyir ini gak pernah menempatkan dirinya dipoisi tersebut, makanya bisa se enak hidupnya doank dalam berargumen. Nice review


    BalasHapus
    Balasan
    1. Ha itulah, Kakak. Padahal jika kalimat tersebut dilemparkan balik, wah bisa kejang-kejang yang nerima.

      Hapus
  3. ((penataran P4 5000 jam)) nostalgia banget ini P4 hahahaha....
    awalnya saya suka rajin ngintipin komen instagram yang lagi hits, lama-lama kok ngerasa jadi racun hati ya karena liatin komentar komentar yang isinya negatiiiif melulu. Jadinya ya sudah, saya nggak mau tahu lagi. Takut tertular atau malah mood jadi rusak, padahal komentarnya buat orang lain. Gimana yang nerima komentar itu ya :(

    thanks sharingnya, mbak!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, sama. Kok rasanya jadi gimana gitu. Lucu awalnya, lama-lama haduh ndak kuat bacanya. Ngeri buanget lihat komen kasarnya.

      Hapus
    2. Iya mbak, sama. Kok rasanya jadi gimana gitu. Lucu awalnya, lama-lama haduh ndak kuat bacanya. Ngeri buanget lihat komen kasarnya.

      Hapus

Posting Komentar